Bulungan, Kaltara, 15 Juli 2024– Koalisi Masyarakat Sipil SETARA (Selamatkan Kalimantan Utara) yang terdiri dari NUGAL Institute, Perkumpulan Lingkar Hutan Lestari (PLHL), Greenpeace Indonesia, Celios, EN, dan JATAM Kaltim bersama dengan sejumlah perwakilan warga terdampak menyelenggarakan diskusi dalam rangka peluncuran laporan berjudul Kebohongan Hijau; Potret Ancaman Daya Rusak, Oligarki dan Keselamatan Rakyat pada Tapak Proyek Kawasan Industri Hijau Kalimantan Utara.

Temuan-temuan dalam laporan ini mengungkap bahwa di balik gemerlap promosi mega proyek kawasan industri terbesar di dunia yang diklaim sebagai Kawasan Industri Hijau Indonesia (KIHI-KIPI) hanyalah sebuah operasi pemalsuan dan penggelapan cerita dan duduk perkara. Pemalsuan dan penggelapan cerita dan duduk perkara tersebut mulai meliputi ancaman daya rusak, mata pencaharian rakyat yang akan hilang berganti operasi kuasa oligarki politik dan bisnis, hingga bermacam rupa modus keji perampasan tanah-laut, dan penggusuran ruang hidup.

Proyek Strategis Nasional (PSN) berupa Kawasan Industri Hijau yang dikelola PT Kalimantan Industrial Park Indonesia (KIPI) di Tanah Kuning-Mangkupadi di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara ini mengklaim seluruh aktivitas industri dan tenant  di kawasannya akan menerapkan efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan. Tak hanya itu, proyek ambisius ini mengklaim akan  mengurangi secara drastis jejak karbon melalui penerapan teknologi hijau, produk hijau dengan standar tertinggi dalam lingkungan hidup bahkan mengklaim dipasok oleh sumber energi terbarukan, oleh Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang disebut sejalan dengan target transisi energi dan net zero emission pada 2060 nanti.

Namun, dari penelusuran dalam laporan ini yang akan terjadi adalah sebaliknya. Penggelapan dan pemalsuan dari keseluruhan jalan cerita industri ini bahkan terpampang, bukan hanya membutuhkan lahan dengan skala besar namun juga rakus air dan rakus energi. Jumlah air yang dipakai dan air limbah yang ditinggalkan amat banyak termasuk mengenai urusan pemenuhan pasokan energi. Industri ini akan tetap bersumber dari PLTU batu bara, tidak seperti klaim sebelumnya yang menjual label hijau karena hanya akan menggunakan energi non fosil seperti PLTA. Untuk menggerakkan kawasan industri yang sedang dibangun konsorsium KIPI, PT. Adaro Group membangun PLTU kawasan. Pembangunan PLTU kawasan tentunya tidak sejalan dengan agenda pemerintah yang berencana mempensiunkan semua PLTU batu bara.

Kucuran dana sebesar 610 juta USD yang diperoleh dari skema Just Energy Transition Partnership (JETP) dan Energy Transition Mechanism dari Asian Development Bank (ADB) tentang penghentian pembangunan proyek PLTU baru terasa hipokrit. Faktanya, di saat yang sama pemerintah Indonesia masih menoleransi dan memberikan pengecualian bagi proyek PLTU batu bara yang ada di dalam kawasan industri melalui Peraturan Presiden Nomor 112 tahun 2022 seperti juga rencana pembangunan PLTU Batubara untuk kebutuhan jangka pendek di kawasan industri ini.

Dalam laporan Kebohongan Hijau ini terungkap total energi listrik yang akan digunakan sebesar 11,404 GWh tiap tahunnya yang masih mengandalkan batu bara, hanya dari industri petrokimia dan baja. Jika ditotal terdapat kebutuhan 27.620.000-ton batu bara tiap tahunnya. Jumlah 27,6 juta ton batu bara yang hanya digunakan di kawasan industri ini setara dengan produksi batu bara dari sebanyak 37 Izin Usaha Pertambangan (IUP) batu bara yang tersebar di seluruh wilayah provinsi Kalimantan Utara saat ini.

Sementara untuk pemenuhan air bersih dan air baku, kawasan industri ini akan merampas air dari Sungai Pindada dan Sungai Mangkupadi Tawar yang berada dalam kawasan mereka hingga Sungai Kayan Bulungan. Kebutuhan air kawasan industri ini akan menghabiskan 39.450.560 kubik tiap tahunnya, jumlah itu setara dengan pemakaian 1 ½ tahun pemakaian bagi sekitar 700 ribu penduduk Kalimantan Utara. Bahkan diperkirakan setiap harinya akan terdapat 286.439,86 air limbah yang dibuang setiap empat jam dalam sehari ke sejumlah badan air setempat yaitu Sungai Mangkupadi Asin, Sungai Pindada, Mangkupadi Tawar, Kalaputan Besar dan Sungai Kampung Baru.

Laporan ini menemukan bagaimana kuasa operasi politik, hukum, dan bisnis berlangsung untuk memuluskan mega proyek ambisius ini. Melalui serangkaian operasi politik dan hukum di daerah untuk mengubah berbagai status kawasan  penting melalui rencana ketiga kalinya revisi terhadap tata ruang. Mulai dari revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2013 yang mengatur tentang Rencana Tata Ruang Tata Wilayah (RTRW) Kabupaten Bulungan 2012–2032 yang akhirnya diubah menjadi Perda Nomor 1 Tahun 2021 tentang RTRW 2021–2041 dan munculnya kembali rencana revisi ketiga untuk mengakomodir rencana perluasan berikutnya. Laporan ini menemukan kawasan perikanan mengalami penyusutan hingga 5 kali lipat, kawasan wisata pantai yang berada di Tanjung Palas Timur ikut menyusut 17 kali lipat dari semula, tumpang tindih kawasan budidaya air payau, kawasan pertanian, kawasan peruntukan lahan pangan, pertanian berkelanjutan hingga kawasan pemukiman pedesaan seperti yang dialami oleh Kampung Baru di Desa Mangkupadi untuk digusur paksa.

Dalam laporan ini juga ditelusuri konfigurasi aktor dan oligarki politik bisnis dibalik puluhan data dan profil perusahaan yang berada dalam Kawasan Industri Hijau Indonesia ini. Mulai dari pengelola, pemilik tenant hingga perusahaan pemasok energi dan bahan bakunya yang diduga memiliki konflik kepentingan. Sejumlah nama-nama terungkap seperti Garibaldi Thohir, akan menerima manfaat paling besar karena, yang sebagian besar lahan Kawasan Industri Hijau ini adalah konsesi perkebunan sawit milik adik Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir dengan HGU PT Bulungan Citra Agro Persada. 

Garibaldi Thohir yang merupakan sebagai Ketua Konsorsium Kawasan Industri Hijau Indonesia (KIHI), juga sebagai direktur utama PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR). PT Adaro melalui anak usaha PT Kalimantan Aluminium Industry (KAI) sedang membangun smelter aluminium dan PLTU di KIHI. Fasilitas smelter ini akan menjadi smelter aluminium terbesar di Indonesia sebagai bagian dari transisi energi. PT KAI membangun smelter aluminium di lahan seluas 600 Ha dengan kapasitas produksi aluminium pada fase pertama sebanyak 500.000 ton per tahun (ton per annum/tpa) aluminium. PT KAI yang kepemilikan sahamnya dimiliki oleh PT Adaro Indo Aluminium dan PT Cita Mineral Investindo (CMI). Cita Mineral Investindo adalah emiten pertambangan bauksit di Kalimantan Barat yang mayoritas sahamnya dipegang oleh PT Harita Jayaraya (Harita Group) sebesar 60,64%. Harita Jayaraya adalah perusahaan milik Lim Hariyanto Wijaya Sarwono, berusia 94 tahun, orang terkaya ke-20 di Indonesia menurut Forbes. Harita Group adalah penyebab utama dibalik daftar derita warga di Pulau Obi, Maluku Utara dan Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara. Dua pulau kecil ini tengah diluluhlantakkan oleh operasi tambang dan pabrik smelter nikel mereka.

Selain itu terdapat nama lain seperti orang dekat Luhut seperti Justarina Sinta Marisi Naiborhu di PT KIPI, lalu munculnya nama lainnya seperti oligarki lokal di Kaltara, Lauw Juanda Lesmana, hingga munculnya nama mantan Walikota Surakarta/Solo dan sekaligus mantan pasangan Walikota Joko Widodo yakni FX. Hadi Rudyatmo yang merupakan Ketua DPC Kota Solo dan Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Terungkap pula sepanjang 2023, terdapat delapan modus lainnya dalam memuluskan perampasan tanah dan ruang hidup warga. Mulai dari perubahan nilai jual objek pajak secara signifikan dari Rp50.000 menjadi hanya Rp6.000, berbagai surat edaran penetapan harga bangunan, tanah dan tanam tumbuh sepihak, penciptaan juru lobi di tingkat kampung, pembengkakkan luasan dalam proses jual beli tanah, hingga kriminalisasi dan intimidasi terhadap warga pemilik tanah di Kampung Baru, Mangkupadi.

Melalui laporan ini koalisi SETARA dan sejumlah perwakilan warga terdampak mendesak pembatalan proyek kotor berkedok proyek industri hijau di Kalimantan Utara ini, mendesak badan-badan otoritas terkait domestik maupun internasional untuk melakukan evaluasi dan audit menyeluruh termasuk menggunakan protokol Hak Asasi Manusia (HAM), Perburuhan dan Lingkungan Hidup (Ekologis). Presiden harus membatalkan aturan pengecualian pembangunan PLTU Batubara Kawasan dalam Peraturan Presiden Nomor 112 tahun 2022 dan proyek-proyek PLTU kawasan dalam proyek KIHI ini. Koalisi dan warga juga mendesak Investor, Perbankan hingga Lembaga Keuangan yang terlibat untuk menjaga reputasinya dengan berhenti terlibat jauh dalam praktik greenwashing dan kejahatan iklim dengan melakukan evaluasi proyek kebohongan hijau ini.    

Download laporan lengkapnya di sini.

Narahubung Koalisi SETARA (Greenpeace, Jatam Kaltim, Nugal Institut, Enter Nusantara, PLHL, Celios) :

1.      Seny, Pengkampanye NUGAL Institute : 0859-5479-4928 

2.      Bondan Andriyanu, Greenpeace Indonesia : 08118188182

3.      Aray PLHL Kalimantan Utara : 082254668386