Krisis iklim menjadi salah satu bukti nyata bahwa Monster Oligarki adalah Sang Pelahap Masa Depan. Bagaimana bisa?

Tak dapat dipungkiri, pada usia 77 tahun ini Indonesia sudah memiliki beberapa kemajuan yang dicapai. Namun pernahkah kita sadari ternyata masih banyak pula ketimpangan, peminggiran, kerusakan lingkungan, dan kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat? Sebagai negara hukum, kondisi masyarakat Indonesia dapat dilihat dari produk hukum yang direncanakan dan disahkan yang dibuat untuk keberlangsungan ‘rakyat’ Indonesia.

Pertanyaannya, rakyat yang mana?

Credit Suisse Global Wealth Databook 2019 menyatakan bahwa 1 persen orang terkaya di Indonesia menguasai 44,6 persen kekayaan nasional dan 10 persen orang terkaya di Indonesia menguasai 74,1 persen kekayaan nasional. Konsentrasi kekayaan pula yang menyebabkan tingkat pertumbuhan jangka panjang Indonesia terus melemah, yakni dari 8 persen di dekade 1970 an, menjadi 5 persen selama 2014-2020. Ternyata Indonesia belum tentu milik seluruh rakyat Indonesia, tapi Indonesia pasti milik oligarki.

Ini buktinya…

Mari kita teliti satu per satu produk hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia. Rangkaian draconian law tidak mencari solusi atas ketimpangan yang terjadi melainkan sebaliknya. Undang-Undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi, UU Partai Politik, UU Pemilu, UU Mineral dan Batubara (Minerba), dan UU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi potret betapa politik digunakan untuk kepentingan ekonomi para oligarki. Apabila dahulu oligarki masih malu-malu dengan hanya berdiri di belakang para politisi, juga tak tercatat dalam laporan dana kampanye pemilu dan keuangan partai politik, kini oligarki itu tampil dengan percaya diri. Mereka memiliki partai politik, ikut dalam momen-momen pemilu, menjadi pejabat eksekutif. Mereka bisa ‘mengatur’ Indonesia sesuai kehendak, tak peduli apakah itu baik bagi rakyat Indonesia lainnya atau tidak.

Dozens of mannequins are installed to represent public activists that can not hold a mass protest during Covid-19 Pandemic in front of Parliament building in Jakarta. Greenpeace Indonesia holds a creative action using mannequins to send the messages that are gathered from the public for the parliament members who want to legalize a controversial Omnibus law bill that absolutely will reduce democracy, citizen and worker rights. Passing the bill would destroy the environment in a massive way and only give benefits to corporations and investors.

Banyak yang dikorbankan untuk memuaskan dahaga Monster Oligarki. Dari lingkungan hidup hingga komunitas masyarakat adat. Tidak ada masa depan yang cerah untuk kita.

Kondisi hutan Indonesia yang mengenaskan dikarenakan adanya deforestasi untuk keperluan industri sawit yang telah menghabiskan 17 juta hektar hutan Indonesia. Deforestasi turut memperburuk krisis iklim dan juga meminggirkan ribuan komunitas adat di seluruh Nusantara. Jika ditelaah, struktur ekonomi politik sawit di Indonesia hanya akan memperkaya secara masif grup-grup sawit terbesar di Indonesia.

Pada sektor energi, Indonesia mendapatkan julukan “the dirty man of Asia” karena ketergantungan terhadap batu bara, yang secara aktif didorong oleh politically exposed persons untuk keuntungan pribadi mereka. Alih-alih mengurangi jumlah produksi batu bara menjadi 413 juta ton pada tahun 2017 sebagaimana direncanakan, produksi batu bara malah naik menjadi 477 juta ton. Coalruption, atau korupsi batu bara telah dan sedang menghancurkan kesejahteraan Indonesia. Praktik ini mencemari lingkungan, mematikan, merusak reputasi dan melemahkan demokrasi Indonesia melalui praktik korupsi politik.

Ternyata mimpi buruk belum selesai. Ratusan juta ton batubara yang diproduksi dan diekspor Indonesia telah menyebabkan krisis lingkungan berskala besar khususnya pada provinsi penghasil batubara seperti Sumatera dan Kalimantan. Kolam-kolam bekas tambang batubara memakan korban terutama anak-anak, ratusan batubara yang di proses di PLTU selama bertahun-tahun juga menyebabkan gangguan kesehatan bagi masyarakat sekitar. Secara langsung emisi karbon yang dihasilkan oleh PLTU batubara yang mendominasi 65% energi listrik Indonesia dalam beberapa tahun ke depan akan menggantikan deforestasi sebagai sumber utama emisi karbon Indonesia sebagai penyebab krisis iklim.

Satu-satunya cara untuk melepaskan diri dari cengkraman oligarki dan menyelamatkan lingkungan adalah dengan membangun ulang Indonesia melalui aksi dan solusi yang efektif.

Pemuda Indonesia Sebagai Penyelamat Masa Depan Indonesia

Keberadaan Monster Oligarki memburamkan masa depan Indonesia. Dahaganya tak kunjung habis, malah semakin haus dan ingin terus mengeruk seluruh kekayaan Indonesia dan hanya meninggalkan luka dan duka bagi kelompok masyarakat lainnya.

Anak-anak dan generasi muda merupakan kelompok paling terdampak krisis iklim. Menurut laporan dari Save the Children di Indonesia ada jutaan anak dan keluarga jatuh ke dalam kemiskinan akibat perubahan iklim. Tanpa adanya tindakan mitigasi yang drastis untuk mengurangi emisi dan membatasi pemanasan hingga 1,5°C di atas tingkat pra-industri, anak-anak berpenghasilan rendah dan menengah akan paling terbebani dampak berbahaya dari krisis iklim.

Bonus demografi juga menjadi peluang untuk kemajuan generasi mendatang. Dengan adanya sumber daya berkualitas, maka masa depan Indonesia dari cengkraman Monster Oligarki dapat diselamatkan. Hal tersebut dapat dicapai salah satunya dengan kerjasama antar LSM lingkungan untuk berupaya penuh mengarahkan kesadaran lingkungan anak-anak muda menjadi aktivisme lingkungan dengan melakukan kegiatan peningkatan kapasitas dalam penyelamatan lingkungan. Dengan begitu akan terbentuk sebuah ekosistem pada generasi muda yang memiliki perspektif untuk menjaga lingkungan hidup.

Greenpeace Indonesia melihat peluang tersebut melalui Youth Fest: Rebuild Indonesia Festival yang akan menjadi pintu masuk untuk menyatukan komunitas dengan semangat aktivisme lingkungan untuk lebih maju bicara AKSI dan SOLUSI untuk Indonesia bebas Oligarki dan krisis iklim!

Salam,
Greepeace Indonesia