Jakarta, 14 September 2021: Empat organisasi masyarakat sipil Indonesia memberikan dukungan untuk sebuah petisi yang diinisiasi oleh Greenpeace Amerika Serikat yang ditujukan pada Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan (CBP) AS. Keempat organisasi tersebut adalah Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Asosiasi Pekerja Perikanan Indonesia (AP2I), Serikat Pelaut Sulawesi Utara (SPSU) dan Greenpeace Indonesia.

Petisi melawan pelaku industri makanan laut global berbasis di Taiwan, Fong Chun Formosa (FCF), tersebut berisi dugaan bahwa kapal-kapal yang menyuplai hasil tangkapan ikan (seafood) ke FCF telah bertahun-tahun melakukan pelanggaran hak asasi pekerjanya. Oleh sebab itu, pihak CBP dituntut untuk melakukan investigasi dan di kemudian hari menghentikan impor seafood dari mereka. [1]

Alih bongkar muat ilegal di kapal ‘Heng Xing 1’ di perairan internasional dekat Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. © Shannon Service / Greenpeace

“Jika ada temuan praktik pelanggaran HAM, kami berharap pemerintah AS akan memblokir impor dari semua perusahaan seafood yang terlibat. Pelanggaran HAM yang terjadi di sepanjang rantai pasok di industri perikanan global ini menimbulkan trauma berkepanjangan bagi para ABK, termasuk ABK asal Indonesia. Banyak yang mengalami gangguan fisik hingga psikis, bahkan meninggal dunia. Ini adalah sebuah perbudakan modern,” tutur Anwar Dalewa, Ketua Umum SPSU.

FCF juga diduga memiliki keterkaitan dengan kasus kematian seorang pengamat perikanan asal Kiribati dan seorang ABK asal Indonesia.

“Selama bertahun-tahun, Greenpeace dan beberapa organisasi lain telah mendokumentasikan praktik-praktik perikanan yang destruktif dan pelanggaran HAM di sepanjang rantai suplai FCF. Kami yakin ada bukti yang cukup bahwa produk makanan laut yang diperdagangkan oleh FCF dan diimpor oleh Bumblebee dan banyak perusahaan seafood lain di AS diproduksi dengan kerja paksa,” terang Arifsyah Nasution, juru kampanye Greenpeace Asia Tenggara, Indonesia.

“Sebagai salah satu pemain terbesar di industri perikanan, FCF harus membenahi kebijakannya dan mengakhiri praktik kerja paksa. Tak satupun perusahaan berhak menikmati untung dari perdagangan ikan-ikan yang ditangkap dengan kerja paksa,” desak Hariyanto Suwarno, Ketua Umum SBMI.

“Kami ingin melihat dampak dan upaya yang lebih kuat dari negara-negara pasar seperti Amerika Serikat dan lainnya, untuk benar-benar berpihak pada peningkatan perlindungan dan pemenuhan hak-hak ABK yang bekerja di kapal-kapal perikanan di seluruh dunia, sehingga para ABK bisa bekerja dan mendapatkan upah secara lebih layak, bebas dari jeratan praktik kerja paksa,” ujar Imam Syafi’i, Ketua Umum AP2I.

Petisi tersebut diserahkan kepada pihak CBP oleh Greenpeace AS pada Selasa, 7 September 2021, dengan didukung oleh Greenpeace Asia Tenggara (Indonesia) dan Greenpeace Asia Timur (Taiwan), serta enam (6) organisasi pembela HAM dan hak ABK migran dari Indonesia dan Taiwan.[2] Isi petisi ini didasarkan pada sejumlah laporan dari Greenpeace Asia Tenggara, Greenpeace Asia Timur (Taiwan), dan beberapa organisasi non-pemerintah di bidang HAM dan serikat buruh, serta standar dan panduan internasional yang ditetapkan oleh Organisasi Buruh Internasional (ILO) di bawah PBB.[3]

Para pengaju petisi, diantaranya, mendesak FCF dalam 90 hari untuk merevisi kebijakan perlindungan hak pekerjanya agar memenuhi standar internasional, memperbaiki program audit sosialnya sesuai dengan rekomendasi Greenpeace, membuka pada publik siapa saja pemasoknya, membenahi dan memberlakukan kondisi kerja yang adil bagi para pekerjanya.

Sebelumnya, CBP telah menghentikan impor dari kapal-kapal ikan yang diduga melakukan praktik pelanggaran HAM dan perusakan lingkungan, yang sebagian berdasarkan investigasi Greenpeace. Jika berhasil, petisi ini akan memastikan FCF melakukan perubahan agar tetap dapat menjalankan bisnisnya dengan korporasi dan konsumen di AS.

Catatan untuk Redaktur

  1. Salinan lengkap petisi bisa diperoleh melalui permintaan khusus kepada Greenpeace Amerika Serikat.
  1. Organisasi-organisasi yang menandatangani petisi:
  • Asosiasi Pekerja Perikanan Indonesia (AP2I)
  • Greenpeace Asia Timur (Taiwan)
  • Greenpeace Indonesia
  • Greenpeace Amerika Serikat
  • Keelung Migrant Fishermen Union (Serikat ABK Migran Keelung)
  • Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI)
  • Serikat Pelaut Sulawesi Utara (SPSU)
  • Taiwan Association for Human Rights (Asosiasi untuk HAM Taiwan)
  • Yilan Migrant Fishermen Union (Serikat ABK Migran Yilan)
  1. Lihat juga: “Forced Labour at Sea: The Case of Indonesian Migrant Fishers” (2021) dan “Misery at Sea – Human suffering in Taiwan’s distant water fishing fleet” (2018)

Narahubung

Anwar Dalewa – Ketua Umum Serikat Pelaut Sulawesi Utara (SPSU), (+62) 812-8707-061, [email protected] 

Arifsyah Nasution – Juru Kampanye Laut Greenpeace Asia Tenggara – Indonesia, (+62) 811-1400-350, [email protected] 

Hariyanto Suwarno – Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), (+62) 822-9828-0638, [email protected] 

Imam Syafi’i, Ketua Umum Asosiasi Pekerja Perikanan Indonesia (AP2I), (+62) 813-5993-7880, [email protected]

Vela Andapita – Juru Kampanye Media Greenpeace Asia Tenggara, (+62) 81-7575-9449, [email protected]