Isu plastik kemasan masih terus jadi momok menakutkan. Berdasarkan laporan Greenpeace Indonesia (2021), plastik kemasan menjadi kategori sampah plastik yang paling banyak dihasilkan (digunakan oleh seluruh masyarakat yang menjadi subjek penelitian). Hal ini diperparah dengan proyeksi produksi plastik kemasan yang terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Terhitung pada rentang tahun 2013 hingga 2050, diproyeksikan produksi plastik akan mengalami peningkatan empat kali lipat menjadi 318 juta metric ton pada tahun 2050 [1]. Tanpa adanya penyediaan sistem pengiriman alternatif, pencemaran lingkungan akibat kemasan plastik ini, tidak dapat dihindarkan lagi.

Plastic Monster Mass Rally in Jakarta. © Jurnasyanto Sukarno / Greenpeace
People joins a mass rally and carrying a plastic monster appears during an anti-plastic campaign in Jakarta business district. Greenpeace collaborates with NGO’s create a giant Plastic Monster to support Jakarta against single use plastic in Jakarta. Greenpeace also urges the Fast Moving Consumer Goods (FMCG) corporation responsible to their packaging that is using single use plastic. © Jurnasyanto Sukarno / Greenpeace

Kondisi ini akhirnya memantik kesadaran serta perubahan perilaku masyarakat. Masyarakat kini mulai melakukan penyesuaian untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai dalam kegiatan sehari-harinya [2]. Salah satunya, dengan bijak memilih produsen yang menyediakan pilihan produk zero waste.

Sudah menjadi kewajiban mutlak bagi produsen untuk mulai mawas diri memikirkan dampak lingkungan yang ditimbulkan dan mencari inovasi alternatif pengganti plastik. Di saat sebagian produsen “masih terus memikirkan” inovasi yang dapat digunakan untuk mensubstitusi kemasan plastiknya, sebagian produsen lainnya telah menerapkan solusi “progresif” dengan tidak menyediakan kemasan plastik sama sekali.

Salah satu bentuk nyata dari solusi tersebut ialah munculnya Enviu Zero Waste Living Lab (ZWLL), salah satu model bisnis yang turut mendorong gerakan bebas kemasan plastik. Berangkat dari keresahan atas kegagalan sistem pengelolaan sampah global yang utamanya bersumber dari kemasan plastik sekali pakai, Enviu terdorong untuk  mengubah dan menginisiasi paradigma sistem bisnis baru dengan inovasi refill dan reuse. Menurut Tauhid, Venture builder Enviu ZWLL, “Solusi reuse adalah solusi yang tepat untuk dikembangkan di Indonesia karena ia dapat mengatasi permasalahan sampah plastik dari sumbernya, bukan hanya mengatasi gejalanya dan juga memiliki berbagai keuntungan seperti penghematan jangka panjang bagi produsen dan konsumen”.

Sejak didirikan pada tahun 2020, Enviu ZWLL telah melahirkan enam venture bisnis isi ulang (refill) dan guna ulang (reuse) di Indonesia. Di antaranya Koinpack, Qyos, Cupkita, Econesia, dan Kecipir. Dalam implementasinya, masing-masing start-up ini menawarkan inovasi  penyediaan produk zero waste yang murah dan nyaman digunakan oleh semua orang.

Koinpack misalnya, menyediakan sistem guna ulang kemasan berukuran mini untuk produk perawatan pribadi dan rumah tangga. Bekerja sama dengan beberapa warung lokal dan bank sampah di Jakarta, inovasi ini ditawarkan Enviu ZWLL sebagai inovasi produk ekonomis pengganti plastik saset.

Berbeda dengan Koinpack, venture Qyos ditargetkan dapat menggantikan penggunaan plastik pouch. Di mana melalui venture ini, berbagai produk kebutuhan sehari-hari disediakan dalam mesin isi ulang yang mengharuskan konsumen membawa wadah sendiri untuk mengemasnya.

Tidak hanya kemasan produk perawatan rumah tangga dan pribadi, venture Cupkita menawarkan alternatif pengganti gelas plastik sekali pakai. Dengan menggandeng beberapa kafe dan restoran di Jakarta, Cupkita menawarkan fasilitas peminjaman tumblr dengan penerapan sistem pengembalian jaminan. Di mana konsumen akan dikenakan biaya sewa yang nantinya dapat dikembalikan pada saat tumbler tersebut dikembalikan.

Merambah sektor perhotelan, venture Econesia berinovasi menawarkan berbagai kebutuhan pengguna jasa yang disediakan dalam kontainer isi ulang. Fasilitas ini ditargetkan dapat menggantikan keberadaan plastik sekali pakai yang digunakan dalam berbagai fasilitas hotel seperti sabun, shampoo, dsb.

Dan terakhir, Kecipir, e-commerce makanan segar dan organik bebas plastik. Kecipir menawarkan produk sayur dan buah organik dari petani lokal yang didistribusikan menggunakan kemasan guna ulang. Untuk menggantikan penggunaan plastik belanja dan plastik pembungkus, Kecipir menerapkan sistem penarikan kembali seluruh kemasannya untuk digunakan kembali pada distribusi berikutnya.

Menilik inovasi penjualan produk minim plastik tersebut, Greenpeace Indonesia mencoba untuk menggali bagaimana persepsi dan kepuasan pengguna produk zero waste dari venture bisnis Enviu ZWLL.  Dalam periode Januari hingga Februari, kami melakukan survei pada 91 konsumen Kecipir, Koinpack dan Qyos.

Dari survei yang telah dilakukan, inovasi bisnis refill Enviu ZWLL mendapatkan apresiasi cukup tinggi dari konsumen. Dari 91 konsumen yang disurvei, seluruhnya menilai bahwa produk Enviu merupakan produk yang lebih baik dari produk dengan kemasan sekali pakai. Produk ini memberikan ketenangan pada konsumen untuk dapat menggunakan produk tanpa harus merasa bersalah karena telah menambah beban sampah lingkungan. Salah satunya, produk Kecipir yang menyediakan program pengambilan kemasan untuk digunakan kembali pada penjualan berikutnya dirasa telah membantu masyarakat untuk dapat mengelola sampah plastik mereka.

Hasil lain menunjukkan, 96% responden menilai produk yang dijual dengan sistem refill ini memiliki mutu produk yang baik. Lebih spesifik lagi, konsumen merasa yakin akan jaminan keamanan dan kebersihan dari produk yang dijual oleh Enviu ZWLL. Meskipun pada saat pandemi, konsumen juga produk ini tetap higienis dan aman. Statement ini didukung oleh grafik penjualan Enviu ZWLL yang terus mengalami peningkatan signifikan pada masa pandemi, terutama pada produk venture Kecipir.

Apresiasi lain ditunjukkan dari segi kenyamanan. 98% responden merasa produk isi ulang Enviu ZWLL cukup nyaman dan mudah untuk digunakan. Seperti pengguna venture Koinpack yang merasa dimudahkan karena pelanggan tidak perlu repot melakukan isi ulang. Pelanggan hanya perlu mengembalikan botol kosong dan akan langsung mendapatkan produk baru yang sudah terisi.

Selain itu, konsumen juga merasa produk refill Enviu ZWLL disediakan dengan harga cukup terjangkau. 93% responden merasa harga produk Enviu ZWLL sebanding dengan harga produk yang dijual dalam kemasan plastik. Di mana dengan harga yang sama, 81% reponden juga menilai kualitas produk yang disediakan sama baiknya dengan produk berkemasan plastik.

Kendati banyak respon baik disampaikan konsumen, responden merasa ada beberapa poin hambatan yang bisa menjadi pengembangan produk kelak. Salah satunya, tidak semua produk yang dibutuhkan pelanggan tersedia di venture Enviu ZWLL. Sehingga, pengembangan variasi produk dan merek yang dijual menjadi catatan penting dari konsumen.

Baby green sea turtle in a plastic cup on the beach on Bangkaru Island, Sumatra.

Seluruh responden dalam survei ini menunjukkan harapan yang sangat tinggi agar nantinya konsep penjualan refill ini dapat diperluas pangsa pasarnya. Hingga pada akhirnya nantidapat menggantikan seluruh produk kebutuhan sehari-hari yang saat ini masih dikemas dalam plastik sekali pakai.

Menanggapi catatan responden terkait masih minimnya variasi produk refill, Tauhid menjelaskan, “Untuk dapat meningkatkan variasi produk kepada konsumen tanpa kemasan plastik sekali pakai, melalui Koinpack dan Qyos, Enviu Zero Waste Living Lab terus mengembangkan kerjasama dengan pihak FMCG dalam hal suplai produk, inovasi kemasan dan pengembangan sistem sirkular.”

Jawaban itu tentu menjadi angin segar bagi konsumen yang menginginkan solusi atas pencemaran sampah plastik benar-benar terealisasikan. Dalam langkah bersamaan, kebutuhan konsumen serta penyedia bisnis refill tentunya menjadi penting untuk direspon industri FMCG. Sehingga, dengan adanya konsistensi pengurangan penggunaan plastik oleh konsumen, inisiatif pengiriman produk tanpa kemasan oleh distributor serta dukungan penyediaan produk isi ulang oleh produsen FMCG bukan mustahil krisis pencemaran sampah plastik bisa segera terurai.

End notes:

[1] Zero Waste Living Lab (2019). Plastic Pollution Fact: Plastic Packaging Production is Predicted to Quadruple by 2050.

[2] Greenpeace Indonesia (2021). Bumi Tanpa Plastik: Perspektif dan Tuntutan Publik terhadap Tanggung Jawab Industri dalam Krisi Pencemaran Plastik di Indonesia.