JAKARTA, 28 Juli 2017 – Komitmen perlindungan hutan dan gambut Presiden Joko Widodo kini tengah diuji dengan kembali maraknya kebakaran hutan dari Sabang hingga Merauke. Titik api bermunculan di lahan gambut milik konsesi perusahaan, bahkan sepertiga dari titik api pada bulan Juli ini terjadi di wilayah moratorium yang seharusnya dilindungi.

Berdasarkan analisis dengan memakai data dan metodologi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) atas titik api dengan tingkat kepercayaan 80%, telah terjadi peningkatan dua kali lipat dari 148 menjadi  283 titik api [1]. KLHK sendiri bahkan mengkonfirmasi adanya kebakaran yang  terencana dan terstruktur di wilayah moratorium di Mandau, Riau untuk perluasan kebun sawit [2].

“Ini merupakan bukti bahwa moratorium dan pelaksanaannya masih lemah. Masih banyak  yang harus dilakukan Pemerintah untuk melindungi rakyatnya dari bencana serta melindungi hutan dan gambut yang tersisa di Indonesia. Termasuk pertanyaan bagaimana upaya penegakan hukum setelah temuan ini dan juga temuan-temuan sebelumnya,” ujar Annisa.

Sementara kondisi udara makin memburuk terjadi di Riau dan Aceh Barat dan dilaporkan telah membuat masyarakat menderita dan dievakuasi, bahkan sudah ada korban jiwa [3]. Jika hal ini terus berlangsung dan penegakan hukum tetap lemah, maka bukan tidak mungkin krisis asap pada tahun 2015 akan berulang.

“Ini adalah lonceng peringatan bahwa janji perlindungan hutan dan gambut tidak boleh hanya di atas kertas, namun yang terpenting adalah pelaksanaannya. Upaya mendorong bisnis daripada perlindungan hutan dari pemerintah adalah pilihan sangat buruk,” kata Annisa Rahmawati, Jurukampanye Hutan Greenpeace Indonesia.

Pemerintah Indonesia melaporkan bahwa pada  tahun 2015 lalu, lebih dari 2 juta hektar hutan dan lahan telah terbakar. Analisis Greenpeace mengungkap bahwa sepanjang krisis tersebut setengah dari titik api berada di wilayah gambut, dimana praktek pengeringan gambut oleh industri telah menciptakan kondisi mudah terbakar.  Mulai 1 Agustus hingga 26 Oktober 2015, sekitar  40% dari titik api teridentifikasi di  wilayah konsesi perusahaan HPH, bubur kertas dan sawit, meski sampai saat ini belum ada peta resmi yang dikeluarkan Pemerintah untuk keseluruhan perkebunan tersebut. [4]

Perintah Presiden sejak 2014 untuk segera melakukan pembendungan kanal-kanal dan pembasahan di gambut-gambut kritis di wilayah konsesi perusahaan untuk mencegah kebakaran hutan jelas tidak dipatuhi oleh perusahaan. Hal ini dibuktikan oleh masih banyaknya titik-titik api terpantau di wilayah tanggung jawab mereka. Semua pihak harus bekerja sama, dan pemerintah harus tegas turun tangan meminta pertanggungjawaban dan menegakkan hukum bagi mereka yang tidak patuh.

Catatan editor:

[1] LAPAN: http://modis-catalog.lapan.go.id/monitoring/hotspot/index dan

SiPongi/ Karhutla Monitoring Sistem: http://sipongi.menlhk.go.id/hotspot/matrik_tahunan?satelit=LPN-MODIS&thn=2017

[2] https://news.detik.com/berita/3575351/klhk-lahan-dibakar-di-riau-milik-pabrik-kertas-yang-izinnya-dicabut

[3] http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-40717696 dan http://regional.kompas.com/read/2017/07/24/05210881/dampak-kebakaran-lahan-di-aceh-barat-3-orang-dibawa-ke-rumah-sakit dan

https://daerah.sindonews.com/read/1224030/174/kakek-berusia-99-tahun-tewas-karena-kebakaran-hutan-di-riau-1501017379

[4] http://www.greenpeace.org/seasia/id/press/releases/Greenpeace-Indonesia-Menyerukan-Industri-Perkebunan-Indonesia-Segera-Menanggulangi-Api-dan-Menjalankan-Solusi-Kebakaran-Hutan-Jangka-Panjang/

Kontak:

  • Annisa Rahmawati, Jurukampanye Hutan Greenpeace Indonesia, +628111097527; [email protected]
  • Zamzami, Jurukampaye Media Greenpeace, +628117503918

Permintaan foto kebakaran hutan terbaru:

https://media.greenpeace.org/CS.aspx?VP3=LoginRegistration&L=True&R=False Silahkan hubungi Jurnasyanto Sukarno, Foto Editor Greenpeace [email protected] atau tel: +62 812-8827-0737