Kebanyakan orang tidak pernah berpikir bahwa satu dari dua hela nafas yang mereka tarik berasal dari lautan yang luas. Semua hal di dunia ini berkaitan satu dengan yang lain, termasuk aktivitas di daratan juga memiliki pengaruh besar terhadap kesehatan lautan dimana kelangsungan hidup manusia bergantung padanya.

Besarnya masalah yang dihadapi dunia saat ini membuat seolah-olah kita tidak dapat berbuat apa-apa. Padahal jika rumah kamu tinggal kebakaran, dapat dipastikan kamu tidak akan bertopang dagu dan berdiskusi dengan teman kamu siapa yang akan mengambil air sementara rumah kamu dilahap si jago merah.

Hal inilah yang terjadi dan dilakukan para politisi serta pemimpin dunia ketika mencoba mengatasi masalah yang paling berat dihadapi oleh manusia saat ini. Tahun ini pada bulan Desember nanti, seluruh dunia akan menahan nafas, berharap cemas menyaksikan apa yang akan terjadi dalam pertemuan penting di Paris nanti.

Tapi tunggu dulu, apa sebenarnya hubungan perubahan iklim dengan lautan luas?

Tak banyak yang menyadari bahwa sampai sepertiga dari emisi karbon dunia diserap oleh lautan dan badan-badan air lainnya. Hal ini dapat meningkatkan kadar keasaman air dan mempengaruhi proses kalsifikasi yang diutuhkan oleh banyak binatang laut untuk membentuk cangkang dan kerangka demi bertahan hidup. Bukan tidak mustahil di masa depan, kita tak lagi bisa menyantap kerang karena hal ini. Sementara kerang mendapatkan efek ganda, tak hanya mengganggu proses pembentukan kerangka eksternal, pemanasan global juga berimplikasi pada proses pembentukan warna pada alga. Padahal oroses pewarnaan sangatlah penting bagi alga untuk bertahan hidup. Sebab itu pada skala pemanasan yang ekstrim karang dapat memutih dan kemudian mati.

Jika kenyataan tersebut mengganggumu, ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk membantu mengurangi efek negatif pemanasan global terhadap lautan.

Apakah kamu suka berbelanja?

Manusia mengonsumsi setiap hari, dan kebanyakan dari kegiatan konsumsi tersebut menggunakan kantong atau wadah plastik. Sebagian besar plastik yang digunakan sehari-hari berasal dari bahan murahan untuk digunakan sekali pakai lalu dibuang. Sebagian besar sampah plastik terbawa ombak dan arus laut. Lalu hilang dari pandangan.

Apakah plastik tersebut hilang? Tentu tidak. Sampah plastik tersebut bertahan di lautan dalam jangka waktu yang sangat lama, bahkan lebih lama dari rata-rata usia manusia bertahan hidup. Sampah plastik ini akan terkumpul dalam satu area di tengah laut, area yang terus-menerus menimbulkan pusaran air polusi. Siapa yang sangka sampah yang kita gunakan satu menit bisa menimbulkan kerusakan hingga 100 tahun lamanya?

Saat ini gerakan global untuk menghentikan penggunaan plastik sekali pakai telah lahir di banyak kota. Tak sedikit toko kelontong dan supermarket yang menolak memberikan plastik secara cuma-cuma dan bersikeras meminta pengunjung untuk memabwa kantong belanja sendiri. Namun jika kasir tetap menawarkan kantong plastik saat berbelanja, kita selalu bisa mengatakan: saya membawa kantong belanja sendiri, mohon tidak menggunakan kantong plastik.

Apakah kamu mengonsumsi ikan?

Jika iya, ikutlah mengurangi permasalahan lautan dengan cara mengetahui apa-apa saja yang sebaiknya dikonsumsi dan tidak dikonsumsi dari lautan. Salmon kesukaan misalnya, dihasilkan dari ternak ikan yang letaknya separuh bola bumi dari tempat tinggal kita, maka secara tidak langsung dengan mengonsumsi salmon kita juga bertanggung jawab atas emisi karbon yang dihasilkan dari impor salmon tersebut. Selain itu, untuk menghasilkan 1 kg salmon membutuhkan 3 kg ikan yang dapat dikonsumsi manusia untuk dijadikan pelet. Belum lagi bahan kimia dan obat-obatan yang digunakan dalam ternak ikan dan pada akhirnya dibuang dan menjadi polusi bagi lingkungan. Ada banyak alasan untuk bertanya-tanya dari mana asal-muasal makanan yang kita konsumsi.

Meski demikian konsumsi ikan tangkap juga tak selalu baik. Sebagian besar perikanan tangkap menggunakan metode yang merusak dan hampir di luar akal sehat untuk dipahami. Rawai nelayan yang digunakan untuk menangkap tuna misalnya, juga bertanggung jawab atas ribuan ton tangkapan kura-kura, hiu, dan burung setiap tahunnya. Hal ini tak mengejutkan jika mengingat bahwa satu unit kapal rawai dapat menarik ribuan kilo meter kail berumpan yang dapat menangkap hewan perenang apapun yang dilewati kapal tersebut.

Lalu, apa yang dapat kita lakukan?

Panduan mengonsumsi binatang laut dapat digunakan sebagai pedoman untuk mengonsumsi seafood dengan lebih bertanggung jawab. Jika memungkinkan konsumsi seafood yang berasal dari komunitas nelayan lokal juga dapat menjadi pilihan. Hal ini memang agak sulit untuk dilakukan, tetapi kita perlu terus bertanya dan menggerakan dunia untuk mencari dan mengonsumsi makanan yang berasal dari sumber daya lokal serta sesuai dengan hati nurani kita.

Turut menjaga laut tidak hanya terbatas soal konsumsi ikan dan sampah plastik, namun banyak hal yang dapat kita lakukan untuk bumi ini, termasuk mengambil keputusan-keputusan personal yang lebih sehat bagi planet biru ini. Satu-satunya rumah kita.