Banjir dahsyat di Eropa. Kenaikan suhu tinggi hingga 45ºC  di Kanada. Tanah longsor di Jepang. Siklon ekstrim di India. Banjir di kereta bawah tanah New York, Cina tengah dan Uganda, dan gelombang panas yang terik di Maroko.

Bukan, saya tidak sedang bercerita tentang adegan film fiksi ilmiah atau pengantar laporan abstrak tentang perubahan iklim. Ini adalah kehidupan nyata di tahun 2021. Kemungkinan besar, Kamu baru-baru ini melihatnya di berita utama surat kabar, feed media sosial, atau bahkan dari rumahmu sendiri.

Kami telah membuat proyeksi iklim, naskah kebijakan, dan argumen. Ketika perubahan iklim semakin cepat dan menjadi lebih mematikan, kota-kota menjadi semakin rentan. Kita perlu bergerak maju dengan sistem peringatan dini, kerja dengan respon terkoordinasi, dan tentu saja, tindakan berani untuk menghentikan keadaan darurat iklim agar tidak semakin parah.

Mari kita perjelas: industri ekstraktif, dari bahan bakar fosil hingga industri pertanian, adalah sumber masalah ini. Industri-industri ini mungkin mencoba untuk menyalahkan konsumen, tetapi model bisnis kolonial mereka yang harus disalahkan. Bahkan menghadapi rekor banjir, kekeringan, gelombang panas, dan cuaca dingin, mereka  mengajukan banding atas perintah pengadilan untuk secara drastis mengurangi emisi dan greenwashing dengan iming-iming ‘nol bersih’ dan solusi palsu lainnya.

Kita harus meminta pertanggungjawaban mereka. Dengan 100 hari hingga COP26, kita perlu memberi tahu para pemimpin dunia untuk melangkah dan berjuang untuk membatasi suhu global pada 1,5ºC di atas tingkat pra-industri. Seperti inilah gambaran krisis iklim terlihat:

Jepang

Lumpur dan puing-puing dari tanah longsor setelah hujan lebat selama berhari-hari di Atami, Provinsi Shizuoka pada 3 Juli 2021. © Charly Triballeau/AFP/Getty Images

Bangladesh

Penarik becak membawa penumpang dan mengarungi jalan yang terendam banjir setelah hujan lebat melanda Dhaka pada Juli 2021.© Munir Uz Zaman/AFP via Getty Images

Belgia

Gambaran kehancuran setelah banjir parah dan hujan deras pada 17 Juli 2021 di Pepinster, Belgia. Berdasarkan laporan lokal, 27 orang tewas dan 103 hilang setelah dua hari hujan deras yang menyebabkan sungai meluap dan menghanyutkan rumah. © Olivier Matthys/Getty Images

Austria

Kerusakan jalan terlihat di Kelchsau dekat Kitzbuhel, Austria pada 18 Juli 2021, setelah hujan deras menyebabkan banjir dan tanah longsor. © Zoom Tirol/AFP via Getty Images

Belanda

Seorang pria membawa kotak melalui jalan yang terendam banjir pada 16 Juli 2021 di Geule, Belanda.© Sanne Derks/ Getty Images

China

Foto ini diambil pada 11 Juli 2021 memperlihatkan regu penyelamat mencari penduduk yang terdampak di sepanjang jalan yang terendam banjir setelah hujan lebat di Dazhou, Sichuan sebelah barat daya China. © STR/AFP melalui Getty Images

Amerika Serikat

Orang-orang mengungsi di stasiun pendingin Orgen Convention Center di Oregon, Portland pada 28 Juli 2021, saat gelombang panas melanda sebagian besar Amerika Serikat. Negara bagian di Amerika Serikat dan Kanada mengalami panas yang memecahkan rekor pada 27 Juni 2021, memaksa kegiatan sekolah dan pusat pengujian Covid-19 ditutup bahkan acara kualifikasi atletik Olimpiade pun ditunda. Prakiraan cuaca memperingatkan gelombang panas yang lebih parah akan datang. © Kathryn Elsesser/AFP via Getty Images

Kuba

Sebuah mobil tua Amerika melewati jalan yang terendam banjir di Havana pada 30 Juni 2021. Hujan lebat dan drainase yang rusak menyebabkan banjir di jalan-jalan di Havana. © Yamil Lage/AFP via Getty Images

Sudhanshu Malhotra adalah Editor Multimedia di Greenpeace Internasional.

Lindungi Hutan

Kebakaran hutan tidak hanya mengancam kehidupan manusia, tapi juga mengancam satwa liar asli Indonesia yang terancam punah. Bantu kami wujudkan Nol Deforestasi.

Ikut Beraksi