Untuk mencapai perubahan sistem, dibutuhkan desakan pada seluruh sistem.

City Trash Hunt and Brand Audit in South Korea © Soojung Do / Greenpeace
Relawan Greenpeace di Korea Selatan menemukan botol Coke ini sebagai bagian dari pembersihan dan audit merek lingkungan Hongdae yang populer di Seoul. © Soojung Do / Greenpeace

Apa yang terjadi


Perusahaan seperti Coca-Cola, Pepsi dan Nestle bergantung pada penggunaan plastik sekali pakai yang tidak hanya mencemari seluruh planet dengan sampah, tapi juga menopang sektor minyak dan gas dan memperparah perubahan iklim.

Bagi industri bahan bakar fosil, plastik menggambarkan garis keputusasaan. Perusahaan yang bertanggung jawab pada pemanasan iklim yang berlebih (seperti ExxonMobil, Shell, Ineos, dan Chevron Phillips) adalah mereka yang memproduksi plastik sekali pakai untuk merek konsumen besar.

Sayangnya, jawaban dari sektor barang konsumsi tentang ini adalah mengetahui parahnya masalah yang terjadi, dilanjutkan ke bagian humas, menjalankan beberapa proyek yang pernah dijalankan sebelumnya, dan kembali ke bisnis seperti biasa: menggunakan lebih banyak plastik sekali pakai untuk generasi berikutnya. Dan untuk melestarikan model bisnis “sekali pakai” mereka, sektor barang konsumsi sejalan dengan sekutu lama mereka dalam masalah krisis iklim, yaitu industri bahan bakar fosil.

Ship Channel and Oil Facilities in Texas. © Aaron Sprecher / Greenpeace
Fasilitas minyak Ineos dan Braskem di La Porte, Texas. Karena keuntungan hulu dalam produksi minyak dan gas menurun, industri bahan bakar fosil semakin berinvestasi di divisi petrokimia sebagai titik terang potensial, mengutip bahan baku etana harga rendah yang dihasilkan dari booming fracking AS dan peningkatan permintaan plastik sekali pakai dalam barang konsumen. sektor. © Aaron Sprecher / Greenpeace

Kenapa ini menjadi penting

Kita telah dibohongi

Coca-Cola dan sejumlah perusahaan barang konsumsi lain mengklaim telah menangani polusi plastik. Padahal mereka bekerja sama dengan industri bahan bakar minyak untuk melanggengkan kebohongan besar: Kita bisa keluar dari krisis plastik.   

Hanya dua persen dari sampah plastik yang pernah dibuat sudah didaur ulang, dalam artian daur ulang yang luas. Terlepas dari rekam jejak yang buruk ini, janji yang tidak berdasar tentang daur ulang memungkinkan merk barang konsumsi untuk membenarkan kemasan plastik mereka digunakan hanya dalam beberapa detik, kemudian mencemari lingkungan sampai beratus-ratus tahun.

Plastik bukan hanya masalah laut dan sampah, tapi juga masalah iklim, kesehatan, dan keadilan sosial. 99% plastik dibuat dari bahan bakar fosil seperti gas hasil fraksasi dan minyak. Hal tersebut berkontribusi terhadap perubahan iklim selama masa hidupnya. Plastik adalah racun – secara sosial maupun lingkungan – sejak dalam proses produksinya.

Project North Sea: Activists swim to oil rig to show that Denmark is not as green as people think. © Andrew McConnell / Greenpeace
Aktivis Denmark Ida Marie di dalam air dengan spanduk bertuliskan “Fosil Masa Depan Kita”. © Andrew McConnell / Greenpeace

Apa yang kita lakukan

Kita mengganggu bisnis model pencemaran mereka.

Jutaan orang di seluruh dunia mengambil langkah melawan perusahaan seperti Coca-Cola, PepsiCo, dan Nestle untuk mendesak mereka menghentikan ketergantungan terhadap plastik sekali pakai. Dengan cara menandatangani petisi, melibatkan bisnis lokal, melobi pemerintah, menekan para investor, dan bekerja dalam komunitas untuk membentuk masa depan berdasarkan penggunaan kembali.


Lonjakan gerakan ini bisa dirasakan di ruang rapat perusahaan dan pemerintah di seluruh dunia. Ada permufakatan internasional kalau kita harus bergerak sekarang.

Apa pendapat Greenpeace tentang ini

Abigail Aguilar, Koordinator Juru Kampanye Plastik Regional, Greenpeace Southeast Asia mengatakan:

“Tidak mengherankan jika audit merek global menemukan perusahaan multinasional besar yang sama menjadi pencemar plastik nomor satu dunia dalam tiga tahun berturut-turut. Para perusahaan ini mengklaim sedang mengatasi masalah krisis plastik, sedangkan mereka terus berinvestasi pada solusi palsu sambil bekerja sama dengan perusahaan minyak untuk memproduksi lebih banyak plastik. Untuk menghentikan kekacauan ini dan menangani perubahan iklim, para perusahaan besar harus menghentikan ketergantungan mereka pada kemasan plastik sekali plastik dan meninggalkan bahan bakar fosil.”

Imported Plastic Waste in Bekasi, West Java. © Jurnasyanto Sukarno / Greenpeace
Juru kampanye Greenpeace Indonesia Urban People Power (UPP) Muharram Atha Rasyadi menunjukkan sampah plastik asal AS saat melihat-lihat sampah plastik impor di tempat pembuangan sampah Burangkeng di Bekasi, Jawa Barat. Indonesia menjadi salah satu negara tujuan impor sampah dari negara-negara maju seperti AS, Kanada, Australia dan negara-negara Eropa lainnya.

Apa yang harus terjadi sekarang

Coca-Cola, Nestle, dan PepsiCo mempunyai kekuatan untuk membuat perubahan yang nyata. Untuk mengurangi jejak plastik mereka dan menangani perubahan iklim, mereka harus menghentikan ketergantungan pada kemasan plastik sekali pakai, meninggalkan bahan bakar fosil, dan mendukung peraturan pemerintah yang kuat.

Ketika orang-orang berbicara, perusahaan besar mendengarkan. Jika ada cukup orang untuk mendesak perusahaan-perusahaan ini untuk membuat perubahan, mereka bisa membantu menghentikan krisis polusi plastik.

https://act.greenpeace.org/page/74136/petition/1Tuntut para perusahaan raksasa ini untuk mengurangi jejak plastik mereka dari sumbernya dan berinvestasi pada pengisian serta penggunaan ulang sekarang

Graham Forbes adalah Global Plastic Project Lead di Greenpeace Amerika Serikat