Krisis iklim telah menjadi isu mendesak yang mengancam keberlanjutan hidup Bumi kita. Di Indonesia, negara yang kaya akan keanekaragaman hayati dan sumber daya alam, dampak krisis iklim semakin terasa nyata. Banjir besar yang melanda ibu kota dan pemanasan global yang mengancam pulau-pulau kecil di sekitarnya adalah bukti-bukti yang sulit untuk diabaikan.

Dampak yang serius juga terasa terhadap berbagai aspek kehidupan manusia, seperti ekonomi, kesehatan, dan pendidikan. Secara ekonomi, krisis iklim mengancam sektor-sektor vital seperti pertanian, perikanan, dan pariwisata yang rentan terhadap fluktuasi cuaca ekstrem dan penurunan produktivitas. Kesehatan manusia juga terpengaruh dengan meningkatnya insiden penyakit terkait polusi udara, banjir, dan kekeringan, serta dampak krisis iklim yang mempengaruhi ketersediaan air bersih dan sanitasi. Di bidang pendidikan, bencana alam hidrometeorologi yang kerap terjadi  mengganggu proses belajar-mengajar dengan merusak infrastruktur sekolah dan mengurangi akses siswa terhadap pendidikan berkualitas. 

Meningkatkan kesadaran akan batasan yang dimiliki Bumi  serta mengimplementasikan kebijakan adaptasi dan mitigasi yang efektif menjadi kunci untuk mengurangi dampak negatif ini secara berkelanjutan.

Bumi dan Ramalan yang Kelam

Dalam bayangan yang kelam, terdapat prediksi tentang kehancuran Bumi yang mungkin menjadi kenyataan jika tindakan tidak diambil dengan serius oleh pemerintah dan korporasi. Bukti-bukti nyata tentang krisis iklim semakin jelas—suhu global yang terus meningkat, polusi udara yang memburuk, dan perubahan iklim ekstrem yang semakin sering terjadi.

Pemerintah seringkali lambat dalam mengambil tindakan yang diperlukan, terhambat oleh kepentingan politik dan ekonomi yang membingungkan. Sementara itu, korporasi besar sering mengutamakan keuntungan jangka pendek tanpa memperhatikan dampak jangka panjang terhadap lingkungan dan masyarakat.

Krisis iklim menuntut kita untuk merenungkan tidak hanya keadaan saat ini, tetapi juga masa depan Bumi yang semakin terancam oleh aktivitas manusia yang tidak terkontrol. Oleh karena itu, Greenpeace Indonesia mengambil langkah dengan menghadirkan kolaborasi reflektif dengan dua seniman di ARTJOG 2024, yakni, Ines Katamso dan Kanoko Takaya. 

Ines Katamso: Mengingat Masa Depan Melalui “Post Strata”

Ines Katamso, dengan karyanya yang berjudul “Post Strata”, tidak hanya menciptakan seni visual yang memukau tetapi juga mengajak kita untuk merenung. Dengan menggunakan plastik daur ulang dan puing-puing konstruksi, ia membentuk relief “fosil” yang mengeksplorasi bagaimana sisa-sisa peradaban kita, terutama plastik, akan menjadi bagian tak terhapuskan dari catatan geologi Bumi di masa mendatang. Karya ini bukan sekadar pameran estetika; ini adalah pengingat yang kuat akan jejak yang kita tinggalkan dan dampak jangka panjangnya terhadap planet ini.

Ines Katamso menyoroti ketidakseimbangan dalam hubungan manusia dengan alam melalui narasi visual yang kuat. Karya-karyanya memperlihatkan bahwa apa yang kita bangun hari ini dari material berkualitas rendah rentan terhadap degradasi dan erosi. Plastik, sebagai simbol modernitas kita yang konsumtif, berpotensi menjadi “fosil” masa depan yang menunjukkan kepunahan sumber daya alam yang kita manfaatkan secara berlebihan.

Kanoko Takaya: Harmoni dalam Transformasi Ekologis

Kanoko Takaya membawa pengalaman dan pemikirannya dari Kyoto ke Bali, menciptakan instalasi yang memanfaatkan bahan-bahan ramah lingkungan seperti serat kelapa dan limbah tekstil. Melalui karyanya yang penuh dengan lekukan garis dan warna-warna lembut, ia mengajak kita untuk menemukan keseimbangan antara alam dan manusia. Karya ini bukan hanya sekadar seni visual; ini adalah perenungan mendalam tentang upaya manusia untuk beradaptasi dan hidup dalam batasan-batasan alam.

Karya Kanoko Takaya menjadi refleksi tentang ketimpangan ekonomi, eksploitasi alam, dan kerusakan lingkungan yang sedang kita alami. Melalui instalasinya, ia mengajak pengunjung untuk mengalami proses pelepasan dari keserakahan dan menemukan harmoni dalam kesederhanaan. Lekukan-lukisan yang halus menggambarkan upaya manusia dalam menghadapi krisis ekologis global saat ini.

Kamu diundang!

Kolaborasi Greenpeace Indonesia dengan Ines Katamso dan Kanoko Takaya di ARTJOG 2024 bukan hanya tentang pameran seni; ini adalah panggilan untuk bertindak. Karya-karya ini mengingatkan kita akan tanggung jawab kolektif kita untuk melindungi Bumi bagi generasi mendatang. Karya ini bukan sekadar simbol, tetapi seruan mendalam untuk mengubah cara pandang dan tindakan kita terhadap lingkungan.

Seni, dalam konteks ini, bukan hanya sebagai medium ekspresi pribadi tetapi juga sebagai pernyataan kolektif tentang keadilan lingkungan dan keberlanjutan hidup. Karya-karya ini menghadirkan narasi yang menarik tentang hubungan manusia dengan alam, dan bagaimana kita dapat belajar dari jejak masa lalu untuk menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan.

Di atas semua itu, kolaborasi ini mengingatkan kita bahwa seni memiliki kekuatan untuk mengubah perspektif dan menggerakkan hati serta pikiran. Dengan menyatukan aktivisme lingkungan dan ekspresi seni, Greenpeace Indonesia, Ines Katamso, dan Kanoko Takaya menunjukkan bahwa melalui kreativitas, kita dapat menciptakan perubahan positif yang sangat dibutuhkan untuk menghargai batasan-batasan Bumi dari melindunginya dari kerusakan yang lebih lanjut.

Kamu diundang untuk menyaksikan karya-karya inspiratif dari Ines Katamso dan Kanoko Takaya di ARTJOG 2024! Nikmati keindahan dan refleksi mendalam tentang hubungan manusia dengan alam mulai dari 28 Juni hingga 1 September 2024 di Jogja National Museum. Jangan lewatkan kesempatan ini untuk menemukan perspektif baru tentang keseimbangan antara kelestarian alam dan kesejahteraan manusia dan pentingnya keberlanjutan melalui kolaborasi seni kontemporer.

Sherina Redjo adalah Content Writer di Greenpeace Indonesia