Glasgow, Skotlandia, 29 Oktober 2021. Konferensi iklim COP 26 yang berlangsung di Glasgow adalah “sebuah ujian bagi kita sebagai manusia” menurut Direktur Eksekutif Greenpeace International Jennifer Morgan.

COP26, yang seharusnya diadakan pada tahun 2020, akan dibuka pada Hari Minggu (31 Oktober), di mana para pemimpin negara akan berkumpul di Glasgow pada Hari Senin dan Selasa pekan depan. Konferensi tersebut merupakan momen politik terbesar dalam krisis iklim sejak perwakilan pemerintahan berbagai negara bertemu di Paris tahun 2015. Saat itu, Perjanjian Paris disepakati dengan target membatasi kenaikan suhu hingga 1,5 derajat Celcius. Sekarang COP Glasgow adalah tempat di mana para pemimpin negara perlu menyepakati cara mencapai target tersebut.

COP26 berlangsung di tengah pandemi COVID19 yang belum usai. Timbul kepercayaan yang rendah dan ketegangan tinggi di antara negara-negara berkembang karena adanya ketidaksetaraan dari distribusi vaksin COVID19, dan penolakan negara-negara Utara terhadap apa yang disebut ‘pengecualian TRIPS’ yang akan menghilangkan hambatan terhadap peningkatan produksi dan alokasi vaksin yang lebih adil. Sementara itu, dengan janji-janji yang tidak ditepati dan greenwashing yang marak, perubahan iklim terus memukul kelompok masyarakat yang paling rentan, sementara emisi karbon dari negara-negara kaya meningkat dengan cepat.

Jennifer Morgan adalah salah satu dari sedikit orang yang pernah menghadiri 25 COP sebelumnya, sejak diadakan di Berlin pada 1995. Berbicara pada malam COP26 di Glasgow, dia menuturkan:

“Paris adalah pesta pertunangan, tetapi sekarang kami berada di pesta pernikahan, menunggu untuk melihat apakah negara-negara dan perusahaan-perusahaan yang termasuk sebagai pemain kunci siap untuk mengatakan ‘Saya bersedia’. Glasgow perlu melihat komitmen nyata, ambisi nyata, dan tindakan nyata karena ketiga hal itu masih terlihat jauh dari harapan menjelang konferensi. Meskipun dua minggu ke depan akan terjadi banyak dinamika, belum terlambat bagi para pemimpin dunia untuk menyetujui rencana aksi yang detail dan transformasional.”

Morgan menambahkan:

“Glasgow adalah sebuah ujian bagi kita sebagai manusia. Kita tahu semua yang perlu kita ketahui tentang krisis iklim – penyebab dan dampak, tipuan-tipuan, dan solusinya. Jika kita bekerja sama secara tulus dan penuh rasa hormat sebagai sebuah spesies, kita dapat memenangkan masa depan yang lebih aman, lebih adil, dan lebih hijau untuk semua. Tetapi pemerintah yang regresif seperti Australia, Brasil, dan Arab Saudi akan datang ke Skotlandia dengan bola perusak yang akan mereka coba ayunkan melalui pembicaraan iklim. Setiap perusahaan dan pemerintah yang berpikir untuk bersekutu dengan mereka harus tahu bahwa apa yang mereka lakukan akan terungkap dan tidak mudah dimaafkan.”

Perjanjian Paris menetapkan tujuan membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat Celcius, tetapi para pemerintah yang menandatangani kesepakatan tidak menjanjikan pengurangan emisi yang diperlukan untuk benar-benar mewujudkannya. Itu perlu diubah di Glasgow. Di COP26, dunia dapat kembali ke jalurnya, tetapi beberapa hal besar perlu terjadi. Oleh karena itu, Greenpeace menyerukan:

  • Sebuah deklarasi bahwa semua proyek baru berbahan bakar fosil harus segera dihentikan.
  • Rencana pengurangan emisi yang ambisius dari para pemimpin dunia sehingga kita bisa mengurangi separuh emisi global pada tahun 2030.
  • Penolakan rencana untuk membuka pasar global dalam penyeimbangan karbon atau carbon offsets (ini adalah penipuan dan tidak akan berhasil), dan komitmen terhadap aturan yang mendorong kerja sama internasional yang transformasional.
  • Konfirmasi bahwa US$100 miliar per tahun akan mengalir dari negara-negara kaya ke negara-negara berkembang dan miskin untuk beradaptasi dengan dampak krisis iklim, mengembangkan sistem energi bersih, dan transisi dari bahan bakar fosil. Dan lebih banyak dana lagi untuk mengkompensasi kerusakan yang sudah disebabkan oleh perubahan iklim di negara-negara berkembang dan miskin.
Coal Power Plants in Suralaya, Indonesia. © Ulet  Ifansasti / Greenpeace

Morgan menambahkan:

“Saya hadir di setiap COP, tetapi belum pernah saya lihat fenomena yang demikian kontras. Di satu sisi kita melihat orang-orang, dan negara-negara berjuang untuk keberadaan mereka, sementara di sebelah mereka duduk pemerintah dan industri yang bertekad untuk meneruskan praktik business-as-usual beberapa dekade lagi, terlepas dari penderitaan yang sungguh menyakitkan yang mereka ciptakan. Tidak adanya rasa empati dari mereka itu luar biasa dan memalukan.”

“Jika Glasgow tidak berjalan sesuai keinginan kami, jika kemanusiaan dan alam tidak diprioritaskan secara nyata di atas mencari keuntungan dengan cara destruktif, kami tidak akan menyerah, kami hanya akan menjadi lebih kuat. Bersama-sama, jutaan orang yang membentuk gerakan iklim akan terus mengadvokasi aksi dan keadilan. Dunia yang lebih aman, lebih hijau, dan lebih adil ada di depan mata. Jika para pemimpin dunia bijaksana, mereka akan memanfaatkan momen COP ini.”

Sementara itu, Leonard Simanjuntak, Kepala Greenpeace Indonesia mengatakan:

“Kehadiran Presiden Joko Widodo di Glasgow diharapkan telah mengantongi komitmen kuat dari Indonesia untuk berperan aktif dan ambisius dalam mencapai target 1,5 derajat Celcius. Laporan IPCC memberikan gambaran yang jelas bahwa perubahan iklim sudah mencapai titik krisis. Berbagai instrumen finansial termasuk pajak karbon tidak bisa menjadi solusi satu-satunya untuk mengurangi dampak krisis iklim. Nol deforestasi dan menutup pintu bagi energi kotor batu bara adalah solusi utama yang seharusnya dilakukan Indonesia.”

***

Catatan untuk Editor:

Delegasi Greenpeace akan berada di Glasgow mulai 31 Oktober 2021 dengan perwakilan dari seluruh dunia termasuk Kepulauan Pasifik, Australia, Afrika Selatan, Meksiko, Amerika Serikat dan Brasil.

Untuk gambaran umum tentang apa yang Greenpeace coba capai di COP26, silakan lihat Ringkasan Media kami, dan untuk detail lebih lanjut lihat Ringkasan Kebijakan kami.

Kontak media:

Leonard Simanjuntak, Kepala Greenpeace Indonesia, +62-811-9696217

Ester Meryana, Jurukampanye Media Greenpeace Indonesia, +62-811-1924-090


Bila ada keperluan wawancara dengan Jennifer Morgan, Direktur Eksekutif Greenpeace International, bisa menghubungi: Dannielle Taaffe, Media Advisor, Greenpeace International ([email protected])

Greenpeace International Press Desk: [email protected], +31 (0) 20 718 2470 (available 24 hours)