Jakarta, 18 Juni 2019.  Kualitas udara Ibukota Jakarta kian memburuk, ini terlihat ketika selama libur lebaran kualitas udara Jakarta masih terpantau berbahaya. Berkurangnya kendaraan karena aktivitas mudik dan libur perkantoran selama satu minggu, tidak memberikan dampak signifikan pada perbaikan kualitas udara Jakarta, dan tetap mengancam kesehatan warga. Pada H-1 sebelum Lebaran atau 4 Juni 2019, tingkat partikel polusi yang sangat berbahaya PM2,5 harian mencapai 70,8 ug/m3, berada di atas baku mutu udara nasional sebesar 65 ug/m3 .

“Ini menunjukkan bahwa polusi udara Jakarta sangat parah dan sumbernya tidak hanya berasal dari kendaraan bermotor saja, tapi dari berbagai sumber pencemar yang ada di sekeliling Jakarta, termasuk 8 buah PLTU (22 unit) ditambah dengan rencana penambahan 4 buah PLTU Batubara baru (7 unit) yang berada dalam radius 100 km dari Jakarta. Gubernur DKI Jakarta pun telah menyadari hal ini, tinggal bagaimana langkah selanjutnya dari jajaran birokrasi dan pengambil kebijakan, ini yang diharapkan warga Jakarta “ ungkap Bondan Andriyanu, Juru Kampanye Greenpeace Indonesia

Melihat kondisi ini, sebuah inisiatif gerakan untuk udara bersih yang bernama Gerakan Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta (Ibu Kota) akan melayangkan gugatan warga negara atau Citizen Law Suit (CLS) kepada sejumlah institusi pemerintahan untuk menuntut hak mereka dalam mendapatkan udara bersih di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Gugatan ini akan dilayangkan sejumlah individu warga sebagai bentuk kekecewaan kepada pemerintah akibat lalai menangani polusi udara di Jakarta. Terdapat tujuh tergugat yakni Presiden RI, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat dan Gubernur Banten.

 

Protes Polusi Udara di Jakarta. © Jurnasyanto Sukarno / Greenpeace

Aktivis Greenpeace mengadakan aksi teatrikal di kantor Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup untuk merespons kondisi polusi udara terburuk di Jakarta. Di Asia Tenggara, Jakarta dan Hanoi adalah dua kota paling berpolusi di kawasan ini.

 

Pada bulan April lalu, LBH Jakarta membuka Pos Pengaduan Calon Penggugat secara online dalam rangka pengajuan gugatan warga negara (citizen lawsuit) terkait pencemaran udara di Jakarta yang sudah di luar ambang batas. Melalui Pos Pengaduan tersebut sebanyak 58 orang warga Jakarta yang sehari-hari beraktivitas di kota Jakarta (Komunitas pesepeda, orang tua dari anak-anak, pekerja kantoran yang berjalan kaki dan menggunakan angkutan umum, dan sebagainya) telah mendaftarkan diri sebagai penggugat.

“Data rata-rata tahunan PM 2.5 di Jakarta menunjukan angka 34.57 ug/m3 yang artinya sudah melebihi dua kali lipat baku mutu udara ambien nasional (15 ug/m3). Pada dokumen KLHK yang sama menyebutkan bahwa pada tahun 2018 dari satu stasiun pantau yang terletak di GBK, menunjukan ada 196 hari tidak sehat. Dampak kesehatan atas pencemaran udara khususnya PM 2.5 mengakibatkan sejumlah penyakit pernapasan serius, mulai dari infeksi saluran pernafasan (ISPA), jantung, paru-paru, resiko kematian dini, hingga kanker paru. Pemerintah baik pusat maupun daerah secara pelan-pelan sedang membunuh warganya sendiri apabila tidak juga serius dalam menangani masalah pencemaran udara dan mengambil langkah yang nyata untuk menutup sumber pencemar udara”. tutup Bondan.

 

Kontak Media :

Bondan Andriyanu, Juru Kampanye Energi Greenpeace Indonesia, 08118188182

Tubagus Achmad, Walhi Jakarta, 085693277933

Ayu Eza Tiara, LBH Jakarta 08211340222

Deby Natalia, Juru Kampanye Media Greenpeace Indonesia, 08111928315