Tahun 2020 menjadi tahun dramatis dan penuh kejutan bagi kita semua. Saya ingin  mengajak kamu untuk kilas balik ke tahun 2020: mencari bekal pembelajaran yang bisa kita gunakan untuk menghadapi tahun ini. Apa saja pelajaran dari 2020 yang bisa diambil? berikut adalah beberapa poin penting hasil obrolan kami dengan Leonard Simanjuntak atau Bang Leo sapaan akrabnya, Country Director Greenpeace Indonesia. Mari simak penjelasan berikut!

Pandemi Berdampak Pada Semua

© Adhi Wicaksono / Greenpeace

Bulan Maret 2020, awal kali pemerintah mengumumkan kasus positif Covid-19 masuk ke Indonesia, saat itu pula menjadi awal cerita sekaligus kebiasaan baru pada seluruh elemen di Indonesia. “Pandemi itu saya kira merubah banyak sekali perspektif kita terhadap berbagai persoalan. Bukan hanya lingkungan, namun juga politik, ekonomi, sosial, dan budaya,” ungkap Bang Leo.

Ketika pandemi berlangsung, dampak negatif banyak dirasakan, ekonomi relatif berhenti, mobilitas dibatasi, dan banyak korban berjatuhan. Pun sebaliknya pandemi juga memberikan dampak “positif” terhadap kualitas lingkungan. Akibat banyak industri yang tutup dan mobilitas lalu lintas yang berkurang, polusi dan pencemaran juga semakin tertekan. Secara global emisi karbon di bumi diperkirakan berkurang 8 sampai 10%. 

Tentu bukan ini yang kita harapkan, menurut Bang Leo “Persoalannya kita tidak memerlukan pandemi ini untuk mencapai itu semua. Harusnya, bagaimana caranya mencapai hal-hal baik tersebut tanpa membunuh banyak orang”. 

Belajar dari pandemi, kita sungguh butuh perbaikan sistemik agar bangsa ini menjadi lebih siap menghadapi kemungkinan pandemi berikutnya dan krisis iklim. Sistem ekonomi, pengelolaan industri, perbaikan lingkungan, manajemen sumber daya alam, keanekaragaman hayati, dan sebagainya, harus berubah secara fundamental.

Krisis Iklim Masih Jadi Ancaman

Aftermath of Typhoon Vamco in the Philippines © Basilio H. Sepe / Greenpeace

Krisis iklim sudah terjadi, dan kita masuk kepada dekade yang sangat menentukan. Dekade ini (2020 sampai 2030) merupakan tahun-tahun untuk mengambil keputusan-keputusan yang fundamental dalam konteks perubahan sistem ekonomi, industri, dan sosial budaya, agar krisis iklim tidak sampai menghasilkan kerusakan permanen pada bumi kita. Dari pandemi diharapkan seluruh elemen masyarakat dan pemerintah dapat mengambil pelajaran, bahwa kita punya pilihan lain untuk tidak kembali lagi ke pola-pola ekonomi eksploitatif yang bisa dipastikan akan memperburuk krisis iklim. 

Keputusan fundamental perlu diambil untuk melakukan perubahan-perubahan itu, misalnya ekonomi harus berkelanjutan, pilihan energi-energi harus lebih hijau, dan hutan harus dijaga. “Jika sebelumnya hutan kita terutama menjadi penyerap karbon sebagai salah satu benteng terakhir untuk krisis iklim, sekarang juga harus dijaga agar keanekaragaman hayatinya tidak rusak, kalau terus dirambah dapat berpotensi menghasilkan pandemi zoonotik disease berikutnya,” tegas Bang Leo. Dengan kata lain, melindungi alam, berarti kita melindungi manusia dari potensi pandemi berikutnya.

Kebijakan Butuh Tangan Bijak

© Aji Styawan / Greenpeace

Pengambilan keputusan memang tugas utama dari pemerintah namun tidak bisa dilupakan pula kesadaran publik. Tahun 2020 menurut Bang Leo sudah terdapat kesadaran publik namun belum mencukupi. “Terlihat dari misalnya, pemerintah dan DPR masih menyetujui UU Minerba dan UU Omnibus yang secara umum pro atau memberikan dukungan kepada pola industri yang lama atau usang,” jelasnya. 

Di sisi lain sudah terdapat peningkatan kesadaran saat pandemi ini, dari berbagai kelompok masyarakat untuk mengambil pilihan-pilihan bijak dalam mengelola sampah, pilihan mobilitas, mengelola konsumsi, dan sebagainya. Namun hal tersebut memang belum masif. 

Menurut Bang Leo, organisasi-organisasi dan gerakan lingkungan masih memiliki pekerjaan besar untuk memberikan tekanan yang lebih masif, sehingga keputusan pemerintah juga mengikuti arah tersebut. “Nah masalahnya kan di partai politik sampai saat ini tidak ada kesadaran itu, kesibukan bermain politik dengan mengedepankan kepentingan sesaat itu lebih mendominasi,” sebutnya.

Kita Butuh Suara Publik Yang Lebih Kuat

© M Iqbal / Greenpeace

Salah satu isu paling menyita perhatian adalah proses pembuatan dan pengesahan UU Omnibus Law-Cipta Kerja. Reaksi perlawanan terhadap Omnibus Law-Cipta Kerja sangat besar, menyebar ke segenap penjuru negeri. Tekanan publik lewat media daring, menurut Bang Leo sudah cukup maksimum pada saat itu. Tentunya, belajar dari situasi ini kita bisa lebih baik lagi: kita butuh tekanan yang lebih kuat. 


Masih terdapat kesenjangan antara kemampuan tekanan publik konkrit yang memerlukan kekuatan massa besar, dibandingkan dengan kampanye yang utamanya bertumpu pada media daring atau media sosial. Kita menyadari, bahwa masyarakat Indonesia harus dihadapkan dengan situasi ekstraordinary di tahun 2020 yaitu pembatasan aktivitas di masa pandemi. Yang mana jika hal tersebut bukan di masa pandemi, kemungkinan kekuatan perlawanan publik dapat lebih besar lagi.

Beberapa Isu Lingkungan Yang Harus Terus Diperjuangkan

Papua Forest Destruction © Greenpeace

Greenpeace tetap fokus untuk mengkampanyekan bagaimana menjaga supaya krisis iklim tidak bertambah buruk, salah satunya dengan menahan laju deforestasi dengan berbagai bentuknya. Misal ekspansi kelapa sawit harus dihentikan dan ditahan, serta isu food estate yang punya resiko besar kepada keanekaragaman hayati harus ditahan -karena ada pilihan lain untuk meningkatkan ketahanan pangan tanpa harus merambah hutan.

Kemudian soal Papua yang merupakan benteng terakhir biodiversity Indonesia. Papua menjadi salah satu “tempat uji”  apakah Indonesia memenuhi komitmennya dalam perjanjian Paris yang memegang prinsip Common but Differentiated Responsibilities and Respective Capabilities. Selain itu juga penting sekali untuk memberikan solusi berkelanjutan kepada orang asli Papua. “Bukan untuk pihak-pihak yang selama ini mengeksploitir Papua,” sebut Bang Leo.

Tidak hanya itu, isu lain seperti plastik dan mobilitas perlu terus diperhatikan. Dalam isu plastik, harus tetap berkampanye untuk mengurangi konsumsi plastik yang berlebih. Bang Leo mengatakan bahwa terdapat  indikasi yang kuat bahwa di masa pandemi konsumsi plastik justru naik. Misalnya meningkatnya sampah dari kemasan produk sebagai konsekuensi logis dari meningkatnya pembelian melalui media daring.

© Adhi Wicaksono / Greenpeace

Kemudian, isu mobilitas juga harus dijaga momentumnya. Menurut Bang Leo memang ada beberapa risiko yang lebih tinggi dalam public transport dalam masa pandemi ini, sehingga hal tersebut tetap menuntut kita untuk tetap berhati-hati. Dalam masa pandemi memang menjadi sedikit dilema, karena kita harus terus mendukung bagaimana transportasi umum tetap berjalan dengan menjaga protokol kesehatan.”Kita tetap dukung transportasi publik sebagai solusi masalah mobilitas sambil berhati-hati dalam komunikasi publik pada masa pandemi ini,” pungkasnya.

Nah, demikian ulasan singkat hasil obrolan kami dengan Bang Leo untuk kilas balik 2020, semoga membawa manfaat. Jadi, jangan lupa untuk terus mencintai Indonesia dengan selalu menjaga lingkungan ya!

Ditulis oleh Ulfah M. Hikmah, Mahasiswi Universitas Airlangga yang sedang melakukan magang di Greenpeace Indonesia.

Berdonasi

Kamu dapat membela lingkungan sepanjang hidupmu. Atau bahkan lebih lama dari itu. Berdonasilah hari ini.

Ikut Beraksi