Bulan suci Ramadan telah tiba, bulan yang suci, penuh keberkahan dan pengampunan. Namun, ada yang berbeda dari Ramadan tahun ini. Umat muslim di seluruh dunia kali ini harus menjalankan ibadah puasa Ramadan dengan suasana yang sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya karena pandemi Covid-19.

Ilustrasi seorang wanita menggunakan masker – © Ulet Ifansasti / Greenpeace

Nuansa Ramadan yang ramai oleh pasar takjil, bedug maghrib di masjid, tarawih, buka puasa bersama, bahkan reunian, kali ini tak bisa terlaksana akibat adanya pandemi. Sejumlah negara menerapkan lockdown atau karantina wilayah, di Indonesia sendiri terdapat penerapan PSBB. Kebijakan tersebut memaksa kita untuk melaksanakan ibadah puasa tidak dalam hingar bingar suka cita Ramadan, namun dalam kesunyian dan pengendapan diri (muhasabah).

Sejatinya Ramadan kali ini benar-benar mengajarkan kepada kita arti bersabar, bersyukur, dan refleksi diri. Bersabar karena pandemi ini kita benar-benar tidak tahu kapan akan berakhir, bersabar karena tidak bisa melakukan hal-hal yang biasa kita lakukan saat Ramadan, bersabar berdiam diri di rumah untuk melindungi diri dan keluarga. 

Kedua yaitu bersyukur. Bersyukur karena tidak semua orang memiliki kemewahan seperti kita bisa tetap melakukan pekerjaan walaupun hanya di rumah saja, dan masih mendapatkan penghasilan. Bersyukur karena ternyata dengan di rumah saja, kita justru memiliki waktu yang dihabiskan lebih banyak bersama keluarga. Bersyukur masih dipertemukan dengan Ramadan, dan diberikan kesehatan untuk menjalaninya. 

Bayangkan para tenaga medis, tukang ojek, supir angkot, supir taksi, petugas kebersihan rumah sakit dan jalan, dan segudang profesi lain yang mengharuskan mereka keluar rumah untuk bekerja. Belum lagi menghitung saudara-saudara kita yang harus kena PHK, akibat perusahaan tempat mereka bekerja gulung tikar. Ramadan tahun ini memberikan kita kesempatan berkali-kali lipat lebih banyak untuk membangun solidaritas, membantu saudara-saudara kita yang terdampak secara ekonomi akibat pandemi. 

Hal yang ketiga yaitu refleksi diri. Ramadan kali ini memberikan kesempatan kepada kita untuk muhasabah diri. Melihat lagi ke dalam pribadi kita masing-masing tentang makna Ramadan sesungguhnya, tentang sesama, tentang apa yang telah kita perbuat terhadap sekitar, tentang kebersamaan, dan tentunya tentang ibadah kita. Apakah sudah benar, apakah sudah baik, apakah sudah sempurna, apakah sudah bermanfaat?

Namun, yakinlah bahwa hari-hari yang lebih baik akan datang. Saat hari itu datang, semoga kita terlahir kembali menjadi pribadi yang lebih baru, lebih tulus, lebih bermanfaat, lebih mencintai sesama, dan lebih menyayangi bumi. Harapan perlu terus dipupuk, doa perlu terus dipanjatkan, untuk hari esok yang lebih cerah, yang membawa kita pada keberkahan dan kesejahteraan, serta pada persaudaraan yang lebih erat.