Minggu, 10 Mei 2020. Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dan Greenpeace Indonesia menyambut baik langkah Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) untuk mendorong percepatan harmonisasi Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Perlindungan Awak Kapal Niaga dan Awak Kapal Perikanan. Meskipun demikian, hal tersebut juga perlu disikapi secara kritis.

Rapat virtual lintas kementerian dan lembaga (K/L) yang dipimpin oleh Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, pada Jumat, 8 Mei 2020, [1] yang fokus membahas persoalan dugaan eksploitasi serius terhadap Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia di atas kapal ikan berbendera Tiongkok milik Dalian Ocean Fishing Co., Ltd., menunjukkan adanya peningkatan perhatian dan kesadaran, serta peran Kemenko Marves dalam menjalankan fungsi koordinasi K/L untuk menyelesaikan amburadulnya tata kelola perlindungan ABK Indonesia.

“Pemerintah seharusnya juga lebih jeli mengkaji apakah ABK perikanan kita selama ini berangkat secara mandiri, atau pada kenyataannya tetap melalui agen penempatan di Indonesia yang bekerja sama dengan agen-agen perekrut di luar negeri. Jangan-jangan pemerintah selama ini luput mengawasi sejumlah perusahaan yang menjalankan upaya perekrutan dan penempatan, tetapi mereka tidak memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan, bahkan patut diduga melakukan bisnis tindak pidana perdagangan orang,” kata Hariyanto, Ketua Umum SBMI.

“Pemerintah harus melakukan langkah lebih cepat untuk memeriksa sepak terjang dari perusahaan-perusahaan perekrut di Indonesia yang diduga melakukan perekrutan dan penempatan secara unprosedural dan tidak sesuai dengan norma-norma umum yang sudah ditetapkan dalam UU No. 18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia,” tegas Hariyanto.

Sebagai catatan, SBMI bersama dengan Greenpeace telah mengungkapkan ada enam perusahaan yang juga perlu menjadi prioritas evaluasi dan penegakan hukum terkait berbagai dugaan pelanggaran dalam perekrutan dan penempatan ABK Indonesia dalam sejumlah kasus [2], yaitu: 

  • (1) PT. Puncak Jaya Samudra (PJS);
  • (2) PT. Bima Samudra Bahari (BSB);
  • (3) PT. Setya Jaya Samudera (SJS);
  • (4) PT. Bintang Benuajaya Mandiri (BBM);
  • (5) PT. Duta Samudera Bahari (DSB); dan
  • (6) PT. Righi Marine Internasional (RMI).

Catatan:

[1] Baca: https://kumparan.com/kumparannews/imbas-perbudakan-di-kapal-china-luhut-akan-perketat-aturan-abk-dan-buruh-migran-1tNMMP3Qjce/full 

[2] Publikasi Kertas Investigasi yang memuat sejumlah kasus dugaan eksploitasi ABK Indonesia yang diungkap oleh SBMI bersama Greenpeace pada 17 Maret 2020 lalu:

  • Siaran Pers:
  • Kertas Investigasi:

https://www.greenpeace.org/static/planet4-indonesia-stateless/2020/03/25a6b974-draft-kertas-laporan-investigasi-sbmi-berkolaborasi-dengan-greenpeace-indonesia-1.pdf

Kontak media:

Hariyanto Suwarno, Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), +62 822 9828 0638, [email protected] 

Anwar Maarif (Bobi), Sekretaris Jenderal Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), +62 852 8300 6797, [email protected] 

Arifsyah Nasution, Jurukampanye Laut Greenpeace Southeast Asia, +62 8111 400 350, [email protected] 

Ester Meryana, Media Campaigner Greenpeace Indonesia, +62 811 1924 090, [email protected]