Sebuah legal anotasi dari koalisi masyarakat sipil.

Cooking with Palm Oil in Sumatra. © Greenpeace / John Novis
Palm oil used for cooking. Oil palm plantations have expanded rapidly over the past two decades in Indonesia, clearing large swathes of natural forest and critical peatland areas. Promises of economic development and jobs to local communities have not come true for many. An innovative, independent small-holder approach to palm oil production has delivered social and economic benefits and helped protect the remaining forest. The Dosan community has committed to protecting its forests and moving to improved environmental management practices that include zero burning, no herbicide use and improved water management to maintain the peatland water system. © Greenpeace / John Novis

Kejaksaan Agung melakukan terobosan dalam penegakan hukum kasus korupsi ekspor minyak sawit mentah (CPO) yang melibatkan korporasi. Pada kasus ini, salah satu bentuk terobosan dalam dakwaan jaksa adalah penerapan unsur kerugian perekonomian negara yang jauh lebih luas dibanding kerugian keuangan negara. 

Meski demikian, koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari Satya Bumi, Greenpeace Indonesia, Sawit Watch, WALHI, Yayasan Madani Berkelanjutan, dan Indonesia for Global Justice memiliki beberapa catatan kritis, di antaranya sebagai berikut:

  1. Penerapan pasal yang menjadikan pembuktian fokus pada aktor pemerintah, sedangkan peran korporasi dilihat sebagai turut serta. Kejaksaan semestinya menerapkan Pasal 20 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, yang telah mengadopsi teori pertanggungjawaban pidana korporasi vicarious liability. Teori ini bisa menjerat pelaku korporasi sejak awal.
  2. Kedua, pengabaian peristiwa lahirnya kebijakan yang membuka ruang terjadinya tindak pidana korupsi ekspor CPO. Jika mempertimbangkan peristiwa rangkaian perubahan kebijakan peraturan Menteri Perdagangan ihwal domestic market obligation (DMO) yang berubah dalam hitungan hari, yang terjadi, kasus ini bisa dikembangkan menjadi korupsi kebijakan. 
  3. Belum tergalinya motif dari sisi pemerintah di balik perubahan kebijakan yang begitu drastis dan membuka ruang bagi korporasi untuk bermanuver dalam persetujuan ekspor.

Kasus ini tidak dapat dilepaskan dari peristiwa langkanya minyak goreng di Indonesia, yang terjadi akibat pelaku usaha memilih untuk mengejar keuntungan lebih besar lewat jalur ekspor. “Karena saat ini Kejaksaan Agung menindak korporasi secara terpisah, Jaksa Penuntut Umum harus memastikan pertanggungjawaban korporasi menyasar grup, dalam konteks ini melihat relasi perusahaan yang terlibat korupsi ekspor CPO dengan grup perusahaan sebagai single economic entity (entitas ekonomi tunggal),” ujar Syahrul Fitra, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia.

Koalisi masyarakat sipil telah menyerahkan dokumen hasil legal anotasi tersebut secara resmi kepada Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung RI, Ketut Sumedana pada Selasa, 7 November 2023 di kantor Kejagung RI, Jakarta Selatan. 

Baca anotasi putusan pengadilan kasus korupsi ekspor CPO dalam tautan berikut.