Merinding!

Di tengah teriknya sengatan matahari, sesekali saya mendengar teriakan kompak bersama, “ Batang bersatu! Tolak PLTU!”

Tubuh saya rasanya bergetar dari ujung kaki hingga kepala mendengar gemuruh teriakan warga. Semangat warga Batang tak pernah padam, mereka  saling bergotong royong, memasang berbagai macam instalasi karya seni yang berisi pesan perlawanan akan ketidakadilan yang sedang menimpa kehidupan mereka. Berada langsung disini, menyaksikan langsung semuanya terjadi, rasanya sungguh campur aduk.

Sudah hampir dua minggu, lahan pertanian milik mereka yang menjadi satu-satunya sumber penghasilan sekaligus sumber pangan mereka, tiba-tiba ditutup rapat dengan pagar seng sepanjang lima kilometer. Pemagaran ini dilakukan secara semena-mena oleh PT Bhimasena Power Indonesia (BPI) (Konsorsium yang terdiri dari dua perusahaan Jepang, J-Power dan Itochu, serta Adaro perusahaan tambang batubara Indonesia) yang menjadi perusahaan swasta pemrakarsa mega proyek pembangunan PLTU Batubara Batang.

Namun para petani Batang ini tidak mudah menyerah. Dulu masih ada celah untuk mereka bisa mencoba masuk ke lahan milik mereka. Meskipun harus membungkuk melewati selokan, sebagai satu-satunya jalan untuk bisa merawat benih-benih tanaman pangan yang telah mereka tanam dan rawat dengan penuh kasih sayang. Kini celah itu telah tertutup, padahal sebagian lahan pertanian milik warga akan memasuki masa panen.

Seperti Pak Cahyadi yang tetap mencoba masuk ke lahannya dengan cara merangkak melalui celah kecil di bawah pagar seng, yang merupakan jalur irigasi sawah. Namun kini jalur irigasi tersebut pun telah ditutup oleh PT BPI, sehingga petani sama sekali tidak memiliki akses menuju lahan mereka.

Bahkan Pak Cahyadi pernah mencoba menyusup malam-malam ke kebun singkongnya, demi memetik beberapa buah singkong untuk dikonsumsi. Namun malang nasib Pak Cahyadi, bukan pulang dengan membawa makanan untuk anak istrinya di rumah, beliau pulang dengan rasa ketakutan akibat kejaran dan intimidasi preman-preman yang dibayar PT BPI untuk menjaga lahan pertanian warga Batangagar tidak bisa dimasuki oleh para pemiliknya.

Pak Cahyadi pun kini sudah tidak memiliki sumber penghasilan. Kebun melatinya diisolasi, padahal biasanya beberap hari sekali beliau selalu mendapatkan hasil yang cukup untuk kehidupannya, dari hasil panen bunga melati.

Sementara para warga masih sibuk di lahan kecil yang tidak dipagari, ada aktivitas lain yang menarik perhatian saya. Tampak tiga orang ibu-ibu tengah sibuk di ujung rel kereta api, mereka terus bergantian melakukan gerakan berdiri dan membungkuk sambil memegang kantung plastik di tangannya.

Bu Dariah adalah salah satunya. Ternyata beliau dan dua temannya sedang sibuk memetik kangkung kering yang tumbuh liar di dekat besi-besi rel kereta api. Sejak lahan pertanian mereka ditutup, mereka tidak bisa lagi mengambil bahan makanan untuk mereka konsumsi. Hingga mereka terpaksa harus mencari-cari sumber makanan yang masih bisa mereka dapatkan untuk dibawa pulang, diantara tumbuhnya tanaman-tanaman liar. Sungguh miris.

Pernah suatu waktu Bu Dariah menatap lahannya dari jauh. Ternyata ia melihat ada aktifitas di lahannya, tanaman-tanaman jagungnya yang akan memasuki masa panen dicabuti oleh petugas keamanan PT BPI. Hingga sekarang, beliau pun tidak pernah tahu, apakah jagung-jagungnya akan diberikan padanya atau hanya dicabut paksa dan dibiarkan tertimbun dan membusuk di lahan miliknya yang tidak bisa ia masuki lagi.

Rasanya sangat memilukan. Ketika mereka memiliki lahan pertanian yang bisa menghasilkan pangan untuk keberlangsungan hidup mereka, namun mereka sama sekali tidak bisa mengaksesnya. Sangat menyedihkan. Di kala warga Batang masih memilih menjadi petani, sementara mayoritas masyarakat Indonesia telah banyak meninggalkan bidang pekerjaan ini, namun niat baik mereka dihentikan.

Saya sangat salut terhadap perjuangan warga Batang ini. Meski di bawah intimidasi dan tekanan akan berbagai kebutuhan hidup keluarga, mereka tetap bertahan dan melawan demi kelestarian kampung halaman mereka. Walau tidak sedikit juga rekan-rekan petani Batang lainnya yang menyerah akibat berbagai intimidasi preman dan paksaan aparat untuk menjual lahannya kepada PT BPI dengan harga yang sangat murah.

Ironis. Ketika Indonesia diagung-agungkan dengan tanah subur dan samudera luasnya yang menjadikan negeri ini menyandang titel Negara Agraris serta Maritim, tapi justru potensi agraria dan maritimnya dimatikan secara masif. Pembangunan PLTU Batang ini tidak hanya akan berdampak buruk bagi petani, tapi juga terhadap nelayan.

Batang terletak di pesisir utara Jawa Tengah, letak geografis yang strategis ini pula yang membuat PT BPI menjadi sangat tergiur untuk membumiratakan Batang menjadi PLTU. PLTU batubara tentunya membutuhkan suplai bahan baku dengan akses yang mudah, dan akses termudah yang bisa mendukung adalah melalui jalur laut.

Tidak hanya itu, PLTU Batubara membutuhkan banyak batubara untuk memasak air, guna menghasilkan uap untuk menggerakkan turbin, dan dalam proses ini PLTU Batubara akan membuang jutaan liter air panas langsung ke dalam laut. Buangan air ini akan berdampak pada ekosistem laut sekitar. Sementara hasil pembakaran batubara melalui cerobongnya memiliki kandungan timbal dan toksik yang sangat tinggi. Dari air dan udara, lingkungan Batang akan dihancurkan, dan akan mempengaruhi ekosistem serta biota laut yang hidup didalamnya. Ikan-ikan, udang, cumi, gurita, kerang, yang biasanya menjadi tangkapan yang melimpah bagi nelayan Batang akan menghilang karena perubahan komposisi air laut akibat adanya buangan dari PLTU ini. Kalaupun biota-biota laut masih bisa hidup dengan kondisi buruk itu, lalu bagaimana jika dikonsumsi manusia?

Perjuangan warga Batang bukan semata semata demi lahan mereka, namun mereka berjuang demi kita, demi Bumi ini dengan mencegah semakin buruknya perubahan akibat pembakaran batubara. Alam semesta adalah ekosistem. Satu rangkaian yang jika ada satu mata rantai yang terputus, akan sangat mempengaruhi mata rantai lainnya. Tragedi yang menimpa Batang bukan hanya akan berdampak buruk bagi lingkungan. Tapi juga akan menjadi mimpi buruk bagi kita. Manusia-manusia yang berpijak di bumi ini. Mari bantu perjuangan warga Batang dan menyuarakannya demi Bumi ini.