Jakarta, 19 Mei 2020. Pengungkapan eksploitasi terhadap salah satu Anak Buah Kapal (ABK) Ikan asal Indonesia, berinisial ‘H’ [1] patut menjadi alarm terakhir bagi pemerintah untuk segera bertindak nyata dan lebih berani mengungkap sindikat bisnis kotor perdagangan orang di sektor perikanan.

Ilustrasi kegiatan Anak Buah Kapal

Sebagaimana dilaporkan oleh Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, setelah meninggal dunia di atas kapal ikan yang diduga berbendera Tiongkok, Lu Qing Yuan 623, sekitar pertengahan Januari 2020, jasad ABK ‘H’ dilarung di Perairan Somalia [2].

Kasus terbaru ini menambah deretan panjang permasalahan pelik di tata kelola perekrutan dan penempatan ABK Ikan Indonesia, di mana kasus ABK sebelumnya yakni hilangnya nyawa 4 orang ABK yang bekerja di atas kapal-kapal berbendera Tiongkok milik perusahaan Dalian Ocean Fishing Co., Ltd., juga belum tuntas [3].

Berdasarkan keprihatinan yang mendalam terhadap berbagai kejadian tragis yang dialami oleh ABK asal Indonesia yang ditempatkan dan bekerja di atas kapal-kapal perikanan jarak jauh berbendera asing, Pergerakan Pelaut Indonesia (PPI), Serikat Pekerja Perikanan Indonesia (SPPI), Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dan Greenpeace Indonesia menyatakan pernyataan sikap dan seruan sebagai berikut:

  1. Mengutuk seluruh bentuk eksploitasi terhadap ABK dan keluarganya yang secara sistematis terjadi dari tahap perekrutan, pada saat dan setelah bekerja. Rangkaian tindakan tersebut dapat dijerat sebagai tindak pidana perdagangan orang dan sebagai wujud perbudakan modern.
  1. Meminta Pemerintah Indonesia untuk memastikan seluruh hak-hak ABK dan keluarganya, baik untuk kasus-kasus terdahulu dan saat ini, dapat dipenuhi dan diselesaikan sesegera mungkin.
  1. Meminta Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk benar-benar menindaklanjuti semua kasus terdahulu, serta menyelidiki dan menyidik aktor-aktor yang diduga terlibat dan menjadi bagian sindikat dalam bisnis kotor perdagangan orang di sektor perikanan baik yang berada di Indonesia maupun di luar negeri.
  1. Meminta Kementerian Luar Negeri Indonesia untuk bersikap lebih tegas kepada seluruh negara bendera kapal ikan yang mempekerjakan ABK asal Indonesia, diantaranya untuk melaksanakan pelacakan dan pendataan keberadaan ABK asal Indonesia dan inspeksi kapal perikanan jarak jauh secara global.
  1. Meminta Pemerintah Indonesia untuk segera meratifikasi Konvensi ILO 188 tentang Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan [3] dan menuntaskan benang kusut dan kemelut tata kelola Pelindungan ABK.

Catatan:

[1] Pengungkapan kasus pelarungan jasad Anak Buah Kapal (ABK) ikan diduga berbendera Tiongkok, di sekitar perairan Afrika, yang diunggah oleh Suwarno Canö Swe di akun Facebook miliknya. Akun tersebut memperlihatkan proses pelarungan jenazah seorang ABK asal Indonesia, serta kondisi seorang ABK yang terlihat sakit.

[2] Lihat:

https://kemlu.go.id/portal/id/read/1309/siaran_pers/penanganan-kasus-pelarungan-jenazah-alm-h-wniabk-kapal-lu-qing-yuan-yu-623

  • Validitas nama kapal saat ini masih dalam verifikasi dan diduga merupakan kapal ilegal ataupun kapal siluman yang tidak terekam di berbagai sistem pemantauan kapal.
  • Tanggal ABK meninggal dunia dan pelarungan ABK H penting untuk diklarifikasi lebih lanjut.

[3] Siaran pers “Pemerintah Didesak Usut Tuntas Penyebab Hilangnya Nyawa ABK Indonesia di Kapal Ikan Berbendera Tiongkok” lihat di sini.

Kontak Media:

Anwar Abdul Dalewa, Ketua DPD Sulawesi Utara, Pergerakan Pelaut Indonesia (PPI)
Mobile: +62 812 8707 061
Email: [email protected]

Ilyas Pangestu, Ketua Umum Serikat Pekerja Perikanan Indonesia (SPPI)
Mobile: +62 812 8126 2988
Email: [email protected] 

Hariyanto Suwarno, Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI)
Mobile: +62 822 9828 0638 
Email: [email protected] 

Arifsyah Nasution, Jurukampanye Laut Greenpeace Southeast Asia
Mobile: +62 8111 400 350
Email: [email protected] 

Ester Meryana, Media Campaigner Greenpeace Indonesia
Mobile: +62 811 1924 090
Email: [email protected]