Masih jelas di ingatan kita krisis kebakaran hutan tahun 2015 – krisis terparah yang pernah terjadi di Indonesia bahkan dunia dalam konteks emisi dan perubahan iklim. Bencana telah membakar sekitar 2,6 juta hektar hutan dan lahan gambut, di Indonesia, khususnya Sumatera dan Kalimantan yang menyebabkan 103.000 jiwa alami kematian dini, dan meningkatkan risiko kepunahan Orangutan [1]. Kondisi mengenaskan ini ternyata belum berhasil tuntas dilenyapkan, karena kebakaran hutan masih kerap terjadi di Indonesia.

 

Dalam KTT Perubahan Iklim di Paris pada tahun 2015,  Presiden Joko Widodo telah berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca pada tahun 2030 mendatang sampai 29% atau bahkan 41% dengan kerja sama internasional [2], termasuk mengatasi kebakaran hutan dan lahan.

Komitmen Presiden Joko Widodo harus dibuktikan dan didukung dengan tindakan dan perwujudan nyata. Greenpeacekembali meluncurkan kampanye Hutan Tanpa Api tahun ini dengan tujuan untuk mencegah dan memadamkan api kebakaran hutan dan lahan gambut serta mendorong upaya perlindungan hutan dan lahan gambut yang lebih kuat, transparansi data dan informasi kehutanan bagi tata kelola hutan yang lebih baik.

Pada tahun 2016, Greenpeace telah membentuk Tim Cegah Api (TCA) yang anggotanya merupakan pemuda dan pemudi korban asap yang ingin terjun langsung untuk mengatasi masalah tersebut. Tugas TCA tidaklah mudah, mengingat karakteristik api di lahan gambut berbeda dengan lahan biasa. Api di lahan gambut biasanya tidak terlihat di permukaan, namun siap membakar habis gambut di bawah permukaan. Oleh karena itu, lahan gambut tidak boleh dikeringkan dan senantiasa dalam kondisi basah dan untuk mencegah terjadinya kebakaran.

Sayangnya, sejak masuknya industri seperti sawit dan akasia, gambut-gambut tersebut dikeringkan dengan cara membuat kanal-kanal yang menyedot air dari gambut, agar mudah ditanami, Greenpeace menyerukan kepada industri sawit dan akasia serta untuk segera menyekat atau membloking kanal-kanal tersebut dan melakukan restorasi menjaga agar lahan gambut tetap basah mengurangi risiko kebakaran dan dampak yang lebih besar.

Sesuai dengan namanya, pencegahan adalah kunci bagi Tim Cegah Api. Mereka dilatih secara khusus untuk mendeteksi titik api dan memadamkannya sebelum meluas hingga menjadi kebakaran dalam skala besar (masif). Akan tetapi, tanpa menutup kemungkinan, TCA  juga memiliki beberapa tugas lain. Mereka bertugas  melakukan monitoring dan deteksi dini kebakaran di lapangan, memberikan penyadartahuan tentang pentingnya perlindungan hutan dan gambut serta pencegahan kebakaran kepada masyarakat setempat yang terdampak, sampai memadamkan api yang mulai menyala jika diperlukan.

 

Dalam menjalankan tugas, TCA tidak bekerja sendirian. Tim ini didukung pakar pencegahan dan pemadaman api dari Rusia. Selain itu, TCA juga bekerja sama dengan pasukan Manggala Agni KLHK di lapangan, masyarakat dan organisasi lingkungan setempat.

Tahun 2016 lalu, TCA melakukan pemadaman kebakaran lahan gambut di Rantau Bais, Kecamatan Tanah Putih, Kabupaten Rokan Hilir, Riau.  Untuk tahun ini, Tim Cegah Api akan beraksi di wilayah lansekap Sungai Putri dan sekitarnya, wilayah ekosistem gambut yang penting, rumah bagi Orangutan di Kalimantan Barat.

Mari dukung Greenpeace dan Tim Cegah Api dengan bersuara aktif menyampaikan desakan kepada Presiden Joko Widodo untuk lebih serius lagi melindungi hutan dan lahan gambut Indonesia.

Catatan:

[1] Public Health Impacts of the Severe Haze in Equatorial Asia in September-October 2015: Demonstration of a New Framework for Informing Fire Management Strategies to Reduce Downwind Smoke Exposure.http://iopscience.iop.org/article/10.1088/1748-9326/11/9/094023

[2] Perlindungan hutan dan lahan gambut ujian sejati komitmeniklim Presiden Jokowi

http://www.greenpeace.org/seasia/id/press/releases/Perlindungan-hutan-dan-lahan-gambut-ujian-sejati-komitmen-iklim-presiden-Jokowi/