JAKARTA, 25 September 2017. Seiring dengan berlangsungnya pertemuan tahunan Satuan Tugas Hutan dan Iklim Gubernur (GCF) di Kalimantan, Greenpeace Indonesia ingin mengingatkan pemerintah pusat dan daerah untuk memegang teguh komitmen-komitmen mengatasi deforestasi yang sudah disampaikan kepada masyarakat internasional dan mengimplementasikannya di lapangan dengan benar.

Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Perjanjian Paris tahun lalu, yang telah tertuang dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2016. Targetnya, mengurangi emisi gas rumah kaca sebanyak 29% pada tahun 2030, dan sebanyak 41% dengan dukungan internasional. Sejalan dengan itu, pemerintah bahkan terus melanjutkan kebijakan penundaan pemberian izin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut yang berlangsung sejak 2011.   

Di tingkat provinsi, ada tujuh provinsi yaitu Aceh, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Papua, Papua Barat dan Kalimantan Utara (baru bergabung Agustus 2016) yang ikut serta dalam GCF. Tahun 2014, di Brasil, enam provinsi pertama bersama dengan 23 negara bagian dan provinsi negara-negara lain, menelurkan komitmen mengurangi deforestasi hutan tropis yang tercantum dalam Deklarasi Rio Branco. Dalam deklarasi tersebut, deforestasi harus berkurang sebanyak 80% pada 2020.

Apa hasil implementasi komitmen-komitmen tersebut? Deforestasi masih tetap berlangsung! Dalam dokumen Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Perubahan Iklim (UNFCCC) tertera rencana pemerintah untuk menghancurkan sekitar 13 juta hektar hutan dalam tiga dekade mendatang. [1] Deforestasi bukannya berhenti, malah trennya meningkat. Wilayah hutan di Indonesia pun ditaksir bisa berkurang hingga 25% pada 2030. [2] 

Di Kalimantan Barat, misalnya, Gubernur Cornelis justru bersikap tidak tegas dengan mempertanyakan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2016 tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut kepada Presiden Joko Widodo. Pasalnya, sejumlah perusahaan yang bergerak di bidang hutan tanaman industri di Kalimantan Barat berpotensi terkena dampak beleid tersebut sehingga mengganggu bisnis mereka. “Gubernur Cornelis harus melihat fakta bahwa tingkat kebakaran hutan dan lahan gambut di wilayahnya cukup tinggi,” ujar Kiki Taufik, Kepala Kampanye Hutan Global Greenpeace untuk Indonesia.

Pembukaan lahan gambut menjadi area produksi tanaman perkebunan di provinsi tersebut tetap gencar. Di Kabupaten Ketapang, misalnya, hutan gambut di Lansekap Sungai Putri kini terancam rusak. Di lansekap tersebut, perusahaan PT Mohairson Pawan Khatulistiwa sedang beroperasi membangun kanal membelah lahan gambut.

“Kami sangat kecewa pemerintah pusat dan daerah terlihat tidak satu suara soal perlindungan lahan gambut,” tegas Kiki.

Pemerintah Indonesia dan daerah harusnya bersikap tegas. Tidak boleh ada lagi ruang negosiasi terhadap komitmen yang sudah diucapkan. Deforestasi harus dihentikan segera. “Perlindungan terhadap lahan gambut tersisa di seluruh Indonesia harus dilakukan baik oleh pemerintah daerah dan pemerintah pusat,” tutup Kiki.

 

Catatan:

[1] http://www.greenpeace.org/seasia/Press-Centre/Press-Releases/Indonesias-plans-for-forests-and-energy-betray-spirit-of-Paris-Agreement/

[2] http://climateactiontracker.org/countries/indonesia.html

Siaran Pers terkait:

Pemerintah Belum Cukup Melindungi Hutan dan Gambut http://www.greenpeace.org/seasia/id/press/releases/Pemerintah-Belum-Cukup-Melindungi-Hutan-dan-Gambut/

Greenpeace: Kebakaran dan Kabut Asap Meningkat: Ujian bagi Komitmen Presiden untuk Perlindungan Hutan dan Gambut http://www.greenpeace.org/seasia/id/press/releases/Greenpeace-Kebakaran-dan-Kabut-Asap-Meningkat-Ujian-bagi-Komitmen-Presiden-untuk-Perlindungan-Hutan-dan-Gambut/

 

Link Foto:

http://media.greenpeace.org/collection/27MZIFJXSUCDV

 

Kontak Media:

Kiki Taufik, Kepala Kampanye Hutan Global Greenpeace untuk Indonesia, [email protected], telp 08118706074 

Ester Meryana, Jurukampanye Media Greenpeace Indonesia, [email protected], telp 08111924090