COVID-19 telah mengubah kehidupan sehari-hari di hampir setiap sudut dunia. Bagi jutaan orang, kekhawatiran akan kelangkaan pangan membuat kondisi pandemi kian parah. PBB sudah memberikan peringatan bahwa akan ada gangguan pada persediaan bahan pangan, juga hilangnya pekerjaan dan pendapatan bagi hampir 1,6 miliar pekerja formal.  Dalam kondisi seperti ini, banyak gerakan #SalingBantu yang mencoba membangun gerakan solidaritas pangan untuk membantu mereka yang membutuhkan. Tetapi pandemi tidak sendiri. ada persoalan lain yang membuat pandemi ini semakin berat. ketimpangan dan krisis iklim membuat kita membutuhkan perubahan besar dalam sistem pangan dan pertanian kita.

Ecological Farmer in Kenya. © Cheryl-Samantha Owen / Greenpeace
Petani di Kenya menerapkan praktik pertanian ekologis yang meningkatkan kemampuan mereka dalam membangun ketahanan dalam menghadapi krisis iklim.

Sistem pangan kita sudah rusak jauh sebelum virus corona datang. Dan krisis saat ini telah memaksa kita untuk melihat dan memperbaharui urgensi untuk mengatasi akar masalah pangan, mempertanyakan dan menggali lebih dalam untuk mencari solusi atas persoalan rumit ini. Bagaimana 30% makanan terbuang secara global dan di Indonesia hampir 300 kg setiap orang membuang makanannya tiap tahun, padahal dalam kasus gizi buruk Indonesia menempati urutan ke-3 dunia dan 820 juta orang tidak punya cukup makanan untuk dimakan? Mengapa jutaan orang dipaksa untuk “memilih” antara kelaparan atau COVID-19?

Sistem pangan berbasis komoditas dan industrial telah gagal memberi makan banyak orang di dunia ini. Bukan karena bahan pangan yang kurang, tetapi kondisi ketimpangan ekstrem, dan jenis makanan yang diproduksi, diperdagangkan atau dipromosikan oleh perusahaan bukan untuk memenuhi kebutuhan pangan kita, melainkan untuk akumulasi kapital. COVID-19 sekali lagi menunjukkan kepada kita betapa besar risiko membiarkan perusahaan bertanggung jawab untuk memberi makan orang.

Ecological Produce at Farmers Market in Paris. © Peter Caton / Greenpeace
Pasar Raspail di pusat Kota Paris. Raspail adalah pasar ekologis terbesar di Paris.

Mengubah sistem pangan kita

Sekarang saatnya! Ini momentum untuk membangun alternatif – Sebuah sistem pangan yang lebih kolaboratif, berkeadilan sosial dan ekologis, di mana masyarakat memiliki kendali dan kuasa penuh untuk menentukan  sistem pangan yang terbentuk. Di beberapa negara, pemerintah dan organisasi mendorong perubahan sistemik, sehingga masyarakat dapat membangun kembali dengan ketahanan yang lebih besar, dan lebih mampu mengatasi guncangan di masa depan.

Sistem pangan yang tangguh adalah sistem pangan ekologis, yang dirancang untuk mendukung keberlanjutan manusia dan lingkungan, bukan untuk menghasilkan keuntungan bagi perusahaan multinasional. Sistem Ini harus mendukung keadilan pangan dengan  memberikan hak  kepada individu untuk menanam, menjual, dan makan makanan sehat serta mengakui perbedaan seperti kelas, etnis, dan gender dalam membentuk solusi untuk memenuhi kebutuhan makanan sesuai dengan kondisi alam dan sumber pangan lokal mereka. Di beberapa tempat, transisi ini sudah dimulai.

Hak kita atas pangan

Kita membutuhkan sistem  pangan yang melindungi hak asasi manusia, seperti akses mendapatkan makanan, perlakuan adil dan pengakuan bagi pekerja, serta menghormati batas-batas ekologis tempat kita hidup. Ini disebut kedaulatan pangan, dan kita semua – pemerintah lokal dan nasional, organisasi masyarakat sipil, dan seluruh lapisan masyarakat  – harus mendukung perubahan menuju sistem pangan berkelanjutan yang dapat menghidupi kita selama pandemi COVID dan seterusnya.

Organic Rice Art at Ratchaburi in Thailand. © Greenpeace / Athit Perawongmetha
Samnieng Huadlim, petani Thailand berumur 62 tahun memegang padi yang dipanen di lahan “Rice Art” Greenpeace di Provinsi Ratchaburi 80 kilometer di barat Bangkok. Greenpeace mendesak pemerintahan Thailand untuk menghentikan padi yang dimodifikasi secara genetik (GMO).

Untuk memulai, inilah beberapa hal yang harus kita ubah dalam sistem pangan kita saat ini:

  1. Makanan adalah kebutuhan bersama. Pangan harus dianggap sebagai kebutuhan kolektif yang esensial. Pangan bukan sebatas komoditas, tetapi harus menyesuaikan dengan prinsip-prinsip kedaulatan pangan sebagai bagian dari pemulihan krisis. Transisi ke sistem pangan berkelanjutan yang jauh dari model pertanian industrial sudah terjadi di beberapa tempat sekarang harus didanai, diperkuat, dan diarusutamakan.
  2. Siapapun memiliki peran. Pemerintah, organisasi serta seluruh lapisan masyarakat harus proaktif dalam memastikan akses untuk mendapatkan makanan yang baik, sehingga tidak ada yang merasakan ketimpangan. Misalnya, inisiatif solidaritas pangan di Yogyakarta, Bali, dan Bandung yang sudah berkembang, dari sekadar menyediakan makanan siap konsumsi, ke alih fungsi lahan tidur untuk membangun kebun pangan.
  3. Keadilan pangan. Kerentanan pangan berkaitan erat dengan ketidaksetaraan akses, bukan rendahnya produksi. Soal pangan adalah soal keadilan. Dalam memastikan hak atas yang makanan sehat untuk semua orang, kita perlu mengadopsi langkah-langkah sosial seperti pendapatan dasar universal untuk membantu mengatasi kemiskinan dan mendistribusikan kekayaan.
  4. Menghargai pekerja (petani) dan memberikan mereka kompensasi. Untuk memperkuat kapasitas individu serta mengatasi guncangan saat ini dan di masa depan, kita perlu menghargai semua pekerja yang ada di rantai pangan kita. Orang yang menanam, memproduksi, dan mendistribusikan makanan harus menerima pendapatan yang layak sesuai dengan fungsi vital mereka. Kebijakan dan paket pemulihan pasca pandemi harus berinvestasi pada para petani, nelayan, dan orang-orang yang memberi kita makan, untuk memungkinkan transisi yang adil ke sistem pangan yang lebih berdaulat secara ekologis dan sosial. Pajak, subsidi, dan kebijakan distribusi harus diarahkan untuk mendukung petani dan rakyat pekerja guna mencapai tujuan-tujuan ini.
  5. Gunakan kekuatan rakyat untuk mempercepat perubahan. Selain mendesak pertanggungjawaban pemerintah, perubahan juga harus dilakukan di tingkat rumah tangga untuk lebih menghargai makanan dan para penghasil pangan.
Harvesting Plants during an Ecological Agriculture and Bees Event in Japan. © Kengo Yoda / Greenpeace
Anak-anak memanen sayuran organik di Tokyo. Greenpeace Jepang berkolaborasi bersama petani organik untuk menginisiasi workshop pertanian organik untuk Supporter Greenpeace.

Berikut adalah tindakan praktis yang dapat kita lakukan sekarang sebagai individu untuk sistem pangan yang lebih baik:

  • Kurangi limbah makanan, konsumsi pangan lokal yang berkelanjutan, dan utamakan sumber pangan nabati.
  • Saat menyiapkan makanan di rumah, gunakan bahan-bahan mentah dan segar daripada membeli makanan siap saji karena tergiur kemasannya yang menarik.
  • Jangan takut berlumuran tanah untuk menanam makanan kita sendiri. Saat ini telah banyak gerakan pertanian kota seru yang diinisiasi oleh anak-anak muda. Inisiatif mereka perlu didukung, diperkuat dan disebarluaskan, sehingga semakin banyak orang yang tertarik untuk bergabung.
  • Berkoneksi dan belajar dari petani lokal untuk berbagi tips dan manfaat dari pertanian kolektif. Untuk memulihkan sistem pangan kita, jadikan konsep pangan berkeadilan sebagai yang utama. . Mulailah membeli hasil pangan petani yang telah mengadopsi sistem pertanian berkelanjutan

Pandemi Covid-19 adalah momentum yang tepat bagi kita semua untuk menanam benih yang baru, benih yang mampu mewujudkan kedaulatan pangan. Bersama kamu, kita bisa mewujudkan itu.  Bergabunglah dengan kami!