Orpha Novita Yoshua adalah perempuan muda suku Namblong dari Lembah Grime Nawa di Papua, Indonesia, yang menghadiri COP Keanekaragaman Hayati ke-15 di Montreal, Kanada. Berikut ini adalah surat yang dia kirimkan kepada Madame Secretary Elizabeth Maruma Mrema.

Press conference: Global Indigenous Leaders Gather in Montreal during COP15.
Orpha Novita Yoshua ketika jumpa pers di sela-sela pertemuan COP CBD di Kanada. © Toma Iczkovits / Greenpeace.

Saya Orpha Novita Yoshua, seorang perempuan muda suku Namblong dari Lembah Grime Nawa di Papua, Indonesia. Ketika Anda menerima surat ini, Anda menerimanya dengan tas. Tas ini adalah Noken; para perempuan di komunitas saya membuatnya dengan cinta dari pohon Genemo. Tas ini merupakan simbol dari kebesaran hati seorang perempuan, karena Anda bisa memasukkan semua ke dalamnya, dan tas tersebut akan semakin besar dan besar.

Pohon Genemo, yang ditemukan di Lembah Grime Nawa, sangat penting bagi masyarakat kami karena kami membuat makanan dari daunnya, dan menggunakan kulit kayunya untuk membuat benang, termasuk untuk digunakan dalam membuat tas Noken adat kami.

Keluarga saya dan seluruh Masyarakat Adat Namblong tinggal di Lembah Grime Nawa. Di sana Anda akan menemukan Hutan Ktu Mai, rumah bagi banyak hewan seperti Kasuari, Maleo, dan Lao Lao – kanguru hutan Papua. Pulau saya juara dalam hal keanekaragaman hayati – Nugini memiliki flora paling beragam di dunia. Ini memberi kami makanan – kami makan dari pohon sagu dan banyak pohon buah dan ara yang unik. Ini juga merupakan sumber makanan bagi hewan.

Tanah ulayat kami juga memiliki beberapa tempat pengamatan burung terbaik di nusantara di sebuah tempat bernama Rhepang Muaif. Di sinilah orang-orang datang dari seluruh dunia untuk memotret burung cendrawasih kami yang unik dan cantik – mereka adalah simbol orang Papua. Hewan ini hidup di antara hutan lebat kita dan terbang di atas bulu emas untuk mencari makanan, tetapi ketika ingin tidur, ia akan kembali ke bumi untuk beristirahat.

Terdapat pula berbagai jenis pohon, salah satunya pohon sagu yang menjadi makanan pokok masyarakat di Lembah Grime Nawa. Sagu merupakan pohon yang tumbuh meski tanpa mengenal musim dan terus tumbuh hingga saat ini. Di antara hutan dan tanah kita terdapat banyak mata air yang menjadi sumber utama kebutuhan hidup hewan, pohon, tumbuhan, dan kita manusia biasa.

Masyarakat Adat menganggap hutan sebagai warisan yang diberikan kepada nenek moyang kita dan diwariskan kepada kita dari generasi ke generasi. Masyarakat membagi hutan menjadi hutan tempat kami berkebun, hutan anakan atau bekas kebun, dan hutan perawan, hutan yang dianggap keramat, hutan terlarang yang tidak boleh diganggu oleh siapa pun.

Sayangnya, keindahan dan ketenangan Lembah Grime Nawa diguncang oleh pembukaan lahan ilegal oleh perusahaan kelapa sawit PT Permata Nusa Mandiri. Perusahaan, yang terkait dengan salah satu oligarki terkaya di Indonesia, diberikan izin untuk mengkonversi lebih dari 16.000 hektare lahan hutan adat, tanpa Persetujuan Bebas, Didahulukan dan Diinformasikan (FPIC) dari semua Masyarakat Adat. Pemerintah juga memberikan izin lingkungan kepada perusahaan tanpa persetujuan kami. Masyarakat Adat Lembah Grime Nawa melakukan aksi damai menuntut pemerintah mencabut semua izin perusahaan, karena kami tidak pernah melepaskan hak atas tanah kami kepada perusahaan. Namun yang membuat kami marah, perusahaan tetap melanjutkan dan mulai menebangi hutan kami di Lembah Grime Nawa – lebih dari 100 hektare hutan telah dihancurkan tahun ini.

Ini adalah kenyataan tidak adil yang dihadapi masyarakat di wilayah Lembah Grime-Nawa. Pemerintah pusat seolah tidak peduli, padahal seharusnya melindungi seluruh rakyatnya dari keserakahan perusahaan yang menguras sumber daya alam Indonesia dan hanya menyisakan penderitaan abadi bagi Masyarakat Adat dan kerusakan keanekaragaman hayati.

Pesan saya, hutan nusantara – Papua, Kalimantan dan Sumatera – sangat penting untuk melestarikan keanekaragaman hayati dan melindungi iklim. Karena ketika hutan kita rusak, akan terjadi krisis iklim yang masif, spesies seperti burung cendrawasih akan punah, dan bukan hanya budaya Adat Namblong yang akan musnah, tapi semua bangsa di mana pun.

Dari satu perempuan ke perempuan lainnya, saya tahu bahwa Anda memiliki banyak teman kuat yang dapat membantu kami menyelamatkan hutan dan rumah kami di Lembah Grime Nawa.

Salam,

Orpha