Sepeda masih belum secara eksplisit menjadi bagian dari arus utama dalam upaya global pengurangan emisi dari sektor transportasi. Hal ini disampaikan oleh Juru Kampanye Urban Greenpeace Indonesia, Muharram Atha Rasyadi,  pada diskusi melalui Twitter Spaces @GreenpeaceID bertajuk “Transportasi Bebas Emisi harus Difasilitasi” Jumat lalu (19/11). 

Deklarasi global dari konferensi iklim COP 26 tersebut, sebatas menyampaikan adanya kebutuhan akan mobilitas aktif dan sistem transportasi yang lebih luas untuk mengurangi emisi dan menjaga kenaikan suhu bumi di bawah 1,5 derajat Celcius. Hal ini pun baru ditambahkan pada detik-detik terakhir sebelum pengesahan, pasca 350 organisasi di seluruh dunia yang termasuk di dalamnya Greenpeace Internasional dan B2W Indonesia menyampaikan surat terbuka dengan menandatangani petisi global dari European Cyclist’ Federation. Selain itu, Ketua Umum B2W Indonesia, Fahmi Saimima, menyayangkan bagaimana Pemerintah Indonesia tidak menjadi bagian dari negara yang berkomitmen untuk menjalankan salah satu hasil konferensi dunia untuk perubahan iklim tersebut.

Padahal, sepeda adalah moda transportasi yang memiliki potensi besar dalam membantu kota mengurangi emisi transportasi. Di Jakarta, emisi dari sektor ini berkontribusi lebih dari 43% total emisi wilayah, yang juga menjadi kontributor terbesar dalam polusi udara. Bersepeda untuk kegiatan sehari-hari memungkinkan kita untuk bermobilitas tanpa memberikan dampak buruk tersebut

Bike for Renewable Energy in Thailand - On the Road. © Arnaud Vittet / Greenpeace
Bersepeda untuk Bumi © Arnaud Vittet / Greenpeace

Perhitungan analisis daur hidup (life-cycle assessment) dari International Transport Forum, menunjukkan bahwa besaran emisi gas rumah kaca dan konsumsi energi per kilometer yang dimiliki sepeda, jumlahnya jauh lebih kecil dibandingkan moda transportasi lainnya. Hal senada juga disebutkan dalam laporan “Quantifying CO2 saving of cycling” dari European Cycling Federation (ECF). Total emisi gas rumah kaca dari proses produksi, perawatan, pembuangan (disposal), dan energi yang digunakan untuk bersepeda, hanya mencapai 21 gram CO2e per penumpang per kilometer. Lebih lanjut, ECF mengestimasikan bahwa apabila 32% total perjalanan di kota yang awalnya menggunakan mobil dapat beralih ke bersepeda emisi dapat berkurang hingga sebesar 11 juta ton CO2e.

Selain belum menjadi arus utama dalam level global dan nasional, potensi sepeda untuk mengurangi dampak transportasi terhadap lingkungan juga belum dilirik secara maksimal di level lokal, Kota Jakarta. Disediakannya 193,6 km jalur sepeda belum cukup untuk membuktikan klaim kota ini sebagai kota ramah sepeda. Terbukti dengan masih banyaknya pesepeda yang menjadi korban kecelakaan lalu lintas. Terlebih dengan beredarnya wacana bahwa jalur sepeda ini bukan kebutuhan mendesak dan tidak apa-apa jika dibongkar. Hal ini jelas tidak sejalan dengan komitmen pemerintah setempat untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dalam gerakan global Race to Zero. Mengubah pola mobilitas yang sudah terlampau bergantung kepada energi fosil memang bukan pekerjaan yang mudah. Pembangunan jalur sepeda saat ini memang belum menunjukkan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan jumlah pesepeda. Meskipun demikian, hal yang perlu diperhatikan terlebih dahulu adalah bagaimana fasilitas dan infrastruktur ramah sepeda yang tersedia di berbagai fasilitas umum perkotaan.

Elisa Sutanudjaja, Direktur Rujak Center for Urban Studies dalam diskusi yang sama menjelaskan bahwa jalur sepeda hanya satu komponen penting dari banyaknya komponen pendukung untuk memudahkan warga kota dalam pesepeda. Seperti misalnya, fasilitas parkir yang aman, tersedianya akses toilet basah untuk pesepeda, integrasi dengan transportasi publik, hingga pendanaan inovatif seperti insentif bagi pesepeda. Pembangunan jalur sepeda terproteksi menurutnya juga perlu untuk didasarkan pada rute-rute yang memang banyak dilalui pesepeda seperti misalnya, rute menuju sarana pendidikan.

Lajur sepeda di jalan Thamrin, Jakarta. © Afriadi Hikmal / Greenpeace

Advokasi untuk mewujudkan infrastruktur dan lingkungan yang lebih ramah sepeda kemudian masih menjadi pekerjaan besar yang harus dilakukan bersama. Komitmen untuk terus bergerak dalam mengarusutamakan sepeda dalam mobilitas kota ini ditunjukkan oleh  Greenpeace Indonesia dan B2W Indonesia melalui NOP 26, kegiatan gowes bersama pada Jumat malam, 26 November 2021, dengan membawa pesan pentingnya memfasilitasi sepeda sebagai solusi krisis iklim. Selain itu, Greenpeace Indonesia juga tergabung dalam kampanye Cycling Cities yang diinisiasi oleh Institute for Transportation and Development Policy (ITDP). 

Bumi membutuhkanmu untuk turut serta dalam upaya pengurangan dampak krisis iklim. Kamu bisa mulai langkah transformasi transportasimu dengan mulai mencoba bersepeda untuk kegiatan sehari-harimu. Seperti kata Elisa saat menutup diskusi di Twitter Spaces bersama Greenpeace, “Coba saja langsung”.