Masyarakat Menengah Kebawah yang kehilangan lapangan pekerjaannya karena terdampak oleh Pandemi Covid -19.

Jakarta, 21 Juli 2020. Pemulihan ekonomi Indonesia dari dampak pandemi Covid-19 masih jauh dari harapan. Sekitar empat bulan setelah Covid-19 ditetapkan sebagai bencana nasional, Pemerintah masih berkutat dengan penetapan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional melalui Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2020. Dalam konferensi pers terkait perpres tersebut, pemerintah menyatakan akan segera menyusun berbagai kebijakan merespons situasi perekonomian terkini

“Ketika Pemerintah baru saja membentuk tim pemulihan ekonomi, masyarakat telah melakukan rangkaian langkah untuk menghidupkan kembali ekonomi, minimal bagi keluarganya sendiri hingga melakukan gerakan sosial bagi sesamanya,” ujar Tata Mustasya, Koordinator Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara. Dua hal yang sangat menarik untuk diperhatikan selama pandemi ini adalah masifnya gerakan saling membantu dan gerakan kedaulatan pangan. Keduanya hadir di tengah bergulirnya bantuan sosial pemerintah, yang faktanya banyak tidak tepat sasaran

Pandemi telah mendorong masyarakat untuk berpaling ke aspek sosial dan alam sebagai solusi beragam persoalan ekonomi. Ini sebuah pertanda bahwa konsep ekonomi yang digaungkan pemerintah, yang hanya berpihak pada investasi korporasi besar dan mengabaikan kesejahteraan rakyat dan keberlanjutan alam, merupakan hal yang harus segera dikoreksi. 

Bahkan kebijakan mengundang investasi ini pun telah gagal mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi dalam lima tahun terakhir. Sinyal deindustrialisasi kian menguat, dilihat dari kontribusi sektor industri non migas terhadap produk domestik bruto (PDB) dengan tren menurun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, sektor industri pengolahan berkontribusi hingga 27% pada tahun 2000, namun tahun lalu hanya di kisaran 19 persen. “Ini menandakan deindustrialisasi dini yang merupakan indikasi Indonesia semakin tergantung kepada eksploitasi sumber daya alam yang merusak lingkungan seperti sawit dan batu bara,” tambahnya. Ditambah lagi dengan disahkannya Undang Undang Minerba yang semakin memuluskan jalan untuk mengeksploitasi sumber daya alam. “Pemerintah seharusnya mendukung pengembangan industri berbasis usaha mikro, kecil dan menengah yang ramah lingkungan. Investasi UMKM yang menyerap sekitar 97 persen tenaga kerja terbukti mampu menumbuhkan perekonomian jauh lebih tinggi dari investasi usaha besar [1].”

Palm Oil Production in Kalimantan. © Daniel Beltrá
Indonesia memiliki salah satu tingkat kerusakan hutan tercepat di planet ini, dengan perluasan perkebunan kelapa sawit dan pulp dan kertas sebagai pendorong utama, mendorong orangutan ke ambang kepunahan dan mempercepat perubahan iklim.

“Pandemi memberikan sinyal bahwa praktik ekonomi harus berubah menjadi ekonomi berkelanjutan yang dirancang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara inklusif dan melindungi lingkungan. Inilah orientasi yang harus dibangun segera, dengan perangkat kebijakan yang tepat dan struktur pemerintah yang sudah ada. Bukan malah mengatasinya  dengan pembentukan komite baru,” pungkas Tata. 

SELESAI

Catatan: 

[1] https://kompas.id/baca/opini/2020/06/15/usaha-mikro-di-tengah-pandemi/

Kontak media: 

Tata Mustasya, Koordinator Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara, +62812-9626-997, [email protected] 
Ester Meryana, Jurukampanye Media Greenpeace Indonesia, +62811-1924-090, [email protected]