Kelangkaan terjadi karena alam tidak bisa menyediakan semua sumber daya yang kita butuhkan, untuk memuaskan keinginan kita yang tak terbatas

Kita sadari atau tidak, ponsel pintar atau gadget kita yang lain adalah sebuah produk yang kompleks, menggunakan begitu banyak sumber daya dan material, beberapa diantaranya logam mulia, beberapa diantaranya bahan berbahaya. Ponsel pintar kita terdiri dari beragam material, termasuk logam, seperti logam atau mineral atau unsur tanah jarang, pun juga non-logam. Ponsel pintar kita mungkin saja terdiri dari kobalt dari Kongo, timah dan tembaga dari Indonesia, tantalum dari Rwanda atau emas dari Peru.

 

Itu artinya cara kita mengkonsumsi, untuk memuaskan baik kebutuhan ataupun keinginan kita, akan mempengaruhi sumber daya yang terbatas tersebut, juga lingkungan dan masyarakat di sekitarnya.

Cukup soal itu, mari kita bersama lihat gambaran persepsi dan perilaku konsumen Indonesia terkait ponsel. Siapa tahu ada kesamaan persepsi atau perilaku dengan kita. Mulai dari 29 Juli hingga 16 Agustus 2016 yang lalu Greenpeace bekerjasama dengan Ipsos MORI melakukan survei kepada 1,007 responden dengan rentang umur 18 – 55 tahun di Indonesia. Temuan-temuannya cukup menarik. Mari kita lihat beberapa temuan kuncinya.

Sebanyak 54% responden mengatakan bahwa alasan utama untuk berganti ponsel adalah keinginan untuk mendapatkan ponsel terbaru atau bahwa ponsel sebelumnya tidak memberikan fungsi yang diharapkan. Mmh.. terdengar familiar?. Kemudian, 77% responden setuju bahwa produsen memperkenalkan terlalu banyak model ponsel baru. Kita pun tahu kebanyakan dari mereka hanya bertahan beberapa tahun saja. Apakah kita merasakan hal yang sama?

 

Sementara sebesar 61% responden mengganti ponselnya pada saat ponsel lamanya masih bekerja, sebanyak 66% responden mengatakan bahwa mereka sebenarnya bisa berganti ponsel lebih jarang daripada seperti sekarang. Apakah kita membeli ponsel baru berdasarkan keinginan?

Laporan United Nations University mengabarkan bahwa pada tahun 2014, sebanyak 3 juta metrik ton limbah elektronik dunia berasal dari produk elektronik ukuran kecil seperti ponsel dan komputer personal. Hal tersebut dapat menggambarkan besarnya sumber daya yang terbuang dan sumber kontaminasi bahan berbahaya.  Siapa harus bertanggungjawab atasnya? Menurut 58% responden, produsenlah yang harus bertanggungjawab menyediakan sarana untuk mendaur ulang. Kenyataannya bisa kita cek dan tanyakan ke merek-merek kesayangan kita, apakah mereka menyediakan sarana untuk itu? Di Indonesia?

Lalu bagaimanakah ponsel yang ideal? Sebesar 98% responden mengatakan bahwa penting bagi ponsel didesain untuk bertahan lama, 97% mengatakan bahwa ponsel harus mudah untuk diperbaiki, 96% mengatakan penting bahwa ponsel tidak dibuat dengan bahan kimia berbahaya, 93% mengatakan bahwa ponsel harus mempunyai bagian-bagian yang bisa ditingkatkan tanpa harus membeli ponsel model baru dan 85% mengatakan bahwa ponsel harus dibuat dari bagian-bagian yang bisa sepenuhnya didaur ulang. Wow! Kamu punya pikiran yang sama?

 

Kami pun percaya, yakin, bahwa inovasi sesungguhnya adalah pada saat ponsel, gadget, produk elektronik, didesain untuk bertahan lama, mudah diperbaiki dan didaur ulang. Ini saatnya para pemimpin teknologi untuk memikirkan ulang bagaimana mereka membuat produk elektronik kita agar tidak hanya inovatif bagi hidup kita, tapi juga untuk planet tempat kita tinggal.

Jika merek-merek teknologi ingin membawa kita ke masa depan, mereka harus bergerak ke arah produksi dengan daur tertutup (closed-loop) dan ekonomi melingkar (circular economy); yang dapat mendatangkan manfaat bagi keuntungan mereka, bagi masyarakat dan bagi bumi.

Jadi, mari kita wujudkan ide tersebut, mari bersuara bersama untuk Inovasi sesungguhnya!