Sejumlah aktivis Greenpeace telah mendesak Unilever untuk mengurangi sampah plastik dengan aksi mengembalikan sampah plastik ke produsen, dan ditempelkan pada logo U raksasa di depan Grha Unilever. Hal ini merupakan sikap serta langkah penting dalam mengatasi masalah lingkungan yang disebabkan oleh penggunaan plastik.

Greenpeace activists protest against Unilever by delivering company’s logo U made of a single-use plastics produced by the company outside the Unilever’s shareholders general meeting in Tangerang, Banten, Indonesia. The activists are holding Unilever accountable for plastic pollution and calling on the company’s to take the single-used plastic back and reprocess the plastic wastes they have produced. The activists gathered the waste packaging produced by Unilever in several locations through coastal clean-ups, waste picker spots, and drop boxes in public area.

Unilever, sebagai perusahaan besar memiliki dampak lingkungan yang signifikan, harus mengatasi masalah ini. Mendaur ulang dan menggunakan kembali sampah plastik adalah langkah baru untuk mengurangi polusi plastik. Semua perusahaan, termasuk Unilever, harus bertanggung jawab mengurangi dampak lingkungan dari produk mereka. Dengan tindakan kolektif seperti ini, diharapkan kesadaran akan pentingnya pengelolaan limbah plastik dapat meningkat, dan langkah-langkah lebih konkrit dapat diambil untuk melindungi lingkungan kita.


Memang tidak dapat dipungkiri, bahwa membeli dan menggunakan produk-produk plastik sekali pakai sangat nyaman dan praktis, terutama seperti produk esensial dalam keseharian seperti kemasan makanan dan minuman, botol air mineral, alat makan sekali pakai (yang digunakan di restoran cepat saji, makanan yang dibawa pulang dan di acara-acara), produk perawatan pribadi (sampo, sabun), atau produk perawatan rumah tangga (bahan memasak, deterjen). Tetapi justru hal ini telah menyebabkan peningkatan jumlah sampah plastik yang mencemari lautan, merugikan satwa liar, bahkan mengancam kesehatan manusia. Mengingat konsekuensi yang mengkhawatirkan ini, diperlukan segera tindakan untuk mengatasi masalah plastik sekali pakai ini. Penting bagi pemerintah dan perusahaan untuk mengambil tindakan tegas untuk mengurangi produksi kemasan plastik dan mempromosikan alternatif yang berkelanjutan.

Greenpeace activists protest against Unilever by delivering company’s logo U made of a single-use plastics produced by the company outside the Unilever’s shareholders general meeting in Tangerang, Banten, Indonesia. The activists are holding Unilever accountable for plastic pollution and calling on the company’s to take the single-used plastic back and reprocess the plastic wastes they have produced. The activists gathered the waste packaging produced by Unilever in several locations through coastal clean-ups, waste picker spots, and drop boxes in public area.
Greenpeace activists protest against Unilever by delivering company’s logo U made of a single-use plastics produced by the company outside the Unilever’s shareholders general meeting in Tangerang, Banten, Indonesia. The activists are holding Unilever accountable for plastic pollution and calling on the company’s to take the single-used plastic back and reprocess the plastic wastes they have produced. The activists gathered the waste packaging produced by Unilever in several locations through coastal clean-ups, waste picker spots, and drop boxes in public area.


Salah satu alasan utama mengapa intervensi pemerintah diperlukan adalah karena besarnya skala permasalahan. Berdasarkan laporan data brand audit, terkumpul 9.698 saset dari 34 lokasi di seluruh Indonesia. Menunjukkan bahwa 5 produsen yang paling banyak mencemari saset adalah Wings (1251), Salim Group (627), Mayora Indah (629), Unilever (603), dan PT Santos Jaya Abadi (454). Produksi kemasan plastik saset sendiri telah mencapai tingkat yang tinggi menghasilkan jumlah sampah yang sangat besar sehingga dapat membebani sistem daur ulang dan pengelolaan sampah.


Berdasarkan laporan data Bumi Tanpa Plastik oleh Greenpeace (2021), menemukan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia sudah menunjukkan rasa ingin tahu dan perhatian terhadap masalah pencemaran plastik dan publik setuju bahwa perusahaan adalah pihak yang paling bertanggung jawab untuk mengatasi krisis pencemaran plastik. Publik berharap perusahaan mengurangi plastik dan memberikan alternatif kemasan tanpa plastik.


Jika kita ingin mengatasi krisis pencemaran plastik, kita harus fokus pada menyelesaikan masalah langsung di sumbernya. Pasar harus mendukung kesadaran publik terhadap masalah plastik dan keinginan mereka untuk menyelesaikannya. Publik berharap perusahaan terus membantu mengurangi sampah plastik dengan menawarkan opsi alternatif yang mudah dan nyaman untuk sehari-hari. Perusahaan juga diminta untuk lebih transparan dalam program produksinya dan mengurangi plastik.


Mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan no. 75 tahun 2019, produsen diminta bertanggung jawab dan mengurangi sampah dari produk mereka sampai dengan 30% pada tahun 2030. Berlandaskan dari siaran pers, walaupun Permen LHK nomor 75 tahun 2019 meminta penghapusan kemasan saset di bawah 50 ml, sampah saset akan terus mencemari dan membebani lingkungan jika produsen tidak berkomitmen untuk mengurangi produksi dan transparansi tentang kemajuan produsen dalam mengurangi sampah. Oleh sebab itu, Greenpeace mendesak perusahaan untuk memprioritaskan hal-hal seperti berkomitmen pada upaya pengurangan dengan menghapus penggunaan plastik sekali pakai. Kemudian, mendukung kebijakan pengurangan plastik oleh pemerintah dengan membagikan rencana aksi atau peta jalan pengurangan sampah kepada publik, mendesain ulang produk dan berinvestasi pada model pengiriman alternatif tanpa kemasan plastik yang murah dan nyaman digunakan oleh masyarakat.


Penting bagi pemerintah Indonesia untuk mengatasi krisis polusi plastik. Bersumber pada hasil laporan data Bumi Tanpa Plastik, menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat menuntut agar pemerintah menangani masalah plastik sekali pakai. Pemerintah seharusnya memiliki kekuatan untuk memaksa perusahaan supaya mengikuti aturan tertentu yang akan membantu memperbaiki lingkungan. Demi mencapai masa depan bebas plastik, kami mendesak pemerintah untuk mengubah undang-undangnya untuk berkonsentrasi pada mengawasi pembuatan dan distribusi plastik sekali pakai dari sumbernya, tindakan ini secara khusus mencakup pengawasan ketat terhadap strategi yang dibuat dan diterapkan oleh produsen untuk mengurangi sampah, dengan fokus utama pada pengurangan produksi plastik daripada daur ulang. Oleh karena itu, pemerintah harus transparan tentang upaya perusahaan yang diatur dalam peraturan untuk mengurangi produksi plastik sekali pakai. Undang-undang yang melarang plastik sekali pakai harus diperluas untuk menyasar semua jenis plastik dan pemerintah harus lebih tegas menerapkan sistem sanksi.


Perusahaan dan pemerintah memainkan peran penting dalam mendorong pengurangan konsumsi plastik, meskipun benar bahwa masyarakat harus secara aktif mengurangi konsumsi plastik. Namun, kontribusi perusahaan dan pemerintah akan mempercepat hasil yang diinginkan untuk perbaikan lingkungan. pemerintah harus mengambil langkah proaktif untuk mengurangi produksi kemasan plastik dan menjaga kesehatan planet kita untuk generasi mendatang.

Jangan biarkan limbah hari ini menjadi penyesalan di masa depan!