Jakarta, 17 Juni 2023. Upaya Kejaksaan Agung menetapkan Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group sebagai tersangka korporasi dalam kasus dugaan korupsi izin ekspor minyak sawit patut diapresiasi. Langkah ini dapat membuka jalan untuk mengoptimalkan pengungkapan kasus korupsi di balik kelangkaan minyak goreng pada akhir 2021-2022, setelah vonis ringan lima terdakwa yang sudah inkracht.

“Putusan sebelumnya aneh dan tidak menyasar tanggung jawab korporasi, meskipun majelis hakim menyatakan bahwa korupsi izin ekspor minyak sawit itu merupakan aksi korporasi. Dengan kerugian negara mencapai triliunan rupiah, para terdakwa hanya disuruh membayar ratusan juta rupiah. Penetapan tersangka korporasi ini dapat menjadi upaya untuk pemulihan kerugian negara secara lebih optimal,” kata Arie Rompas, Ketua Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia.

Desakan menjerat korporasi dalam kasus kelangkaan minyak goreng ini juga telah lama disuarakan masyarakat sipil. Korupsi izin ekspor minyak sawit telah menyebabkan kelangkaan dan melambungnya harga minyak goreng yang menyusahkan rakyat, serta merugikan keuangan negara hingga Rp6,47 triliun. Sudah seharusnya penegak hukum bertindak progresif, dengan cara menjerat korporasi demi memulihkan keuangan negara.

Kejaksaan Agung harus memastikan ketiga tersangka korporasi dibawa ke persidangan dan dituntut bertanggung jawab atas kerugian keuangan negara. Mengingat rumitnya struktur perusahaan yang menjadi tersangka korporasi itu, Kejaksaan Agung dapat menerapkan pendekatan pidana pencucian uang. Hal ini perlu dilakukan untuk menutup celah penghindaran lewat berbagai skema aksi korporasi. 

Selain itu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha mesti memastikan tak ada dominasi pelaku usaha di tingkat hilir untuk mencegah persaingan tidak sehat. Merujuk data KPPU, 70 persen pangsa pasar minyak goreng dikuasai oleh delapan perusahaan saja. Dominasi pelaku usaha rentan berujung pada besarnya pengaruh mereka dalam pembentukan kebijakan.

“Karena kasus ini masih tahap permulaan, publik perlu mengawal proses penegakan hukumnya dan memastikan terwujudnya proses peradilan yang bersih dan transparan,” kata Arie Rompas. 

Pengungkapan kasus korupsi dalam penerbitan dokumen ekspor ini membuka kotak pandora sengkarut pengelolaan sawit. Kasus korupsi ini menjelaskan betapa mudahnya aktor korporasi mempengaruhi kebijakan pemerintah lewat agen-agen mereka. “Masih segar di ingatan publik betapa sulitnya memperoleh minyak goreng pada akhir 2021 hingga 2022, bahkan dampaknya masih terasa sampai sekarang. Harga minyak goreng tidak pernah kembali ke harga sebelum terjadinya kelangkaan,” ujar Arie.

Pemerintah mesti serius membenahi tata kelola sawit Indonesia, salah satunya dengan kembali memberlakukan moratorium pemberian izin, serta melakukan audit korporasi sawit secara transparan. Desakan ini juga sudah berkali-kali disampaikan kelompok masyarakat sipil, termasuk lewat gugatan kelangkaan minyak goreng terhadap Presiden Joko Widodo dan Menteri Perdagangan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta.

Kontak Media:

Arie Rompas, Ketua Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, +62 811-5200-822

Budiarti Putri, Juru Kampanye Komunikasi dan Media Greenpeace Indonesia, +62 811-1463-105