Jakarta, 14 Oktober 2019. Majelis Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP) memutuskan informasi Hak Guna Usaha (HGU) di Provinsi Papua dan Papua Barat sebagai informasi publik yang bersifat terbuka. KIP memerintahkan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN (Termohon) untuk memberikan informasi HGU tersebut kepada Greenpeace Indonesia (Pemohon) dalam amar putusan sengketa informasi. 

Deforestation in Papua. © Ardiles Rante / Greenpeace

“Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian, menyatakan informasi yang dimohonkan pemohon yaitu: nama pemilik HGU dan daftar HGU terlantar di provinsi Papua dan Papua Barat sebagai informasi publik yang bersifat terbuka.” kata Hendra J Kede selaku Ketua Sidang dan Wakil Ketua KIP saat membacakan amar putusan, di Ruang Sidang KIP, Jakarta, Senin (14/01/2019).

Namun putusan KIP kali ini mengecualikan peta areal HGU sebagai informasi yang tertutup. Greenpeace Indonesia menyayangkan putusan KIP ini, sebab alasan yang menjadi bahan pertimbangan majelis adalah soal isu keamanan negara di Papua yang tidak memiliki korelasi dengan informasi HGU.

“Informasi lengkap HGU disertai peta sebaliknya akan memperjelas status kepemilikan izin, sehingga penguasaan ilegal yang memicu konflik dapat dihindari,” kata Asep Komarudin Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia.

Terdapat tiga tuntutan serupa yang telah diperkuat putusan Mahkamah Agung yang menyatakan HGU adalah informasi terbuka tanpa pengecualian. [1] Selain itu, LBH Papua sendiri telah memenangkan gugatan informasi hingga PTUN di Jayapura, terkait data HGU 31 perusahaan sawit yang beroperasi di provinsi Papua.

“Informasi HGU tanpa peta seperti melucuti fungsi kontrol publik terkait isu HGU bermasalah, putusan ini justru melemahkan,” lanjut Asep.  

“Putusan KIP ini bertentangan dengan UU Keterbukaan Informasi Publik pasal 11 ayat 2 yakni Informasi Publik yang sudah dinyatakan terbuka melalui mekanisme penyelesaian sengketa, merupakan informasi yang wajib tersedia setiap saat,” tutup Asep.

Anggota Majelis Komisioner Arif Adi Kuswardono, memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion dengan dua majelis lain yang menilai dokumen HGU adalah informasi yang terbuka.  Arif menilai dalil Kementerian ATR/BPN soal pemberian informasi HGU berpotensi disalahgunakan untuk kampanye sawit dan membahayakan keamanan negara adalah suatu dalil yang belum terbuktikan.

Greenpeace Indonesia pada 18 April 2018 melayangkan gugatan sengketa informasi terhadap Kementerian ATR/BPN dan telah menjalani rangkaian sidang sejak Desember 2018. [2]

 

Catatan

[1]  Putusan MA terkait HGU:

 

[2] Kronologi sengketa informasi:

  • 30 Januari 2018: Greenpeace Indonesia mengajukan permintaan informasi kepada Kementerian ATR/BP terkait data lengkap HGU untuk provinsi Papua dan Papua Barat serta data HGU terlantar.
  • Hingga lebih dari jangka waktu yang ditentukan dalam UU No 14 Tahun 2008 tentang KIP, Kementerian ATR/BPN tidak memberikan jawaban
  • 8 Maret 2018: Greenpeace Indonesia mengirim surat pernyataan keberatan atas permintaan informasi yang ditujukan kepada Kepala PPID Kementerian ATR/BPN
  • 27 Maret 2018P: Kementerian ATR/BPN membalas surat; “menyatakan tidak dapat menyajikan dokumen yang diminta karena belum terdokumentasikan dengan lengkap dan saat ini sedang dalam penyusunan peraturan dan NSPK terkait data dan informasi HGU.”
  • 18 April 2018: Greenpeace Indonesia mengajukan permohonan penyelesaian sengketa informasi ke Komisi Informasi Publik (KIP)
  • 3 Desember 2018: Sidang perdana | Greenpeace x Kementerian ATR/BPN
  • 14 Oktober 2019: Putusan sengketa informasi

 

Kontak Media:

Asep Komarudin, Jurukampanye Hutan Greenpeace Indonesia, 081310728770, [email protected]

Rully Yuliardi, Jurukampanye Media Greenpeace Indonesia, 08118334409, [email protected]