Greenpeace memiliki sejarah yang panjang dalam bekerja sama dengan musisi-musisi ikonik, dan membuat acara-acara musik yang mengagumkan untuk menyebarluaskan isu mengenai hal-hal apa saja yang terjadi pada lingkungan kita.

Untuk merayakan ulang tahun ke-50 Greenpeace, berikut ini merupakan linimasa dari beberapa musik hits kami.

Pertunjukkan pembuka: Joni Mitchell pada konser Amchitka, 1970

Greenpeace selalu ingin membuat gebrakan baru sejak dari awal terbentuk. Konser perdana kami tidak lain menampilkan Joni Mitchell – yang saat itu baru saja memulai karir gemilangnya sendiri.

“Don’t it always seem to go / That you don’t know what you’ve got til it’s gone / They paved paradise / And put up a parking lot”

— Big Yellow Taxi oleh Joni Mitchell

Greenpeace – The Album, 1985

15 tahun setelah didirikan, Greenpeace sudah dikenal sebagai kekuatan utama bagi lingkungan dan perdamaian. Di tahun 1985, tahun yang terkenal dengan konser amal Live-Aid yang digelar besar-besaran di London dan New York, “Greenpeace – The Album” dirilis.

Pada titik ini, banyak musisi yang berusaha untuk berkolaborasi dengan Greenpeace karena keberaniannya untuk menghadapi ketidakadilan seperti uji coba nuklir di Pasifik. Suggs dari band asal Inggris, Madness, yang merupakan salah satu artis kontributor menyampaikan kekagumannya, “Greenpeace adalah pecinta lingkungan, tetapi banyak hal yang mereka lakukan. Mereka tidak berdebat, mereka tidak melakukan pawai, tetapi mereka bertindak.”

1985 juga merupakan tahun ketika Greenpeace harus merasakan kehilangan yang tragis atas fotografer Fernando Pereira, yang tewas dalam pengeboman kapal Rainbow Warrior di Auckland, Selandia Baru, oleh badan intelegen dari Perancis.

Album rilisan Amerika Serikat menggunakan foto kapal yang diambil oleh Pereira saat aksi.

Sampul album Greenpeace – The Album

Musik di atas kapal, 1990-2020

Kapal-kapal milik Greenpeace merupakan bagian pokok dari gerakan gerakan anti kekerasan yang dilakukan Greenpeace sejak awal. Namun, tidak selamanya kapal-kapal ini digunakan untuk mengonfrontasi kapal pemburu paus atau mencegat kapal pukat super.

Ini dia beberapa contohnya ketika kapal digunakan sebagai panggung untuk nama-nama besar dalam musik:

Eurythmics merilis album Peace dengan melakukan konser di atas kapal Rainbow Warrior di London, Inggris, tahun 1999:


Damon Albarn berpartisipasi dalam peluncuran Rainbow Warrior III yang baru di tahun 2011:

Masih di tahun 2011, Paul Simonon, pemain bass untuk The Clash, menyamar menjadi chef di Esperanza dan ditangkap setelah sebuah protes terjadi di kilang minyak. Anda bisa mendengar cerita mengenai pengalamannya di video dari serial Stories from the Rainbow Warrior ini.

Menyelamatkan Arktika, 2010an

Salah satu masa musikal yang paling intens bagi Greenpeace dalam beberapa tahun terakhir adalah kampanye global besar-besaran yang bertujuan untuk menghentikan pengeboran minyak di Arktika.

Pertama, beberapa nama besar dalam dunia musik bersatu bersama pendukung Greenpeace di tahun 2014 untuk membebaskan Arctic 30 dari penjara Rusia, termasuk Paul McCartney dan Madonna.

Kemudian di tahun 2015, Charlotte Church menyanyikan Requiem for Arctic Ice sebagai protes terhadap rencana Shell untuk mengebor minyak di Arktika:

Pentolan Radiohead, Thom Yorke, menjadi DJ di wahana Arctic Hope selama Aksi untuk Keadilan Iklim di London menjelang konferensi iklim COP21 (di mana perjanjian iklim Paris 2015 disepakati)

Pada tahun 2018, Yorke juga mendonasikan lagu ini kepada kampanye yang bertujuan untuk membuat area perlindungan terbesar di dunia yang berada di Antartika:

Terbaru di tahun 2016, komposer dan pianis Ludovico Einaudi tampil di atas panggung yang mengambang di Laut Arctic – performa yang sangat kuat hingga akhirnya membuat Shell membatalkan rencana mereka untuk melakukan pengeboran di Arktika.

Greenpeace di Glanstonbury 1991 – ….

Belum lengkap rasanya kalau membicarakan musik Greenpeace tanpa menyebutkan perayaan 30 tahun Greenpeace sebagai unsur utama dari Festival Glastonbury.

The Greenpeace Field adalah bagian penting di Glastonbury, berada di pusat festival musik paling terkenal di dunia. Selama lima malam dan empat hari, relawan Greenpeace menawarkan segalanya, mulai dari kegiatan yang menyenangkan untuk anak-anak hingga pancuran mandi bertenaga surya gratis, makanan vegan, dan pertunjukan bertabur bintang.

Jarvis Cocker menjadi DJ di Greenpeace Field saat Festival Musik Glastonbury 2017 © Alex Stoneman / Greenpeace

Bahkan di tahun ketika festival musik secara langsung tidak memungkinkan, Greenpeace membuat terobosan baru dengan penampilan digital yang disebut Action All Areas pada Juni 2020. Festival daring ini menampilkan deretan bintang luar biasa yang menyinari rumah kami dari seluruh dunia – termasuk Arlo Parks, pemenang Mercury Prize, bernyanyi dari kamar tidur!

Lagu Bonus: DJ untuk Aksi Iklim, 2020-21

Tidak diragukan lagi bahwa pandemi global membuat musisi di seluruh dunia menjadi frustasi. Namun musik sering kali menjadi suaka di tengah krisis; sebuah cara untuk menyatukan banyak orang dari beragam budaya ke dalam sebuah pengalaman yang sama. Begitu pun saat kita menghadapi ganda krisis – krisis kesehatan dan krisis iklim. 

Pada tahun 2020, DJs for Climate Action mengajak para produser di seluruh dunia untuk membuat lagu orisinil yang dibuat dari sebuah sampel rekaman dari Greenpeace, termasuk suara gesekan es di Arktika, gemuruh badai Amazonian, hantaman ombak di Pacific, dan (tentu saja) suara paus di laut.

Ternyata respon yang didapat sangat luar biasa, dan sejumlah lagu yang masuk akan segera dicetak pada vinyl hijau ramah lingkungan edisi terbatas. Anda dapat mendengar cuplikan beberapa treknya melalui Soundcloud di bawah ini.

Summer Fest 2.0

Musik sudah sedari lama menjadi media berkampanye dalam berbagai macam isu, agar isu yang disampaikan lebih mudah diterima berbagai kalangan. Begitu pun di Indonesia. Tahun 2019, Greenpeace Indonesia berkolaborasi dengan 13 musisi untuk membuat sebuah album kompilasi bertema perubahan iklim dan energi terbarukan. Album yang akhirnya dirilis bersamaan dengan gelaran Summer Fest 2.0 di Bali ini menegaskan bahwa para musisi peduli dengan lingkungan dan ingin ikut berkampanye untuk menyampaikan isu tersebut.

Summer Festival 2.0 di Celukan Bawang, Bali © Jurnasyanto Sukarno / Greenpeace

Festival yang dilaksanakan selama 3 hari ini diisi dengan berbagai macam kegiatan di dalamnya, mulai dari workshop hingga pagelaran utama yaitu konser musik selama 2 hari berturut turut. Daya tarik konser ini ialah penggunaan sumber energi yang 100% menggunakan energi terbarukan, dan sampai saat ini merupakan satu-satunya pagelaran konser musik skala besar yang menggunakan 100% energi terbarukan. Konser ini semakin menguatkan pesan bahwa energi terbarukan sangat mungkin untuk digunakan dalam kebutuhan sehari-hari bahkan untuk kebutuhan yang lebih besar lagi. Hal unik lainnya dalam festival ini yaitu tempat diadakannya – bersebelahan dengan PLTU Celukan Bawang, yang akhirnya memperlihatkan perbandingan nyata antara energi fosil dengan energi yang ramah lingkungan.

Pada tanggal 5 Oktober 2021, Tuan 13 bersama Greenpeace Indonesia merilis video klip “Fought the System”, video yang menceritakan tentang bagaimana kondisi negara saat ini ketika hukum direkayasa sedemikian rupa demi mempermudah oligarki dalam menguras hasil bumi, serta memperlihatkan bagaimana kerusakan lingkungan dan pelangaran hukum terjadi di Indonesia. Lirik yang lugas dengan rima yang kuat menjadikan lagu ini rasanya cocok untuk masuk dalam playlist musik untuk menemani perjuangan Anda. Selain lirik yang kuat, visual yang memperlihatkan kerusakan lingkungan, hingga kekerasan yang terjadi saat aksi beberapa tahun terakhir semakin mempertegas pesan bahwa bumi sedang tidak baik-baik saja.

Jika kita membicarakan lagu-lagu dengan kritik sosial dan lingkungan, tentu kita tidak bisa melupakan band asal Bali, Navicula. Band yang sudah 25 tahun berkarir di industri musik ini sudah sering mengeluarkan hits yang berisikan pesan mengenai lingkungan. Salah satu lagu yang tidak pernah terlewat dibawakan di panggung adalah Busur Hujan, lagu dengan lirik yang mudah diingat menjadi favorit bagi mereka yang menonton secara langsung, terlebih pada bagian “warna warni kita menjadi satu”, sering kali diteriakan oleh para penonton di setiap panggung Navicula. Selain itu, Navicula tak lupa berkampanye di setiap penampilannya dengan menceritakan inspirasi di balik lagu mereka, yang sering kali dimulai dari kekhawatiran Navicula terhadap lingkungan.

Video klip Busur Hujan terasa dekat dengan aktivisme, kita bisa melihat dan merasakan bagaimana heroiknya perjuangan aktivis saat melakukan aksi. Tak lupa di awal kita diperlihatkan sejarah tentang kapal Rainbow Warrior yang pernah diledakkan oleh bom. Secara pribadi, saat pertama melihat video klip Busur Hujan, keinginan untuk ikut turun langsung melakukan aksi timbul begitu saja. Navicula juga terlibat dalam salah satu ekspedisi yang dilakukan oleh Greenpeace, yang semakin menguatkan lirik yang ada hingga akhirnya bisa menjadi salah satu lagu wajib yang selalu dibawakan oleh Navicula dari panggung satu ke panggung lainnya.