Perusahaan kelapa sawit besar, yang sertifikasi berkelanjutannya ditangguhkan karena telah melanggar aturan yang dirancang untuk mencegah kerusakan hutan dan lahan gambut, kini telah mendapatkan kembali sertifikasi tersebut. Keputusan mengejutkan dari Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) yang mencabut penangguhan, sama saja mengirimkan pesan bahwa tidak masalah bagi perusahaan kelapa sawit untuk terus merusak hutan demi mengejar keuntungan.

 

Tunggul pohon di konsesi kelapa sawit PT Bumi Sawit Sejahtera (IOI) di Ketapang, Kalimantan Barat.

IOI, salah satu penyuplai  kelapa sawit terbesar di dunia, telah ditangguhkan oleh RSPO April 2016 yang lalu karena mengeringkan lahan gambut dan menggarap lahan tanpa ijin sebagaimana disyaratkan. Hasilnya, banyak pelanggannya memutuskan hubungan bisnis dengan perusahaan tersebut, termasuk Unilever, Cargill, Mars, dan -setelah 10.000 e-mail kamu mengirimkan email kepada Bos – General Mills, pembuat Betty Crocker.

Meskipun IOI masih belum dapat menunjukan bukti bahwa mereka memproduksi  sawit dengan bertanggung jawab serta  memulihkan hutan dan gambut yang mereka rusak, bulan Agustus lalu, RSPO sudah mengumumkan bahwa mereka mendapatkan sertifikatnya kembali. Ini berarti,  IOI bisa kembali menjual  kelapa sawit kotor mereka yang dicap sebagai kelapa sawit yang berkelanjutan.

Faktanya, dampak operasi tidak bertanggungjawab IOI ini melebihi dari daftar permasalahan komplain yang diajukan di RSPO yang hanya berfokus pada anak perusahaan IOI di Ketapang, Kalimantan Barat. Sementara itu, operasi bisnis mereka di wilayah lain juga banyak bermasalah.

 

Foto udara menggunakan Drone  di kawasan konsesi kelapa sawit PT Bumi Sawit Sejahter (IOI) di Ketapang, West Kalimantan, menunjukan dampak dari kebakaran hutan yang berulang.

Selama bertahun-tahun, IOI telah meninggalkan jejak perusakan hutan dan gambut  di Indonesia. Tahun 2008, kami menemukan bagaimana perusahaan telah menghancurkan hutan gambut yang merupakan habitat Orangutan. Laporan Greenpeace baru-baru ini, IOI telah mengeringkan area yang diidentifikasi sebagai area bernilai tinggi untuk konservasi dan penyimpanan karbon, yang bertentangan dengan kebijakannya sendiri. Hasil investigasi kami juga menunjukan bahwa IOI telah menanam kelapa sawit di wilayah bekas terbakar, walaupun Pemerintah telah menginstruksikan pelarangan kegiatan tersebut.

Banyak keluhan atau pengaduan yang diangkat oleh publik terhadap IOI  melalui   RSPO, dan setiap waktu pula, IOI berjanji untuk mengeluarkan rencana atau kebijakan baru  untuk menunjukkan bahwa mereka adalah perusahaan perkebunan kelapa sawit yang bertanggungjawab. Tetapi, setiap saat pula mereka gagal memenuhi janji tersebut.

Kebijakan dan rencana tindak lanjut IOI yang dipublikasikan bulan Agustus lalu- mencerminkan ketidakseriusan dan masih lemah  dengan target waktu yang ambisius dan  ketidakjelasan bagaimana hal tersebut akan dilakukan. Masih ada pertanyaan bagaimana IOI akan memperbaiki kerusakan yang telah mereka lakukan terhadap lahan gambut yang mereka keringkan -pemerintah Indonesia telah memerintahkan perusahaan untuk segera membendung kanal dan kembali membasahi lahan gambut sebagai upaya untuk mencegah kebakaran terulang lagi.

 

Laporan kami tahun 2008, “Bagaimana Pemasok Kelapa Sawit Unilever Membakar Kalimantan” mengungkap bagaimana IOI telah merusak hutan gambut yang merupakan habitat orangutan.

Membiarkan IOI kembali mendapatkan sertifikatnya yang  terlalu cepat adalah kesalahan besar. RSPO seharusnya mencegah anggotanya merusak hutan, namun keputusan ini menyiratkan bahwa pengrusak terburuk pun dapat terlepas dengan mudah dari tanggungjawabnya.

Ini juga menjadi simbol bagaimana lemahnya standar RSPO – banyak anggotanya memiliki kebijakan kelapa sawit yang lebih kuat, mendorong industri ke arah berkelanjutan. Hal ini pun menyiratkan RSPO malah memberikan sinyal kepada pelanggan IOI untuk kembali membeli minyak kelapa sawit lagi dari IOI, daripada mendesaknya untuk memperbaiki kesalahannya dengan serius.

Bagaimanapun, banyak bekas pelanggan IOI telah mengatakan mereka akan mulai kembali membeli lagi ketika IOI mampu menunjukan perubahan untuk  melindungi hutan dan lahan gambut Indonesia. Keputusan yang tergesa untuk membeli dari IOI berarti ketidakseriusan untuk mengakhiri peran IOI dalam deforestasi dan pengeringan gambut, dan kembali berurusan dengan perusahaan kotor ini adalah keputusan bisnis yang berisiko tinggi.