Dampak polusi udara dapat dirasakan semua orang di seluruh dunia, dan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organisation/WHO), polusi udara adalah salah satu penyebab utama kematian dini. Di tahun 2021, WHO memperketat pedoman kualitas udara rerata tahunannya. Pedoman yang telah direvisi menetapkan konsentrasi PM2.5* tahunan rata-rata untuk tidak melebihi 5 µg/m3, karena paparan partikel halus dengan konsentrasi rendah sekalipun terkait dengan risiko kesehatan yang signifikan seperti kematian dini dan penyakit terkait pernapasan. 

Pemerintah harus mengembangkan dan menegakkan kebijakan kualitas udara yang kuat untuk melindungi kesehatan masyarakat dan planet kita, Bumi. Masyarakat di seluruh dunia mulai bersatu untuk menuntut udara bersih dan untuk mendesak pemerintahannya untuk menerapkan solusi yang nyata. Di bawah ini adalah beberapa kampanye polusi udara yang dilakukan beberapa masyarakat yang memperjuangkan haknya atas udara bersih, dan kemenangan yang mereka raih dalam perjalanan panjang mengatasi polusi udara.

Indonesia 

Aktivis memegang poster dalam aksi setelah tim advokasi Koalisi Ibukota, yang ditemani oleh 32 warga Jakarta yang menggugat pemerintah atas polusi udara di Jakarta, mendaftarkan kontra-banding di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) sebagai upaya legal lanjutan melawan banding yang dilakukan oleh empat badan pemerintahan; Presiden Indonesia Joko Widodo, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Kesehatan, juga Gubernur Banten. © Jurnasyanto Sukarno / Greenpeace

Rumah bagi lebih dari 10.5 juta orang, Jakarta, Indonesia, menjadi salah satu kota yang udaranya paling tercemar di dunia berdasarkan data perusahaan pengamat kualitas udara dari Swiss, IQAIR. Sumber pencemaran utama di kota ini adalah emisi dari transportasi, fasilitas industri, dan PLTU batubara di provinsi-provinsi tetangga dan kota sekitarnya.

Di tahun 2019, sekelompok warga Jakarta yang terdiri dari 32 orang, termasuk aktivis Greenpeace, mengajukan gugatan terhadap Presiden Joko Widodo, tiga menteri (Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri), gubernur DKI Jakarta dan dua gubernur sekitar Jakarta (Gubernur Banten dan Gubernur Jawa Barat), atas absennya tindakan pemerintah dalam mengatasi polusi udara dan abai terhadap risiko kesehatan yang disebabkannya. 32 orang warga mendesak pemerintah lokal dan daerah yang mengelilingi Jakarta untuk melakukan aksi serius untuk mengatasi polusi udara, termasuk polusi udara lintas batas. Gugatan dilayangkan bukan untuk meminta kompensasi dari pemerintah, namun untuk mendesak pihak yang berwenang untuk membuat kebijakan dan aksi nyata untuk udara bersih.

Sejak gugatan dilayangkan tahun 2019, keputusan hakim telah ditunda hingga sebanyak delapan kali dalam dua tahun belakangan karena situasi pandemi Covid-19 dan alasan administratif. Akhirnya di bulan September 2021, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan bahwa para terdakwa mengabaikan hak warga negara untuk membersihkan udara dan memerintahkan stasiun pemantauan dan langkah-langkah lain untuk meningkatkan kualitas udara ibukota.

Satu tahun telah berlalu sejak keputusan hakim dan pemerintah Indonesia belum mengambil langkah yang signifikan terhadap polusi udara di Jakarta. Januari 2022, 32 warga penggugat mendaftarkan kontra-banding memorandum ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai langkah hukum lebih lanjut terhadap banding yang diajukan oleh empat pejabat negara terdakwa.

Thailand 

Perwakilan EnLAW Foundation, Greenpeace Thailand, EARTH Ecological Alert and Recover Foundation (EARTH), Northern Region Breath Council, Chiang Mai Breathe Council dan advokasi lingkungan melayangkan gugatan terhadap tiga departemen publik, termasuk Dewan Lingkungan Nasional, Kementerian Sumber Daya Alam dan Lingkungan dan Kementerian Industri. © Panumas Sanguanwong / Greenpeace

Greenpeace Thailand telah berkampanye bertahun-tahun untuk meningkatkan kesadartahuan publik mengenai pentingnya standar PM2.5 dengan kampanye #RightToCleanAir. Salah satu permintaannya adalah agar pemerintah memperketat standar ambient PM2.5 untuk melindungi hidup masyarakat.

Bulan Januari 2022, Greenpeace Thailand bekerjasama dengan Environmental Law Foundation (EnLaw) untuk menyerahkan surat petisi yang ditujukan kepada Kementerian Sumber Daya Alam dan Lingkungan dan Kementerian Industri. Meskipun kedua kementerian merespon dengan menyatakan niatnya untuk memperbaiki kualitas udara, tidak ada janji langkah atau kebijakan yang spesifik untuk memantau PM2.5.

Dua bulan kemudian, Organisasi Masyarakat Sipil dan advokasi lingkungan mengajukan gugatan terhadap tiga departemen publik, Dewan Lingkungan Nasional, Kementerian Sumber Daya Alam dan Lingkungan dan Kementerian Industri, karena telah mengabaikan mandat mereka untuk melindungi hak dasar masyarakat Thailand atas udara bersih.

Bulan Juli 2022, Dewan Lingkungan Nasional mengumumkan mereka akan merevisi standar ambient PM2.5 untuk dijalankan di tahun 2023. Standar baru ini mengurangi jumlah aman debu PM2.5 di atmosfer dari rata-rata 50 mikrogram per meter kubik (μg/m3) hingga 37,5 g/m3 dalam periode 24 jam.

Kemenangan yang telah ditunggu lama ini terjadi berkat kegigihan tim dalam advokasi dan penguasaan diskusi media sosial.

Malaysia 

Seniman Ernest Zacharevic membuat instalasi besi ‘Transboundary Haze’ di jalanan Leboh Pasar Besar di Kuala Lumpur. Ini adalah bagian pertama seri Intervensi Seni dalam kolaborasi antara Greenpeace Malaysia dan Splash and Burn © Wei Ming / Greenpeace

Kabut asap telah menjadi isu yang sering muncul di Malaysia dalam beberapa dekade terakhir, yang disebabkan oleh didorong oleh praktik pertanian tebang bakar dan kebakaran gambut baik di dalam negeri maupun lintas batas. Di tahun 2019, Malaysia mengalami polusi kabut asap yang parah, menyebabkan penutupan sekolah dan mengganggu perjalanan udara. Beberapa perusahaan Malaysia yang beroperasi di Indonesia ditentukan telah mengambil peran dalam masalah kabut asap.

Untuk mengatasi masalah kabut asap ini, Greenpeace Malaysia mengajukan keluhan publik bersama CERAH, organisasi gerakan masyarakat sipil untuk mengatasi polusi kabut asap, untuk pengakuan hak dasar manusia untuk mendapatkan udara bersih tanpa kabut asap. Hal ini mendorong diskusi meja bundar oleh Komisi Hak Asasi Manusia Malaysia.

Dalam usahanya mengangkat kesadartahuan publik yang lebih luas terhadap masalah ini, Greenpeace Malaysia bekerjasama dengan seniman politik dan aktivis seperti Ernest Zacharevic and Fahmi Reza dalam serial karya seni untuk mengintervensi polusi udara di sekitar Kuala Lumpur yang menjadi viral di media sosial. Untuk memperingati Hari Udara Bersih untuk Langit Biru Sedunia yang diinisiasi PBB tanggal 7 September, duo seniman co2 membuat sebuah karya seni untuk Greenpeace berjudul “To Dream of Blue Skies”, yang dibuat dari ribuan foto langit biru yang diunggah oleh masyarakat yang peduli di seluruh dunia.

Turki

Aktivis memegang poster Clean Air Now di jalanan Istanbul, Turki, sebagai bagian dari gerakan global melawan polusi udara. © Greenpeace

Turki sangat bergantung pada bahan bakar fosil untuk energinya, bahkan 83% suplai listrik Turki menggunakan tenaga bahan bakar fosil, berdasarkan Laporan Transparansi Iklim. Kebergantungan Turki terhadap batubara dan investasi terus-terusan dalam pembangunan pembangkit listrik baru telah menjadi masalah yang terus terjadi dan hal ini membawa ancaman kesehatan kepada masyarakat lokal, diperparah dengan masalah kebakaran di musim panas. Menurut Dark Report 2021 yang diterbitkan oleh ‘Right to Clean Air Platform’, lebih dari 30.000 orang meninggal tiap tahun karena sakit pernapasan yang disebabkan oleh polusi udara.

Greenpeace Turki bekerjasama dengan komunitas lokal untuk mengatasi masalah polusi udara. Mereka berkolaborasi dengan 15 organisasi lainnya untuk menjalankan kampanye ‘Right  to Clean Air Platform’, mengerjakan proyek kesehatan yang dibiayai EU terkait perubahan iklim dan lingkungan “ÇİSİP”, dan berhasil menghentikan Pasal 45 Parlemen Turki 2019 untuk memulai investasi dua tahun di pembangkit listrik tenaga batu bara swasta. Di awal tahun 2020, setelah berbulan-bulan Greenpeace berkampanye dengan keras, pemerintah menutup sementara lima PLTU batubara dan satu pembangkit listrik secara sebagian.

‘The Right to Clean Air Platform Turkey’ sekarang aktif mendesak pemerintah untuk mengikuti pedoman rata-rata tahunan kualitas udara baru WHO 2021. Tahun 2022, Kementerian Lingkungan membuat draft kebijakan untuk tahun 2029, batas angka PM2.5 dalam draft kebijakan ditargetkan untuk berkurang dari rata-rata tahunan 30 μg/m3 di tahun 2021 menjadi 25 μg/m3 di 2029, namun angka ini masih lima hingga enam kali lebih besar dari pedoman terbaru dari WHO.

Pemberdayaan dan kerjasama antara organisasi-organisasi dan masyarakat setempat adalah kekuatan utama untuk mengubah kualitas udara. Dalam dua tahun terakhir, jumlah penandatangan petisi daring Greenpeace MED untuk kampanye udara bersih telah mencapai 116.000, menunjukkan solidaritas dan kekhawatiran yang sama terhadap apa yang terjadi pada udara kita dan planet kita.

Kampanye-kampanye inspiratif ini membuktikan bahwa masyarakat dan organisasi mempunyai kekuatan untuk mendorong aksi dari pemerintah ketika kita bersatu. Karena kita tinggal di bawah satu langit yang sama, setiap orang dari kita mempunyai hak dan kemampuan untuk mengubah keadaan saat ini untuk mendesak kebutuhan Udara Bersih SEKARANG.

Notes:

*PM2.5: Partikel halus yang lebih kecil dari 2,5 juta meter.

Joy Chiang adalah press officer di unit Polusi Udara (Air Pollution Unit), Greenpeace East Asia