Marrakesh, 16 November 2016 – Greenpeace Indonesia menyambut baik pernyataan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar dalam pidato perubahan iklimnya hari ini yang mengakui pentingnya peran hutan dan energi. Namun, pemerintah Indonesia tidak menunjukkan niat yang kuat untuk beralih dari ketergantungan terhadap batu bara dan menghentikan deforestasi. Selain itu, pemerintah masih memperlihatkan keengganannya untuk keterbukaan yang memungkinkan dilakukannya pemantauan oleh publik, dan masih jauh dari tujuan pengurangan, target emisi Indonesia benar-benar mewakili peningkatan emisi gas rumah kaca sekitar sepertiga dari 2015-2030.

“Di antara kebijakan Menteri LHK yakni moratorium konversi hutan alam sejak  tahun 2011 lalu,memperlihatkan kegagalan dalam melindungi jutaan hektar hutan dan gambut. Hal ini dapat dilihat dari  angka yang di keluarkan  oleh pemerintah saat ini menunjukkan bahwa tingkat rata-rata deforestasi secara nasional justru meningkat [1]. Lebih buruk lagi, dokumen UNFCCC Indonesia menunjukkan rencana pemerintah untuk melanjutkan penghancuran 13 juta hektar hutan dalam tiga dekade mendatang [2]. “Kita mengingkari deklarasi New York atas komitmen perlindungan hutan untuk mencapai nol deforestasi pada 2030,” kata Kiki Taufik, Kepala Kampanye Global Hutan Indonesia, Greenpeace Indonesia.

“Kebijakan lainnya yang disampaikan merupakan janji yang lama untuk mempublikasikan Peta Tunggal. Namun demikian kata “keterbukaan” sepertinya menjadi kata yang dihindari oleh pemerintah Indonesia. Menteri LHK saat ini justru mengajukan banding di pengadilan untuk melawan masyarakat sipil yang meminta transparansi atas data tutupan hutan dan tata ruang. Komitmen untuk mewujudkan penurunan emisi melalui kebijakan kehutanan adalah hal penting, tapi itu tidak akan berarti kecuali ada keterbukaan penuh terhadap data dasar, peta dan metodologi, yang memungkinkan pengawasan independen dan perhitungan akurat atas apa yang sebenarnya sedang terjadi di lapangan,” kata Kiki [3]

Greenpeace Indonesia juga menekankan bahwa rencana pengurangan emisi Indonesia masih sangat lemah. Rencana pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 35.000 Megawatt masih mengalokasikan lebih dari 20.000 Megawatt untuk PLTU batu bara. Target untuk energi terbarukan hanya 23% pada 2025 dan 31% pada 2050.

Hindun Mulaika, Kepala kampanye iklim dan energi Greenpeace Indonesia mengatakan:
“Tak satu pun dari target tersebut akan dapat tercapai dengan paradigma berpikir dan kebijakan saat ini. Tidak ada dorongan untuk pengembangan energi terbarukan, bahan bakar fosil masih disubsidi dan lobi industri batubara memberikan pengaruh berbahaya dalam cara berpikir pemerintah Indonesia.”

“Pengembangan bahan bakar fosil harus dihentikan sekarang. Tidak ada ruang lagi untuk  pembangkit listrik tenaga uap (PLTU)  berbahan bakar batu bara. Namun, Indonesia masih terus berinvestasi dalam industri kuno yang mematikan, mengancam kualitas udara kita, kesehatan rakyat Indonesia dan masa depan planet kita. Rencana pemerintah bahwa paling tidak  25% sumber energi akan berasal dari batu bara selambat-lambatnya pada akhir 2050 mungkin akan menjadi sekedar rekaan. Dengan kebijakan saat ini, jumlah PLTU batu bara akan jauh lebih banyak dari itu. Rencana energi Indonesia adalah  catatan bunuh diri bagi planet kita.”

Catatan Editor:

Ralat: Kami memohon maaf ada kesalahan penulisan pada bagian target pemerintah untuk energi terbarukan hanya 31% pada 2030, seharusnya tertulis 31% pada 2050. Demikian ralat dari kami. Terima kasih.

[1] Dirjen Perubahan Iklim, Menteri KLHK  (2015) Biennial Update Report (BUR) versi pertama di bawah United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) : 3–9
[2] BUR 1-12 mengindentifikasi sekitar 15.4 juta hektar hutan tersedia untuk deforestasi yang direncanakan (sebagai HPK dan konsesi APL) BUR (4-6); Dan NDC memproyeksikan deforestasi terencana 450,000 hektar per tahun.
[3] Hutan dan Lahan lainnya adalah penting untuk penyerapan CO2 tambahan untuk mencapai target tingkat 1.5ºC dari Kesepakatan Paris. Mereka membutuhkan aturan penghitungan yang komprehensif, transparan dan terpisah yang memudahkan penghentian deforestasi dan pemulihan hutan dan penyerapan karbon alam lainnya. Negara-negara berkembang membutuhkan dukungan tambahan dari dana iklim hijau dan tidak melalui skema offset untuk sektor ini. NDC harus meningkatkan target dari hutan dan lahan, yang tidak memadai di negara-negara berkembang dan hampir tidak ada di negara maju.

Kontak Media:
Kiki Taufik, Kepala Kampanye Global Hutan Indonesia, Greenpeace Indonesia. [email protected],  +62 811 870 6074
Hindun Mulaika, Kepala kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, [email protected], +62 811 8407 113
Arif Fiyanto, Koordinator Regional Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara, [email protected], +628111805373