Aktivis Greenpeace Indonesia membawa pesan Clean Air Now! di Lapangan Banteng, Jakarta pada 22 September 2023.

Jakarta, 19 Maret 2024– Laporan Kualitas Udara Dunia ke-6 mengungkap data secara rinci tentang negara dan wilayah paling tercemar di dunia pada tahun 2023.

Untuk laporan tahun ini, data didapat dari 30.000 lebih stasiun pemantauan kualitas udara di 7.812 lokasi di 134 negara dan wilayah yang dianalisis oleh para ilmuwan kualitas udara IQAir.

Temuan kunci dari Laporan Kualitas Udara Dunia tahun 2023 antara lain:

• Hanya tujuh negara memenuhi pedoman PM2,5 tahunan WHO (rata-rata tahunan 5 µg/m3 atau kurang): Australia, Estonia, Finlandia, Grenada, Islandia, Mauritius, dan Selandia Baru.

• Lima negara paling berpolusi pada tahun 2023 adalah: Bangladesh, Pakistan, India, Tajikistan, dan Burkina Faso. Konsentrasi PM 2,5 di lima negara tersebut 9-15 kali melebihi standar pedoman WHO. 

• Sebanyak 124 (92,5%) dari 134 negara dan wilayah melampaui nilai pedoman PM2,5 tahunan WHO sebesar 5 µg/m3.

• Kondisi iklim dan kabut asap lintas batas merupakan faktor utama di Asia Tenggara, dimana konsentrasi PM2,5 meningkat di hampir setiap negara.

Kota Jakarta sendiri menempati peringkat ketujuh untuk kota paling berpolusi di seluruh dunia. Angka PM 2,5 tahunan 8 kali melampaui standar pedoman WHO yaitu sebesar 43,8 ug/m3. Sementara di wilayah Asia Tenggara, Indonesia masih menempati posisi pertama negara paling berpolusi, dengan wilayah Tangerang Selatan menjadi peringkat pertama sebagai kota paling berpolusi se Asia Tenggara, dengan konsentrasi tahunan PM 2,5 mencapai 71,7 ug/m3.

Berdasarkan data DLH DKI Jakarta, konsentrasi PM2,5 di tahun 2023 melebihi baku mutu udara ambien berdasarkan PP 21/ 2021. Konsentrasi PM2,5 2023 mencapai 40,3 ug/m3, sementara BMUA per tahun adalah 15 ug/m3. Peningkatan konsentrasi PM2,5 terjadi pada rentang waktu Juli hingga Oktober 2023. Hasil analisis dari 5 stasiun pengukuran kualitas udara (SPKU) DKI Jakarta, kondisi status mutu udara Jakarta ‘tercemar’, dengan parameter utama PM 2,5 dan PM 10.

Jakarta sendiri telah memiliki strategi pengendalian pencemaran udara yang dituangkan dalam Keputusan Gubernur No 576/ 2023. Namun, keputusan ini dinilai terlambat oleh Koalisi Ibukota saat itu, karena draf rencana sebenarnya sudah ada sejak setahun sebelumnya. Pengesahan ini dilakukan saat kualitas udara di Jakarta memburuk hingga diberitakan viral oleh media nasional. 

Warga Jakarta juga telah memenangkan gugatan warga negara atas polusi udara menyusul kasasi Presiden dan KLHK yang ditolak oleh Mahkamah Agung pada November 2023. Koalisi IBUKOTA mendesak pihak pemerintah yang menjadi Tergugat yakni Presiden, Menteri LHK, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, dan Gubernur DKI Jakarta, serta Turut Tergugat yakni Gubernur Jawa Barat dan Gubernur Banten, untuk segera melaksanakan putusan pengadilan atas gugatan warga negara atau citizen law suit (CLS) yang sudah dijatuhkan sejak 16 September 2021.

“Pemerintah harus segera menjalankan putusan sidang, apalagi dengan terpilihnya presiden dan kabinet yang baru nanti, serta adanya UU DKJ pasca pemindahan ibukota menjadi IKN, perbaikan kualitas udara Jakarta harus menjadi salah satu agenda utama,” ucap Bondan Andriyanu, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia. “Pengendalian pencemaran udara harus diatasi dari sumber emisinya yaitu emisi kendaraan dan industri, kemudian secara bersamaan memperbanyak transportasi umum massal berbasis listrik dan segera beralih ke sumber energi terbarukan,” tegasnya.  

“Lingkungan yang bersih, sehat, dan berkelanjutan merupakan hak asasi manusia yang universal. Di banyak belahan dunia, kurangnya data kualitas udara menunda tindakan tegas dan melanggengkan penderitaan manusia yang tidak perlu. Data kualitas udara menyelamatkan nyawa. Saat kualitas udara dilaporkan, tindakan diambil, dan kualitas udara meningkat,” kata Frank Hammes, CEO Global, IQAir.

“Laporan tahunan IQAir menggambarkan sifat internasional dan konsekuensi yang tidak adil dari krisis polusi udara yang berkepanjangan. Upaya lokal, nasional, dan internasional sangat diperlukan untuk memantau kualitas udara di tempat-tempat yang kekurangan sumber daya, mengatasi penyebab kabut asap lintas batas, dan mengurangi ketergantungan kita pada pembakaran sebagai sumber energi,” kata Aidan Farrow,  Ilmuwan Senior Kualitas Udara, Greenpeace Internasional. “Pada tahun 2023 polusi udara masih menjadi bencana kesehatan global, kumpulan data global IQAir memberikan pengingat penting akan ketidakadilan yang diakibatkannya dan perlunya menerapkan banyak solusi yang ada untuk masalah ini,” tutupnya. 

Unduh laporan lengkap pada tautan ini

Kontak media:

Bondan Andriyanu, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, +62 811-8188-182

Rahma Shofiana, Juru Kampanye Media Greenpeace Indonesia, +62 8111-461-674