7 Mei, Bali, Indonesia – Coaltrans, ajang industri batubara besar global hari ini dimulai di Nusa Dua, Bali, Indonesia, kurang dari seminggu setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan bahwa sembilan dari sepuluh orang di dunia menghirup udara yang terkontaminasi polutan dalam level yang berbahaya.

Munjiah memegang hasil pindai X-Ray dadanya yang menunjukkan titik-titik indikasi debu batu bara di rumahnya di Cilacap. Wanita berusia 50 tahun ini didiagnosa mengidap penyakit paru obstruktif kronis.

“Meningkatnya kembali penggunaan batu bara, gas dan minyak bumi pada 2017, yang artinya tidak hanya meningkatkan emisi CO2 tetapi juga meningkatkan emisi polutan udara beracun, membawa risiko bagi kesehatan masyarakat. Ini harus diatasi segera,” ujar Lauri Myllyvirta, ahli polusi udara Greenpeace.

Polusi udara dari pembangkit listrik tenaga batubara di Asia Tenggara telah berkontribusi pada 20.000 kematian dini per tahun. Jika rencana pembangunan PLTU-PLTU baru berjalan, diperkirakan angka ini bisa meningkat hingga 70.000 dari bermacam penyakit seperti kanker paru-paru, stroke, serta penyakit pernafasan, menurut riset dari Universitas Harvard dan Greenpeace International (1).

Para pelaku industri fosil saat ini sedang berkumpul, membangun jaringan, dan melakukan kesepakatan-kesepakatan bisnis di sebuah hotel mewah di Bali, pulau indah yang saat ini sedang menghadapi persoalan serius terkait batubara. Beberapa unsur masyarakat di Celukan Bawang sedang berupaya menentang rencana ekspansi PLTU di daerah tersebut, yang akan berdampak pada lingkungan serta sumber penghidupan masyarakat sebagai petani dan nelayan [2]

Beberapa hari lalu aktivis Greenpeace Indonesia juga menghalau tongkang-tongkang pengangkut batu bara yang secara ilegal memasuki Taman Nasional Karimunjawa. Riset dan dokumentasi yang dilakukan Greenpeace memperlihatkan betapa praktik ilegal ini merusak terumbu karang dan berdampak pada penghasilan nelayan setempat.[3]

“Saat industri batu bara berkumpul di Bali untuk menyelamatkan masa depan bisnis mereka, kesehatan dan pencaharian masyarakat Indonesia sedang terancam. Negeri ini tidak layak mendapatkan masa depan yang dibangun di atas batubara. Ini saatnya pemerintah berfihak pada masyarakat dibanding industri fosil, dan segera beralih ke energi terbarukan,” ujar Hindun Mulaika, Jurukampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia.

“Lagipula batu bara adalah industri yang akan segera berakhir. Tidak hanya kesadaran global akan dampak buruknya, tetapi investor-investor besar mulai enggan menaruh modalnya di sektor ini dalam rangka menghindari risiko aset yang terbengkalai,” jelas Hindun.

Konferensi industri batubara terbesar di Asia yang dihadiri pejabat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ini menunjukan bahwa pemerintah masih memberikan dukungan yang sangat besar terhadap dominasi batubara, yang sudah jelas terbukti menghasilkan polusi tinggi dan dampak sosial ekonomi terhadap masyarakat setempat.

Batu bara telah menjadi sumber energi yang ditinggalkan, dan digantikan oleh sumber energi terbarukan di belahan dunia lainnya seperti Amerika dan Eropa. Bahkan negara-negara di Asia Timur seperti China juga telah memanfaatkan tenaga surya dan angin dengan kapasitas yang sangat besar.

Deutsche Bank, bank terbesar di Jerman, telah menyatakan akan menghentikan mendanai proyek batu bara sebagai bagian dari komitmen terhadap Kesepakatan Paris untuk menghentikan dampak perubahan iklim. Selain itu, badan pendanaan internasional seperti Bank Dunia, Bank Export Import Amerika Serikat, dan Bank Eropa untuk Rekonstruksi dan Pembangunan, juga memutuskan untuk berhenti berinvestasi di pembangkit listrik tenaga Batu bara.[1]

Catatan untuk Editor

  1. Cancelling new coal plants in Southeast Asia, Korea, Japan would save 50,000 lives a year http://www.greenpeace.org/archive-international/en/press/releases/2017/Cancelling-new-coal-plants-in-Southeast-Asia-Korea-Japan-would-save-50000-lives-a-year/
  2. Greenpeace Indonesia: RUPTL 2018-2027 Telah Disahkan, PLTU Celukan Bawang 2×330 MW Tetap Menjadi Proyek Siluman https://www.greenpeace.org/seasia/id/press/releases/RUPTL-2018-2027-Telah-Disahkan-PLTU-Celukan-Bawang-2×330-MW-Tetap-Menjadi-Proyek-Siluman/
  3. Greenpeace Indonesia: Laporan Kerusakan Terumbu Karang Karimunjawa http://m.greenpeace.org/seasia/id/high/press/reports/Laporan-Kerusakan-Terumbu-Karang-Karimunjawa/

Kontak
Hindun Mulaika, Greenpeace Indonesia Climate and Energy Campaigner, +62 8118407113, [email protected]
Rully Yuliardi, Greenpeace Indonesia Media Campaigner, +62 8118334409, [email protected]


[1] Coal mining: In the depths. The Economist. 2015