Jakarta, 28 September 2017. Sejumlah aktivis Greenpeace hari ini menyampaikan pesan melalui aksi di depan Kementerian Kesehatan, menyuarakan tentang bahaya polusi udara. Dengan mengenakan baju menyerupai anatomi tubuh manusia, lengkap dengan paru-paru hitam akibat terpapar PM 2.5, partikel polutan yang paling berbahaya, para aktivis juga memegang papan yang bertuliskan #JakartaUnderPollution.
Berdasarkan pemantauan kualitas udara yang dilakukan oleh Greenpeace Indonesia sejak Januari hingga Juni di 21 lokasi [1], data pengukuran menunjukkan indikasi bahwa kualitas udara telah memasuki level tidak sehat. Temuan ini serupa dengan hasil pemantauan udara yang juga dilakukan oleh Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta. Angka PM 2.5 harian di sejumlah lokasi tersebut jauh melebih standar WHO yaitu 25µg/m3 dan juga Baku Mutu Udara Ambien Nasional, yaitu 65µg/m3.
PM 2.5 dapat terhirup dan mengendap di organ pernapasan. Jika terpapar dalam jangka panjang, PM 2.5 dapat menyebabkan infeksi saluran pernapasan akut terutama bagi anak-anak hingga kanker paru-paru. Selain itu, PM 2.5 dapat meningkatkan kadar racun dalam pembuluh darah yang dapat memicu stroke, penyakit kardiovaskular dan penyakit jantung lainnya, serta dapat membahayakan ibu hamil karena berpotensi menyerang janin.
Dengan menggabungkan analisis risiko dari Global Burden of Disease Project yang dilaksanakan the Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) dan konsentrasi rata-rata PM 2.5 tahunan, Greenpeace dapat menghitung meningkatnya resiko kematian karena penyakit tertentu pada berbagai konsentrasi rata-rata PM 2.5  tahunan. Salah satu hasil perhitungan, risiko kematian akibat penyakit stroke di 21 lokasi pemantauan meningkat dua kali lebih tinggi akibat tingginya konsentrasi PM 2.5.
“Selama ini, pemerintah dan lembaga terkait hanya memantau partikel polutan PM 10, sementara PM 2.5 tidak dipantau. Keberadaan perangkat pemantauan kualitas udara untuk PM 2.5 berikut publikasinya sangatlah penting mengingat resiko penyakit yang ditimbulkan, ujar Bondan Andriyanu, Jurukampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia.
Melalui aksi ini, Greenpeace ingin menyampaikan bahwa pemerintah khususnya Kementerian Kesehatan harus memperhatikan masalah polusi udara yang secara nyata menjadi ancaman serius kesehatan masyarakat. Kementerian Kesehatan berperan penting dalam menciptakan panduan ataupun early warning system ketika kualitas udara memasuki level tidak sehat atau bahkan berbahaya.
Apabila  Kementerian Kesehatan mengemban tanggung jawabnya untuk menjaga kesehatan rakyat, seharusnya Kementrian Kesehatan juga dapat merekomendasikan untuk memperketat peraturan mengenai baku mutu udara ambien Indonesia yang rata-rata 3 kali lebih tinggi dari  standar WHO, dan juga memperketat regulasi emisi pembangkit tenaga listrik termal Indonesia yang sangat longgar dibandingkan dengan mayoritas negara lainnya.
“Masyarakat berhak mendapatkan informasi yang layak tentang bahaya polusi udara dan mengetahui seberapa buruk paparan langsung (real time exposure) yang diterima oleh mereka akibat polusi udara”, tutup Bondan.

Kontak media:

  • Bondan Andriyanu, Jurukampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, 0811-8188-182
  • Rahma Shofiana, Jurukampanye Media Greenpeace Indonesia, 0811-1461-674

Catatan editor:

[1] Siaran pers “Memantau Kualitas Udara Melalui Aplikasi UdaraKita”  http://www.greenpeace.org/seasia/id/press/releases/Memantau-Kualitas-Udara-Melalui-Aplikasi-UdaraKita/
[2] Briefing Paper; Kualitas Udara yang Buruk di Jabodetabek
https://www.greenpeace.org/static/planet4-indonesia-stateless/2019/02/4c6a5ed0-4c6a5ed0-briefing-paper-kualitas-udara-yang-buruk-di-jabodetabek.pdf
[3] Link foto terkait polusi udara
http://media.greenpeace.org/C.aspx?VP3=SearchResult&VBID=27MZV8YLD4SYW&SMLS=1&RW=1366&RH=659#/SearchResult&VBID=27MZV8YLD4SYW&SMLS=1&RW=1366&RH=659&PN=1