Bangkok – Sebagai anggota Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), sistem sertifikasi minyak kelapa sawit terbesar di dunia yang mengadakan pertemuan tahunan ke-17 di Bangkok, dunia berada di tengah-tengah keadaan darurat iklim, keanekaragaman hayati dan HAM. Warga dunia telah marah atas peristiwa kebakaran hutan terbesar dan yang terakhir tersisa – dari Amazon hingga Indonesia – dalam beberapa bulan terakhir. Dimana terdapat keterkaitan peran perusahaan minyak sawit dan perusahaan merek-merek konsumen ternama – termasuk banyak anggota RSPO – dalam krisis ini.

Tahun lalu, anggota RSPO menyetujui seperangkat Prinsip dan Kriteria baru yang sejalan dengan kebijakan global “Tanpa Deforestasi, Tanpa Gambut, dan Tanpa Eksploitasi” dari banyak anggotanya. Namun standar baru RSPO hanya akan bermakna jika diaudit dan ditegakkan secara menyeluruh, komprehensif, dan kompeten. Laporan baru “Who Watch the Watchmen 2” yang dirilis oleh Grassroots and Environmental Investigation Agency minggu ini, memperlihatkan ketidakmampuan RSPO untuk meyakinkan konsumen dan masyarakat bahwa para anggotanya dapat menegakkan standarnya. [1]

Koalisi LSM merilis pernyataan berikut;

“Saat dunia menghadapi iklim, deforestasi/penggundulan hutan, dan krisis Hak Asasi Manusia, kami menyerukan RSPO dan anggotanya untuk memenuhi janji keberlanjutan dan komitmen mereka untuk mengakhiri deforestasi, perusakan lahan gambut, dan pelanggaran HAM dalam produksi dan pengadaan kelapa sawit minyak di antara perusahaan anggotanya.

“Pelanggaran standar dan prosedur RSPO masih terjadi secara sistematis dan meluas, dan hanya ada sedikit bukti bahwa anggota mereka benar-benar menerapkan Prinsip & Kriteria RSPO. Sebaliknya, penelitian telah menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara perkebunan bersertifikat dan non-bersertifikat, dan kebakaran, kehilangan lahan gambut dan pelanggaran HAM dan buruh telah berulang kali terungkap di perkebunan bersertifikat RSPO. [2]

“Planet ini, komunitas dan pekerja yang terkena dampak, dan masyarakat global tidak dapat lagi menunggu RSPO untuk perlahan-lahan mendorong perusahaan anggota ke arah yang benar, apalagi membiarkan mereka melakukan kerusakan terhadap lingkungan maupun manusia. Agar tetap relevan di dunia saat ini, RSPO harus segera memperkuat sistem penjaminannya dan menjadikan seluruh proses — sertifikasi, pemantauan, audit, pengaduan, dan penegakan — yang kredibel dan kuat. Kami meminta semua anggota RSPO untuk merespons ajakan ini mengingat sangat urgen dan perlu tindakan segera. ”

Para pihak yang menandatangani:

Environmental Investigation Agency

Friends of the Earth Japan

Grassroots

Greenpeace

HUTAN Group

Japan Tropical Forest Action Network (JATAN)

Organisasi Penguatan dan Pengembangan Usaha-Usaha Kerakyatan (OPPUK)

Rainforest Action Network

SumOfUs

Verité Southeast Asia

Yayasan Pusaka Bentala Rakyat

Kaoem Telapak

IAR Indonesia Foundation (YIARI)

Sarawak Dayak Iban Association (SADIA)


[1] Grassroots, Environmental Investigation Agency. “ Who Watches the Watchmen 2: The continuing incompetencce of the Roundtable on Sustainable Palm Oil’s assurance systems.” November 2019.

[2] Morgans, C.L. et al. (2018) Evaluating the effectiveness of palm oil certification in delivering multiple sustainability objectives. Environmental Research Letters. 13(6).

Carlson, K.M. et al. (2018) Effect of oil palm sustainability certification on deforestation and fire in Indonesia. PNAS. 115 (1): 121-126.

Nagari Institute, Masyarakat Kehutanan Lestari, and Forest Peoples Programme. “Survey of Human Rights Violations in the Oil Palm Concession Areas of Wilmar International in West Sumatra.” November 4, 2019.

International Labor Rights Forum, OPPUK, and Rainforest Action Network. “The Human Cost of Conflict Palm Oil Revisited: How PepsiCo, Banks, and the Roundtable on Sustainable Palm Oil Perpetuate Indofood’s Worker Exploitation.” November 2017.