Bendera Merah Putih berkibar di tengah Danau Toba bersamaan dengan aksi bentang banner oleh para aktivis perempuan dari masyarakat adat melawan deforestasi.

Minggu ini kita merayakan hari jadi Indonesia yang ke-77. Usia yang sangat matang bagi sebuah negara.

Namun, lewat pidato yang disampaikan pada 16 Agustus 2022, Presiden Joko Widodo justru masih menyinggung beberapa hal yang masih jauh dari prinsip berkelanjutan untuk kita bisa bertahan 77 tahun lagi.

Dukungan terhadap industri ekstraktif sangat terasa saat Presiden menyinggung soal industrialisasi sumber daya alam. Padahal sejarah mencatat kerusakan lingkungan dan hilangnya ruang hidup masyarakat terjadi di berbagai pelosok Indonesia akibat hal ini.

Presiden tidak secara spesifik membahas permasalahan Krisis Iklim dan Energi lewat penggunaan energi bersih. Seperti kita ketahui bersama, Indonesia masih sangat tergantung dengan penggunaan batu bara – bahkan lewat RUU Energi Baru & Terbarukan yang memuat sejumlah turunan batu bara sebagai bentuk energi baru.

Mengingat Indonesia yang akan menjadi tuan rumah G20, berfokus pada transisi energi seharusnya menjadi momen penting di saat genting ini.

“Transisi energi terbarukan harus terjadi segera, didukung oleh kemauan politik, kerangka regulasi, kebijakan insentif bahkan subsidi secara masif oleh pemerintah. Subsidi energi fosil yang selama ini banyak menguntungkan kelas menengah atas harus dihentikan, dan diganti dengan bantuan sosial yang langsung ditargetkan pada keluarga-keluarga miskin, baik untuk membeli bahan bakar ataupun untuk membayar tagihan listrik,” ujar Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak.

Leonard juga mengingatkan bagaimana industri sawit Indonesia, yang dalam pidato Presiden disebut sebagai pemasok terbesar CPO dunia, telah menyebabkan hilangnya 17 juta hektar hutan Indonesia.

Baca refleksi 77 Tahun Indonesia merdeka dari Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak di sini.

Lalu, bagaimana Gen Z menilai pidato Presiden tersebut? Bagaimana juga dengan reaksi para ahli? Kami mengundang Ekonom Senior Faisal Basri, Co-founder Green Welfare Nala Amirah, dan Korbid Sosling BEM UI Amira Widya Damayanti untuk me-review jujur pidato tersebut.

“Kami menunggu bukti kalau memang benar lima agenda besar pemerintah diprioritaskan untuk keberlangsungan sosial dan lingkungan,” ujar Amira menanggapi lima agenda besar yang disebut pemerintah untuk “membangun Indonesia yang inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan.”

Podcast #NgobrolLingkungan – Review Jujur Pidato Presiden Jokowi 2022

Indonesia masih punya waktu untuk menghindarkan diri dari bencana iklim yang tidak terpulihkan (irreversible climate disaster). Krisis Iklim sudah sampai di depan mata, kawan. Tak ada waktu lagi untuk memprioritaskan energi kotor, tanpa upaya maksimal beralih ke energi bersih dan terbarukan demi masa depan berkelanjutan.

Indonesia masih punya waktu untuk menghindarkan diri dari bencana iklim yang tidak terpulihkan (irreversible climate disaster). Krisis Iklim sudah sampai di depan mata, kawan. Tak ada waktu lagi untuk memprioritaskan energi kotor, tanpa upaya maksimal beralih ke energi bersih dan terbarukan demi masa depan berkelanjutan.

Arsi Agnitasari adalah Digital Campaigner untuk Greenpeace Indonesia.