Jakarta, 7 November 2018 – Dari Jakarta ke London, New York ke Istanbul, para seniman menggunakan dinding kota sebagai kanvas mereka, demi mencuri perhatian publik soal adanya kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia dan Papua Nugini oleh perkebunan kelapa sawit yang masih terlibat perusakan hutan.

Wings of Paradise Mural in Berlin. © Chris Grodotzki

Lukisan dinding atau mural berukuran 25 meter persegi, termasuk lukisan menjulang tinggi di Taipei – merupakan bagian dari Wings of Paradise yang telah menyebar di 20 kota-kota besar di dunia[1] sebagai bagian dari kampanye Greenpeace yang mendesak perusahaan-perusahaan merek global agar berhenti membeli minyak sawit dari para perusak hutan, untuk melindungi hutan, keanekaragaman hayati dan masyarakat lokal.

Terinspirasi oleh kuil-kuil kuno di Asia Tenggara, Artis Hui Ling LEE bersama dengan 30 relawan membawa mural berukuran 106 meter persegi ke jalanan di Kuala Lumpur, ia menjelaskan:

“Semoga mural Wings of Paradise menjadi titik awal untuk membuka dialog melalui aktivisme kesenian. Dari Malaysia, kami ingin menceritakan kisah deforestasi dan perjuangan masyarakat Papua. Kami berharap seni kami akan meningkatkan kesadaran dan menginspirasi tindakan untuk melindungi hutan Papua yang kaya akan keanekaragaman hayati, pada saat yang sama kami menyoroti keindahan dan keragaman kreasi”

Annisa Rahmawati, Jurukampanye Hutan Greenpeace Indonesia mengatakan:

“Hutan adalah paru-paru planet ini dan pertahanan terkuat kita terhadap perubahan iklim. Selama lebih dari dua dekade, industri minyak sawit dan perusahaan merek rumah tangga global masih terus membeli sawit dari para perusak hutan, mengacuhkan perlindungan hutan. Dari sudut-sudut tembok kota yang terlantar hingga tembok di pusat kota, para seniman-aktivis di seluruh dunia ini melukis mural untuk menyampaikan pesan yang kuat kepada perusahaan: agar segera menghentikan deforestasi.”

Bonsai, seniman mural di Geelong, Australia, mengatakan:

“Saya menggambar spesies burung Ribbon Tailed Astrapia di dalam lanskap hutan yang sedang dihancurkan. Saya merasa apa yang telah kita ambil dari bumi dan dijual di swalayan, tanpa ada  sedikitpun dipikirkan soal dampaknya terhadap lingkungan. Saat melukis, banyak orang mendekati saya dan tertarik mengapa saya melukis burung cenderawasih, dan percakapan tersebut mengarah pada produk berbahan minyak sawit yang dibeli dari para perusak hutan. Saya harap percakapan soal ini akan terus berlanjut.”

Selama berabad-abad, hutan di Papua – pulau terbesar kedua di dunia – telah terlindungi oleh hutan lebat. Tetapi karena industri kelapa sawit memperluas operasi disana, ekosistem yang rapuh ini terancam, mempertaruhkan habitat dari spesies unik seperti burung cenderawasih. Ada 41 spesies burung cenderawasih yang diketahui dan 37 dari mereka tinggal di wilayah Papua dan Papua Nugini.

Ricky Lee Gordon, yang membawa mural baru di dinding Kota Kamboja di Long Beach, California mengatakan:

“Saya telah memilih untuk melukis seorang wanita Indonesia lokal yang mengawasi hutan terbakar yang hangus oleh penggundulan hutan dan dua burung cenderawasih tengah menyelamatkan diri. Saya ingin menunjukkan bahwa masalahnya tidak hanya mempengaruhi kita secara lokal, tetapi juga global.”

Ilustrator dan penulis Matt Sewell memamerkan lukisan dindingnya di pusat seni jalanan terkenal di London, Shoreditch. Ini menunjukkan burung-burung emas cenderawasih terbang melarikan diri dari buldoser dan kebakaran hutan serta sejumlah spesies burung cenderawasih panji dan Riflebird di pohon-pohon yang tersisa.

Dalam menggambarkan seninya Sewell berkata:

“Saya melukis burung setiap hari, dari yang biasa hingga yang ajaib. Sungguh berarti bagi saya mendapatkan kesempatan untuk melukis burung cenderawasih, agar dapat membantu meningkatkan kesadaran soal hilangnya habitat mereka karena keberadaan raksasa minyak sawit. Jika saya dapat membantu menyebarkan kata untuk burung-burung menakjubkan ini dengan cara sekecil apa pun itu adalah mimpi yang menjadi kenyataan. Dunia akan menjadi tempat yang lebih menyedihkan tanpa burung cendrawasih kita”

Kelompok relawan di seluruh dunia juga menggunakan berbagai mural burung cenderawasih rancangan Sewel dalam bentuk seni pop-up kardus, untuk memperkuat kesan keberadaan burung-burung ini disekitar mereka.

Greenpeace menyerukan kepada merek besar seperti Nestlé, Unilever dan Mondelez untuk menjaga komitmen yang mereka buat 10 tahun lalu, serta segera memutus rantai pasokan minyak sawit dari pedagang yang masih terlibat praktik deforestasi.

Foto dan Video:

https://media.greenpeace.org/collection/27MZIFJW1M68R
https://media.greenpeace.org/collection/27MZIFJWQ7O41
https://media.greenpeace.org/collection/27MDHUH8MXH

Pernyataan Seniman dan Lokasi dengan Gambar Mural:

https://docs.google.com/document/d/1FkBEBc_liBp6eGvxip6DZiOoxukKtM76pJTHCljo7V8/edit

Catatan:

  1. Mural telah muncul di kota-kota berikut:
    • Bangkok, Thailand
    • Berlin, Jerman
    • Bondy & Vitry (dekat Paris), Prancis
    • Breda, Belanda
    • Cancun, Meksiko
    • Geelong, Australia
    • Istanbul, Turki
    • Jakarta, Indonesia
    • Kuala Lumpur, Malaysia
    • London, Inggris
    • Los Angeles, AS
    • Mendoza, Argentina
    • New York, AS
    • Oakland, AS
    • Praha, Republik Ceko
    • Santiago de Chile, Chili
    • Taipei, Taiwan
    • Tokyo, Jepang
    • Wina, Austria
    • Wellington, Selandia Baru

Kontak:

  • Annisa Rahmawati, Jurukampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Tel 62-811-1097-527 , email [email protected].
  • Rully Yuliardi Achmad, Jurukampanye Media Greenpeace Indonesia, Tel 62- 811-8334-409, email [email protected].