23 September 2021. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) baru saja memperbarui standar kualitas udara untuk pertama kalinya dalam kurun waktu 15 tahun. Padahal berdasarkan analisis Greenpeace India terhadap data IQAir, polusi udara di hampir semua kota besar di dunia gagal memenuhi pedoman WHO sebelumnya (standar tahun 2005) pada tahun 2020.

“Ilmu pengetahuan menegaskan bahwa paparan polusi udara, bahkan pada tingkat rendah, akan memperpendek umur manusia dan memiliki implikasi serius bagi kesehatan masyarakat. WHO pun telah memperkuat pedomannya dengan memasukkan kemajuan terbaru dalam penelitian. Akan tetapi target untuk udara bersih ini tidak akan ada artinya bila pemerintah tidak melakukan tindakan serius. Yang paling penting adalah apakah pemerintah menerapkan kebijakan yang berdampak untuk mengurangi emisi polutan, seperti mengakhiri investasi di batu bara, minyak dan gas, serta memprioritaskan transisi ke energi bersih. Kegagalan untuk memenuhi standar WHO yang lama, tidak boleh diulangi,” kata Dr. Aidan Farrow, Peneliti Polusi Udara Greenpeace International yang berbasis di University of Exeter, Inggris.

Analisis Greenpeace India terhadap data PM2.5 yang dikumpulkan oleh IQAir menemukan bahwa kualitas udara di hampir 100 kota terbesar di dunia selama tahun 2020 gagal memenuhi pedoman WHO terbaru. [1]

Di Delhi, tingkat polusi udara rata-rata PM2.5 tahunan di penjuru kota melebihi atau lebih buruk dari pedoman WHO tahun 2005 sebanyak hampir delapan kali lipat pada tahun 2020, yang merupakan angka tertinggi dari semua kota yang dianalisis. Bila mengacu pada standar terbaru (2021), polusi udara kota tersebut melampaui pedoman WHO lebih dari tujuh belas kali lipat. Greenpeace dan Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) memperkirakan bahwa 57.000 kematian dini di Delhi selama 2020 dapat dikaitkan dengan paparan polusi udara. [2] 

Di Jakarta dan Beijing, rata-rata PM2.5 tahunan yang dicatat sepanjang 2020 oleh IQAir, kira-kira empat kali lipat dari tingkat pedoman tahun 2005. Sementara di Mexico City, Bangkok dan Seoul, rata-rata konsentrasi polusi adalah dua kali lipat dari tingkat pedoman WHO tahun 2005.

Bahkan di kota-kota di mana konsentrasi partikel halus rata-rata tidak melanggar pedoman pada tahun 2020, ribuan kematian terkait polusi udara terjadi sebagai akibat dari paparan polusi tingkat rendah dalam jangka panjang. Menurut analisis Greenpeace, IQAir, dan CREA, di New York dan London, perkiraan jumlah kematian akibat paparan partikel halus pada tahun 2020 masing-masing adalah 11.000 dan 10.000. [3]

“Penting untuk diingat bahwa tidak ada tingkat paparan polusi udara yang aman. Paparan polusi udara tingkat rendah dalam jangka panjang dapat menyebabkan penurunan kesehatan kita secara bertahap tetapi serius, seperti mengakibatkan penyakit seperti kanker paru-paru, stroke, diabetes, dan, pada akhirnya, kematian yang seharusnya dapat dihindari. Kebijakan kualitas udara harus mengutamakan kesehatan dan mengupayakan peningkatan kualitas udara secara berkelanjutan di semua tempat,” kata Dr. Farrow.

“Kita memiliki semua alat yang layak secara ekonomi yang kita butuhkan untuk mengatasi krisis polusi udara. Di sebagian besar dunia, lebih hemat biaya untuk mengembangkan sumber energi terbarukan, seperti angin dan matahari, daripada terus membakar batu bara, minyak atau gas, bahkan sebelum memperhitungkan beban ekonomi polusi udara. Pada titik ini, mengatasi polusi udara adalah pertanyaan tentang kemauan politik, bukan teknologi,” kata Avinash Chanchal, jurukampanye polusi udara di Greenpeace India.

Bondan Andriyanu, Jurukampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, menambahkan, “Pembaharuan standar ke tingkat yang lebih tinggi oleh WHO menunjukkan urgensi untuk pemerintah berbagai negara termasuk Indonesia, agar benar-benar serius mengatasi polusi udara. Kemenangan gugatan 32 warga negara atas pencemaran udara terhadap tujuh penyelenggara negara baru-baru ini harus direspons secara cepat, bukan justru merespon dengan melakukan banding. Pasalnya, kesehatan dan nyawa warga menjadi taruhan jika kita abai terhadap si pembunuh senyap ini.”

***

Catatan: 

[1] Sebanyak 8 dari 100 kota, data PM2.5 untuk tahun 2020 tidak tersedia karena kurangnya pemantauan atau keterbukaan data oleh pemerintah.

[2] [3] Greenpeace South East Asia, 2021, Methodology: Estimating the cost of air pollution in world cities (2020). Dapat dilihat di: https://www.greenpeace.org/static/planet4-southeastasia-stateless/2021/02/ef76f49b-methodology_-revealing-the-cost-of-air-pollution-in-world-cities-annual-results-for-2020.pdf [Diakses pada 18 Agustus 2021].

Media briefer tersedia di sini.

Lembar fakta Indonesia dapat dilihat di sini

Siaran pers berbahasa Inggris bisa dilihat di sini

Tabel: Rata-rata tahunan konsentrasi PM2.5 dekat permukaan pada tahun 2020 di 100 kota dengan populasi terbesar di seluruh dunia. Di semua kota dengan data yang tersedia, kualitas udara melebihi pedoman kualitas udara WHO 2021.*

CityPM2.5 (μg/m3)in 2020Comparison to 2021 WHO guidelinesCityPM2.5 (μg/m3)in 2020Comparison to 2021 WHO guidelines
Tokyo10Exceeded2-foldSuratNo data
Delhi87Exceeded17.4-foldFoshan22Exceeded4.4-fold
Shanghai32Exceeded6.4-foldRiyadh23Exceeded4.6-fold
São Paulo14Exceeded2.8-foldSuzhou47Exceeded9.4-fold
Mexico City19Exceeded3.8-foldShenyang41Exceeded8.2-fold
Dhaka77Exceeded15.4-foldBaghdad32Exceeded6.4-fold
Al-Qahirah (Cairo)No dataDar es SalaamNo data
Beijing38Exceeded7.6-foldSantiago23Exceeded4.6-fold
Mumbai (Bombay)41Exceeded8.2-foldPune (Poona)40Exceeded8-fold
Osaka11Exceeded2.2-foldMadrid9Exceeded1.8-fold
New York7Exceeded1.4-foldHaerbin43Exceeded8.6-fold
Karachi44Exceeded8.8-foldHouston10Exceeded2-fold
Chongqing32Exceeded6.4-foldDallas10Exceeded2-fold
Istanbul17Exceeded3.4-foldToronto7Exceeded1.4-fold
Buenos Aires14Exceeded2.8-foldMiami10Exceeded2-fold
Kolkata (Calcutta)49Exceeded9.8-foldBelo HorizonteNo data
Kinshasa35Exceeded7-foldKhartoum24Exceeded4.8-fold
Lagos24Exceeded4.8-foldSingapore12Exceeded2.4-fold
Manila13Exceeded2.6-foldJohannesburg22Exceeded4.4-fold
Tianjin49Exceeded9.8-foldAtlanta10Exceeded2-fold
Guangzhou23Exceeded4.6-foldDalian30Exceeded6-fold
Rio de JaneiroNo dataPhiladelphia10Exceeded2-fold
Lahore79Exceeded15.8-foldQingdao32Exceeded6.4-fold
Bangalore28Exceeded5.6-foldBarcelona13Exceeded2.6-fold
Shenzhen19Exceeded3.8-foldFukuoka11Exceeded2.2-fold
Moskva (Moscow)11Exceeded2.2-foldJi’nan49Exceeded9.8-fold
Los Angeles15Exceeded3-foldSaint Petersburg6Exceeded1.2-fold
Chennai (Madras)26Exceeded5.2-foldZhengzhou51Exceeded10.2-fold
Bogotá14Exceeded2.8-foldYangon29Exceeded5.8-fold
Paris12Exceeded2.4-foldAlexandriaNo data
Jakarta40Exceeded8-foldWashington, D.C.7Exceeded1.4-fold
Lima18Exceeded3.6-foldAbidjan22Exceeded4.4-fold
Bangkok21Exceeded4.2-foldGuadalajara25Exceeded5-fold
Hyderabad35Exceeded7-foldAnkara19Exceeded3.8-fold
Seoul21Exceeded4.2-foldChittagongNo data
Nagoya9Exceeded1.8-foldMelbourne8Exceeded1.6-fold
London10Exceeded2-foldAddis Ababa15Exceeded3-fold
Chengdu41Exceeded8.2-foldSydney7Exceeded1.4-fold
Tehran29Exceeded5.8-foldMonterrey15Exceeded3-fold
Nanjing31Exceeded6.2-foldNairobi15Exceeded3-fold
Chicago11Exceeded2.2-foldHà Noi38Exceeded7.6-fold
Ho Chi Minh City22Exceeded4.4-foldBrasíliaNo data
Luanda13Exceeded2.6-foldCape Town8Exceeded1.6-fold
Wuhan37Exceeded7.4-foldJiddah30Exceeded6-fold
Ahmadabad48Exceeded9.6-foldChangsha41Exceeded8.2-fold
Xi’an49Exceeded9.8-foldPhoenix-Mesa15Exceeded3-fold
Kuala Lumpur17Exceeded3.4-foldKunming22Exceeded4.4-fold
Hangzhou29Exceeded5.8-foldUrumqi51Exceeded10.2-fold
Hong Kong15Exceeded3-foldChangchun40Exceeded8-fold
Dongguan24Exceeded4.8-foldNew Taipei13Exceeded2.6-fold

*Data menunjukkan rata-rata seluruh kota berdasarkan data sensor yang dikumpulkan oleh IQAir dan disediakan oleh IQAir berdasarkan permintaan. Data dapat ditanyakan secara manual di https://www.iqair.com/world-most-polluted-cities (terakhir diakses 16-09-2021). Nama tempat dalam tabel mencerminkan sumber data yang digunakan dan tidak menyiratkan pendapat apa pun dari Greenpeace.

Kontak media:

Erin Newport, International Communications Officer, Greenpeace East Asia: +886 958​ 026 791, [email protected]

Greenpeace International Press Desk, [email protected], +31 (0) 20 718 2470 (available 24 hours)

Bondan Andriyanu, Jurukampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, +62 811-8188-182

Ester Meryana, Jurukampanye Media Greenpeace Indonesia, +62 811-1924-090