Pemerintah Indonesia pada 3 September  resmi menaikkan harga Bahan Bakar Bakar Minyak (BBM) bersubsidi (Premium dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter,  Solar bersubsidi dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter, dan Pertamax dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 per liter). Keputusan ini akhirnya dilakukan setelah diwacanakan pemerintah karena harga keekonomian BBM yang sudah berada jauh di atas harga BBM bersubsidi. Menurut Kementerian Keuangan harga keekonomian solar berada di Rp 13.950, pertalite Rp 14.450 dan pertamax Rp 17.300 per liter.

Perbedaan yang sangat besar antara harga keekonomian dengan harga BBM sebelum kenaikan menyebabkan membengkaknya subsidi dan kompensasi energi dari Rp 152,5 triliun di APBN 2022 awal menjadi Rp 502,5 triliun setelah APBN 2022 direvisi. Angka kompensasi dan subsidi BBM ini bahkan bisa mencapai Rp 698 triliun atau lebih dari 20 persen total APBN jika pemerintah tidak menaikkan harga BBM bersubsidi.

Ketergantungan terhadap energi fosil akan terus menyebabkan negara berada dalam pilihan sulit, menaikkan harga BBM yg bakal memberatkan warga terutama yg berpendapatan rendah, atau mengalokasikan subsidi dalam jumlah yg tidak masuk akal. Negara tidak akan mampu terus menerus memberikan subsidi BBM dalam jumlah besar, selain itu alokasi APBN yang lebih tepat seharusnya digunakan untuk kesejahteraan masyarakat, seperti pembiayaan sektor kesehatan dan pendidikan. 

Di sisi lain, harga BBM yang tinggi bakal memberatkan rakyat karena berdampak kepada naiknya biaya hidup. Kehidupan rakyat akan semakin berat karena meningkatnya biaya transportasi dan naiknya harga pangan dan kebutuhan pokok lainnya, sebagai dampak ikutan kenaikan harga BBM. Ini semua adalah buah dari kebijakan politik pemerintah selama ini, yang selalu memberi ruang lebih besar pada pengembangan energi fosil, industri kendaraan bermotor dan penjualan kendaraan pribadi, serta lalai membangun jaringan transportasi publik massal yang memadai. 

Dengan semakin menipisnya cadangan energi fosil, baik minyak bumi, gas, maupun batu bara, harga yang tinggi bisa terjadi dalam waktu lama, bahkan menjadi keseimbangan baru. Kita harus membeli energi fosil dengan harga yang mahal di pasar internasional.  Ketergantungan terhadap energi fosil ternyata tidak hanya menjadi penyebab utama krisis iklim, tetapi juga membahayakan ketahanan energi (energy security), dan akses yang inklusif kepada energi, terutama untuk kelompok berpendapatan rendah.

Indonesia harus segera beralih ke sumber energi bersih dan terbarukan, seperti matahari, yang jumlahnya melimpah. Energi bersih dan terbarukan tidak hanya berkontribusi terhadap usaha menghentikan krisis iklim, tetapi juga akan memperkuat ketahanan dan akses kepada energi. Di sektor transportasi, Indonesia harus segera beralih ke transportasi publik massal dan berinvestasi pada elektrifikasi kendaraan umum massal, bukan hanya kendaran pribadi.

Greenpeace donates a solar power system to a coastal village in Aceh, Indonesia, one of the worst hit areas by the tsunami in December 2004. In cooperation with UPLINK, a local development NGO, Greenpeace offered its expertise on energy efficiency and renewable energy and install renewable energy generators for one of the badly hit villages by the tsunami last year. © Greenpeace / Hotli Simanjuntak

Pemerintahan Jokowi harus meninggalkan sikap setengah hati dalam melakukan transisi energi dan beralih ke ekonomi hijau yang sudah beberapa kali disampaikan dalam beberapa pernyataan resminya. Secara konkret, pemerintah harus menghilangkan subsidi BBM secara bertahap dan memberikan insentif untuk pengembangan energi bersih dan terbarukan. Pemerintah juga harus meminimalkan dampak transisi ini bagi kelompok rentan, seperti kelompok miskin dan berpendapatan rendah, seperti petani, nelayan, dan buruh. Selain itu, pemerintah harus menghilangkan berbagai bentuk insentif dan subsidi untuk bisnis bahan bakar fosil yang selama dinikmati produsen dan korporasi besar, seperti industri pertambangan batu bara. Untuk mewujudkan hal tersebut, Pemerintahan Jokowi harus segera menyusun dan melaksanakan transisi energi yang ambisius dengan target yang jelas di sisa periode hingga 2024. Masyarakat harus mendorong transisi energi menjadi salah agenda politik publik utama dalam Pemilu 2024. Sementara itu organisasi masyarakat sipil  juga harus memastikan realokasi subsidi BBM yang coba diselamatkan ini tidak dialihkan untuk kepentingan kelompok tertentu, industri tertentu, seperti industri kendaraan otomotif, apalagi untuk dana pembangunan IKN dan beberapa proyek mercusuar lainnya yang sama sekali bukan prioritas pada masa krisis multidimensi ini.